Mohon tunggu...
Ari Indarto
Ari Indarto Mohon Tunggu... Guru - Guru Kolese

Peristiwa | Cerita | Makna

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Mimpi Belum Usai, Usaha Belum Selesai

10 Januari 2023   20:49 Diperbarui: 10 Januari 2023   21:14 502
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Belum menang, belum beruntung, belum bernasib baik. Terkadang kekalahan hanya dipandang sebagai nasib yang belum berpihak. Padahal, sebuah raihan kemenangan menggambarkan sebuah kerja keras tanpa batas, bukan hanya pemain di tengah lapangan, bukan hanya pelatih di pinggir lapangan.   

Perebutan Piala AFF memasuki babak final. Sejarah bisa saja terulang. Perebutan Piala AFF pertama kali digelar pada tahun 1996.  Kejuaraan AFF (AFF Championship), yang sebelumnya bernama Piala Tiger, Piala Suzuki AFF dan kemudian menjadi Piala Mitsubishi Electric AFF ini telah dilaksanaan sebanyak 14 kali. Dari 14 kali perebutan Piala AFF, Thailand menjadi juara sebanyak 6 kali, Singapura 4 kali, Vietnam 2 kali, dan Malaysia 1 kali. 

Sementara Indonesia, sejak pertama keikutsertaan belum pernah sekalipun mengangkat piala ini. Indonesia harus puas mejadi juara kedua sebanyak 6 kali, juara 3 sebanyak 1 kali, juara 4 sebanyak 1 kali dan semifinalis 1 kali. Sebuah percobaan raihan prestasi yang harus terus diburu agar sejajar di puncak  prestasi negara-negara se-Asia Tenggara.   

AFF 2022

Tahun 2022, mimpi untuk mengangkat Piala harus terkubur kembali. Usaha keras dan pantang menyerah pasukan Shin Tae-yong untuk mewujudkan mimpi harus terhenti. 

Pasukan Garus harus menyerah atas Vietnam dengan agregat 0-2 pad leg 2 di Stadion My Dinh,Hanoi, Senin (9/1/2023), setelah pada leg 1 kedua pasukan bermain imbang 0-0 di SUGBK. Mimpi sekian juta penonton Indonesia untuk menyaksikan Indonesia juara harus terkubur kembali. 

Banyak cerita dan analisis mengenai kekalahan pasukan Garuda. Namun, peristiwa dan kejadian di lapangan selalu saja melahirkan cerita-cerita menarik untuk diikuti. Bahkan, berbagai kekesalan terkadang ditimpakan kepada pemain, pelatih, bahkan PSSI sebagai induk organisasi yang menaungi pasukan sepak bola ini. 

Kekalahan seolah membawa musibah. Cacian berbagai pihak muncul di berbagai media sosial. Namun, dorongan dan dukungan dari pecinta sepak bola Indonesia juga tidak sedikit. 

Tentunya, perjungan yang belum usai ini tidak harus mencerabut mimpi pasukan muda garuda pada piala AFF tahun mendatang. Mimpi itu masih terus berlanjut. Jutaan pemirsa akan menjadi saksi. Meski waktu selalu tak pasti, kapan Pasukan Merah Putih ini mengangangkat piala dengan gagah perkasa. Mimpi kita belum usai, kawan. 

Permainan memang tak selalu melahirkan sebuah rumusan baku. Usaha begini, pasti hasilnya seperti ini. Strategi seperti ini, pasti bisa mengalahkan musuh. Sebuah ketidakpastian yang kadang membawa kesedihan yang turun-temurun dalam lintasan sejarah persepakbolaan Indonesia. 

Padahal, begitu fanatiknya penonton sepak bola Indonsia. Bahkan, setiap kali bertanding di SUGBK, bagaimana pemerintah dan jajaran pejabat mendukung begitu bersemangat. 

Namun,  sebuah hasil pertandingan tidak akan pernah terumuskan dengan baku. Inilah menariknya sebuah permainan 11 orang dengan lapangan hijau nan luas dan memperebutkan satu bola di tengah lapangan. 

Di sana, harus ada tenaga ekstra, kualitas terbaik pemain, strategi ulung  sang pelatih, dukungan pemain tanpa batas, bahkan komentar-komentar netizen pun terkadang menjadi sandungan untuk pemain meraih kemenangan. 

Menyerah pada nasib, Menyerah sebelum bertanding

Nasib pun terkadang dianggap menjadi pangkal kekalahan. Kekalahan adalah sebuah nasib. Kemenangan adalah sebuah nasib. Kita memang selalu diberekan nasib yang tidak seuntung negara lain. Nasib buruklah yang membawa tim kita pada kegagalan. Sebuah anggapan yang terkadang membawa ciut anak-anak muda untuk berperang dan melawan dalam semangat kemenangan. 

Apalagi, resesi mental pemain terkadang melengkapi perjuangan dan permainan. Kita merasa kalah sebelum bertanding, kita tidak bisa mengalahkan siapa yang kita hadapi. Apalagi kita terkurung dalam stadion yang setiap hari menjadi panggung musuh. Kemenangan ini hanya akan menjadi mimpi yang terkubur dalam-dalam di stadion yang tidak kita kenal. Kita datang untuk terkubur dalam-dalam. 

Pada akhirnya, yang terjadi; saling menyalahkan dan mencari kambing hitam,  adalah cara memenangkan eksistensi. Mulai dari lapangan buruk dan tidak standar, pemain yang kecapaian, penginapan yang tidak membuat nyaman, bahkan makanan yang disajikan pun ikut mendulang prasangka. 

Padahal, dengan jelas sebenarnya kita bisa melihat, bagaimana seorang pejuang fokus dalam setiap pertandingan, bagaimana di setiap penampilan kecerdasan, ketrampilan dan kerjasama meraih kemenangan jelas tergambar dalam setiap rupa permainan. 

Setelah kekalahan-kekalahan beruntun sekian tahun, semoga saja mimpi itu tidak akan usai di tahun ini. Kita masih punya mimpi. Mewujudkan mimpi itu adalah sebuah usaha, bukan hanya membebankan di pundak pelatih. 

Siapkah kompetisi bergulir secara profesional di negeri ini, siapkah seleksi pemain tanpa kolusi, siapkah PSSI menjadi organisasi yang bertanggung jawab dalam kualitas pemain, stadion, dan sumber daya lain. Karena setiap kemenangan  tergambar profesionalitas si empunya cerita. Siap tidak, kita untuk menjadi pemenang. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun