Padahal, begitu fanatiknya penonton sepak bola Indonsia. Bahkan, setiap kali bertanding di SUGBK, bagaimana pemerintah dan jajaran pejabat mendukung begitu bersemangat.Â
Namun, Â sebuah hasil pertandingan tidak akan pernah terumuskan dengan baku. Inilah menariknya sebuah permainan 11 orang dengan lapangan hijau nan luas dan memperebutkan satu bola di tengah lapangan.Â
Di sana, harus ada tenaga ekstra, kualitas terbaik pemain, strategi ulung  sang pelatih, dukungan pemain tanpa batas, bahkan komentar-komentar netizen pun terkadang menjadi sandungan untuk pemain meraih kemenangan.Â
Menyerah pada nasib, Menyerah sebelum bertanding
Nasib pun terkadang dianggap menjadi pangkal kekalahan. Kekalahan adalah sebuah nasib. Kemenangan adalah sebuah nasib. Kita memang selalu diberekan nasib yang tidak seuntung negara lain. Nasib buruklah yang membawa tim kita pada kegagalan. Sebuah anggapan yang terkadang membawa ciut anak-anak muda untuk berperang dan melawan dalam semangat kemenangan.Â
Apalagi, resesi mental pemain terkadang melengkapi perjuangan dan permainan. Kita merasa kalah sebelum bertanding, kita tidak bisa mengalahkan siapa yang kita hadapi. Apalagi kita terkurung dalam stadion yang setiap hari menjadi panggung musuh. Kemenangan ini hanya akan menjadi mimpi yang terkubur dalam-dalam di stadion yang tidak kita kenal. Kita datang untuk terkubur dalam-dalam.Â
Pada akhirnya, yang terjadi; saling menyalahkan dan mencari kambing hitam, Â adalah cara memenangkan eksistensi. Mulai dari lapangan buruk dan tidak standar, pemain yang kecapaian, penginapan yang tidak membuat nyaman, bahkan makanan yang disajikan pun ikut mendulang prasangka.Â
Padahal, dengan jelas sebenarnya kita bisa melihat, bagaimana seorang pejuang fokus dalam setiap pertandingan, bagaimana di setiap penampilan kecerdasan, ketrampilan dan kerjasama meraih kemenangan jelas tergambar dalam setiap rupa permainan.Â
Setelah kekalahan-kekalahan beruntun sekian tahun, semoga saja mimpi itu tidak akan usai di tahun ini. Kita masih punya mimpi. Mewujudkan mimpi itu adalah sebuah usaha, bukan hanya membebankan di pundak pelatih.Â
Siapkah kompetisi bergulir secara profesional di negeri ini, siapkah seleksi pemain tanpa kolusi, siapkah PSSI menjadi organisasi yang bertanggung jawab dalam kualitas pemain, stadion, dan sumber daya lain. Karena setiap kemenangan  tergambar profesionalitas si empunya cerita. Siap tidak, kita untuk menjadi pemenang.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H