Terkadang angka dianggap menjadi penanda akhir nasib kita. Angka tertentu tidak kita gunakan. Angka tertentu kita hindarkan. Kita ingin terhindar dari ketidakberuntungan. Hindari angka ini, hindari angka itu.Â
Apalah artinya sebuah angka. Tapi, sejak kita pertama sekolah memang selalu dikenalkan dengan angka-angka. Tidak salah kalau sekolah selalu menyematkan angka dalam diri setiap murid.Â
Ada angka yang menunjukkan nomor absen, ada angka yang menunjukkan nomor induk sekolah, ada angka yang menunjukkan kode ujian. Kita ditandai dengan angka-angka. Angka adalah identitas kita.Â
Adakah yang salah dengan angka-angka? Ketika angka-angka itu kita wujudkan dalam beragam peristiwa, kita menghadirkannya menjadi bermakna. Ketika angka-angka itu menjadi nomor-nomor yang diurutkan, begitulah terkadang muncul pelbagai persoalan.
Hampir semua siswa tidak mau  berada peringkat buncit atau akhir di sebuah kelas. Karena ancamannya, ya, tidak naik kelas. Ada siswa yang tidak mau peringkat 3, karena orang tua akan marah semarah-marahnya.Â
Siswa selalu dituntut untuk menduduki peringkat pertama. Nomor satu. Peringkat pertama selalu dikejar, bagaimanapun caranya.Â
Di tengah masyarakat kita,  begitu banyak yang  percaya dengan berbagai keberuntungan karena angka-angka. Di hotel, apartemen, perumahan,perumahan mewah selalu saja tidak menggunakan nomor 4  atau  13.Â
Begitu percayanya sebagian masyarakat kita, bahwa angka 4 menunjukkan  kematian dan angka 13 menunjukkan kehidupan yang penuh sial. Kita menghindari untuk menggunakan angka 4 dan angka 13. Kita begitu membenci dengan angka 4 dan angka 13.Â
Padahal, angka-angka sial tak selamanya berlaku di setiap tempat. Masyarakat India menganggap angka 8 menggambarkan kemiskinan, kematian dan kecelakanaan. Orang Cina dan Jepang menganggap angka ini sebagai keberuntungan.Â
Masyarakat Jepang begitu percaya bahwa angka 9 menandai siksaan dan juga penderitaan hidup. Maka, tidak ada rumah yang menggunakan angka ini.Â
Sebenarnya begitu banyak kepercayaan masyarakat tertentu akan angka. Hampir semuanya dikaitkan dengan kemiskinan, kesusahan, kesialan, penderitaan, kematian, kecelakaan, ketidahberuntungan. Seolah segala menandai akhir nasib kita. Â
Hari-hari ini dunia perpolitikan dan demokrasi kita disibukkan dengan masalah angka. Urutan nomor partai politik tidak lagi melalui undian. Setiap partai akan mendapatkan nomor yang sudah pasti.Â
Di tahun-tahun sebelumnya, nomor urut partai selalu dilakukan dengan undian. Maka, setiap pemilu selalu saja setiap partai mendapatkan nomor yang berbeda.Â
Apakah ini berawal dari sebuah ketakutan, bahwa partai-partai tertentu akan mendapatkan kesialan jika mendapatkan nomor-nomor sial. Atau memang hanya dengan alasan pembenaran agar masyarakat mudah mengingat dengan partai-partai tertentu.Â
Dengan nomor tertentu  si pendukung partai tertentu akan selamanya loyal, selamanya ingat dengan nomor partainya. Nomor urut tersebut menandai kedekatan pendukung dengan partai agar seluruh konsolidasi  begitu mudah untuk dilakukan. Memang segalanya bisa saja dijadikan alasan. Meski masalah demokrasi sebenarnya bukan hanya masalah nomor urut saja.Â
Masyarakat demokratis memang membutuhkan proses yang terus-menerus. Kita begitu menikmati ketika partai-partai politik itu mengikuti seluruh proses dengan jujur dan adil.Â
Kita ingin melihat partai-partai politik itu bersemangat untuk menyelesaikan urusan administrasi untuk mengikuti proses Pemilu. Kita menunggu kiprah partai politik untuk mengikuti undian nomor urut.Â
Kita menunggu partai politik mengikuti seluruh proses demokratis. Bukan gratis hadiah masa lalu. Bahwa setiap perjuangan dan kebaikan partai-partai politik akan selalu tampak dari bagaimana mereka mengikuti seluruh proses, termasuk menikmati mendapatkan nomor urut partai.Â
Ongkos politik dalam demokrasi memang mahal. Untuk satu proses penentuan nomor urut pun tidak butuh biaya yang sedikit. Tapi dari proses sederhana ini sebenarnya  kita menikmati persaingan tanpa perseteruan. Kita begitu menikmati perebutan angka-angka keberuntungan.Â
Kalau pada akhirnya kita mendapatkan angka-angka sial yang tidak kita kehendaki, toh, penentuan nomor urut ini bukanlah proses akhir dari seluruh Pemilu. Karena masalah sial dan keberuntungan hanya menjadi akhir penanda  perjuangan. Sudikah kita berjuang untuk demokrasi dan keadilan?Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H