Menikmati KRL dari tahun ke tahun, seperti halnya menikmati sejarah peradaban Kota Jakarta. Tahun demi tahun perkembangan perkeretalistrikan ini begitu berubah.
Memang waktu 25 tahun bukan waktu yang pendek, namun sebuah usaha untuk memperbaiki angkutan Jakarta khsusnya kereta memang harus terus-menerus dilakukan.Â
Membandingkan KRL hari ini dengan 25 tahun yang lalu memang sungguh perbedaan yang mencolok. Tahun 1996, KRL menjadi trasportsi alternatif perjalanan Bekasi-Jakarta. Meski KRL cukup banyak, namun penumpang belum memilihnya sebagai angkutan utama.
Masalahnya bukan hanya kenyamaan yang minim, keamanan pun tidak dijamin. Bagaimana tidak? Di dalam kerena begitu sesak dan beedesak-desakan banyak ditemui pengamen, banyak penjual dan penjaja makanan, gerbang tidak pernah ditutup, bahkan ruang masinis pun biasa di-booking penumpang. Sebuah kondisi yang dapat dikatakan memprihatinkan. Tapi apa mau dikata, pilihan transpartasi yang paling murah saat itu hanya KRL.
Dengan abonemen bulanan yang hanya 4 ribu rupiah, perjalanan 30 hari pun tidak perlu dipikirkan. Apalagi begitu mudahnya kita berbuat curang; sembunyi kalau diperiksa, menggunakan kartu beberapa bulan lalu yang penting warnanya sama, atau cipia-cipiki dengan kondektur. Semua bisa diatur hanya demi murahnya kita mendapatkan biaya.Â
Ketika kita terhimpit dan terdesak tak bisa bernapas, tidak ada yang berani mengeluh, tidak ada yang berani teriak apalagi ketika dilecehkan. Terlebih jika terjadi pada anak atau wanita. "Ya, kalau tidak mau didesak-desak, dicolek-colek, ya jangan naik kereta".
Sebenarnya kereta saat itu adalan moda yang cepat, hanya saja tiap hari mesti berdesak-desakan atau bahkan sikut-sikuran. Ketika kita memang berhimpitan, tidak ada yang berani mengeluh, tidak ada yang berani teriak apalagi ketika dilecehkan. Terlebih jika terjadi pada anak atau wanita. "Ya, kalau tidak mau didesak-desak, dicolek-colek, ya jangan naik kereta".
Kurang lebih begitulah kata-kata penumpang. Rasanya sungguh menjadi pengalaman yang menjijikkan bagi banyak perempuan. Tidak heran, jika hanya kata diam yang bisa penumpang lakukan.Â
Di dalam kereta pun tidak ada yang menjaga, tidak ada keamanan. Kalau terjadi pencopetan, ya, kita hanya bisa diam, atau kalau mau lapor setelah sampai stasiun tujuan. Itu pun tidak akan dilakukan tindakan.
Maka, menjadi penumpang musti cerdas, kapan musti masuk kereta, dimana mesti mengamankan diri, bagamana musti keluar. Ketika kereta datang, siap-siap di depan. Dan dalam sekejap kereta itu pun penuh dengan penumpang. Jika beruntung, duduk dan berdiam diri. Abaikan segala situasi.