[caption id="" align="aligncenter" width="490" caption="Source: cinkconk.com"][/caption]
Tidak sampai satu tahun lagi, Bangsa Indonesia akan memilih presiden baru melalui Pilpres yang akan diselenggarakan pada 9 Juli 2014. Sebagai pemilih rasional kita semestinya mencermati trackrecord para "calon presiden" (capres). Hal ini karena kita yang akan menentukan calon pemimpin Bangsa Indonesia periode 2014-2019. Tidak hanya itu, kita juga harus mencermati tingkat popularitas, elektabilitas dan juga eligibilitas capres yang sudah mulai beredar dan semakian gencar belakangan ini.
Dalam tulisan ini yang dimaksud "capres" berbeda dengan capres pilpres, karena menurut UU Pilpres, Calon presiden (capres) adalah Calon Presiden yang secara resmi ditetapkan oleh KPU setelah diajukan oleh Partai atau gabungan Partai peserta pemilu serta memenuhi persyaratan (eligible) pencalonan.
Masih dalam semangat merayakan Soempah Pemoeda, saya akan berbagi untuk kalangan pemilih pemula kunci penting dalam mencermati 'capres". Salah satu hal yang layak dicermati dalam soal "capres" adalah tentang Elektabilitas dan Eligibiltas. Kedua konsep ini penting dipahami para pemilih pemula, sebelum menentukan sikap dukungan terhadap seorang "Capres".
Elektabilitas"Capres"
Elektabilitas berarti tingkat keterpilihan seorang "Capres". Jika Anda mendengar atau membaca tulisan "berdasarkan survey yang dilaksanakan Oktober 2013, elektabilitas Capres A 15%", itu berarti tingkat keterpilahan Capres A, adalah 15%. Dengan kata lain, Bakal Capres A akan dipilih oleh 15% pemilih diseluruh Indonesia, jika Pilpres diselenggarakan pada saat survey dilaksanakan.
Tingkat elektabilitas seorang "Capres" terkait sangat erat dengan tingkat kesukaan/penerimaan para pemilih terhadap "Capres" bersangkutan. Sekalipun tingkat kesukaan/penerimaan para pemilih ini dipengaruhi pengenalan mereka terhadap "Capres" bersangkutan, tetapi subyek yang menentukan tetaplah si pemilih itu sendiri. Beragam pertimbangan, tidak jarang sangat subyektif, bisa menjadi dasar untuk bersikap suka atau sebaliknya terhadap seorang "Capres". Mulai dari pertimbangan mistik, semangat solidaritas kelompok, sentimen ideologis, sampai dengan memilih karena pertimbangan rasional, atau berdasar pertimbangan akal sehat. Yang pasti di dalam pemilu, pemilih benar-benar memiliki kedaulatan untuk menentukan "Capres" yang mana yang ia pilih sebagai Presiden. Inilah salah satu esensi demokrasi.
Dalam upaya meningkatkan elektabiltas, seorang "Capres" akan melakukan berbagai kegiatan sosialisasi, branding diri/pencitraan dan pendekatan kepada pemilih melalui berbagai macam cara. Tujuannya adalah supaya dikenali, kemudian disukai dan pada akhirnya dipilih pada Pilpres 2014 nanti. Kegiatan itu disebut kampanye. Banyak jenis kampanye yang dilakuakn seorang "capres". Ada yang melakukan aksi populis, ada yang umbar janji-janji, juga ada yang  "tembak kanan kiri" terhadap lawan-lawan politiknya. Bahkan ada yang menumpang program resmi pemerintah.
Namun adapula "capres" yang sungguh-sungguh mempersiapkan diri secara matang dalam setiap tahapan. Mulai dari memenangkan kontestasi dalam pemilihan ketua umum partai politik, penetapan "capres" melalui musyawarah pimpinan dan dilanjutkan dengan penyusunan blue Print pembangunan Indonesia secara terukur dan terencana.
Pada titik inilah dituntut kecerdasan pemilih, terutama pemilih pemula untuk menggunakan rasionalitasnya dalam menentukan "capres". Pemilih pemula/pemuda merupakan generasi pewaris masa depan kepemimpinan bangsa Indonesia. Peran pentingnya sangat dibutuhkan dimasa yang akan datang. Selain sebagi subyek, pemilih pemula juga sekaligus obyek yang akan merasakan akibat baik dan buruk jika salah memilih pemimpin. Karena jumlahnya yang sangat besar, hampir 37 %, maka tidak berlebihan jika dikatakan "Saatnya, yang muda yang menentukan arah dan masa depan bangsa".
Eligibilitas"Capres"
Eligibiltas "capres" secara sederhana diartikan dengan hal-hal yang berkaitan dengan keterpenuhan syarat-syarat atau aturan undang-undang yang berlaku. Eligibilitas berlaku bagi capres dari partai manapun. Faktor-faktor yang yang menentukan eligibilitas capres adalah parliamentary threshold (PT) yang mengharuskan pencalonan seorang capres memiliki suara minimal 20 persen kursi DPR Ri atau 25 % suara pada pilihan umum anggota legislatif (pileg). Hal ini menyebabkan belum tentu calon-calon yang sekarang memiliki popularitas tinggi akan berhasil memenangkan kontestasi tersebut.
Elektabilitas atau tingkat kemampuan partai dalam menjaring suara pemilih tidak menjadi satu-satunya alasan "capres" tersebut akan terpilih. Sekalipun memiliki elektabilitas yang tinggi, namun tidak memenuhi persyaratan (uneligible), maka dapat dipastikan "capres" tersebut kalah sebelum bertanding alias tidak bisa mencalonkan diri sebagai capres.
Jika merujuk pada eligibilitas, maka dapat dipastikan bahwa pemilihan umum calon presiden-wakil presiden (pilpres) hanya akan diikuti oleh 3 pasangan calon presiden dan wakil presiden. Salah satu capres yang dapat dipilih adalah capres yang partainya potensial mendapatkan dukungan suara minimal 25 % suara pileg.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H