Bahkan, saya cukup lama memendam keinginan makan heci dalam versi aslinya (menurut saya tentunya) karena susah mencarinya di Jakarta dan istri juga belum juga meluluskan permintaan saya. Â Bukan apa-apa, membuat heci versi asli itu harus memakai cetakan sendok sayur logam yang khusus, tidak boleh diguinakan untuk masak sayur atau lainnya. Â Kalau tidak, adonan heci akan lengket dan susah dikeluarkan dari cetakan saat sudah digoreng. Â Jadi, dari pada ribet, menggorengnya ya tanpa cetakan saja. Â Dibuat tebal agak kental, sebab kalau cair nanti adonan akan melebar. Â Â
Namun, berbekal eksperimen yang berulang kali, akhirnya istri tahu cara membuat heci yang mudah, yaitu dengan menggunakan sendok sayur logam baru dan tidak pernah menggunakannya untuk yang lain. Â Begitu selesai dipakai mencetak dan mengggoreng heci, maka sendok tadi langsung dicuci dan disimpan rapi hingga nanti digunakan untuk menyetak heci lagi.
Jadi, sekarang ini jika saya sudah benar-benar kangen dengan si heci bertabur kacang goreng, istri sudah siap menyiapkannya dengan mudah. Â Tapi kalau saya lagi benar benar ingin saja ya. Â Kalau tidak ya cukup dibuatkan bakwan sayur biasa tanpa dicetak atau cukup membeli dari warung nasi uduk tetangga yang kali ini bentuknya tipis mirip peyek itu.
Tapi tidak masalah, sudah biasa. Pengalaman mencicipi aneka makanan yang sebenarnya sejenis ini mengajarkan pada saya bahwa saya cukup beruntung tinggal di Indonesia. Â Tinggal di negara yang cukup intens mengajarkan pada saya arti keberagaman budaya. Â Termasuk budaya makanan heci ini.
Tangerang Selatan. 30 Juli 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H