justify;line-height:normal">Hatta
Rajasa, Generasi kedua Salman
justify;line-height:normal">
justify;line-height:normal">Habibie
berkunjung ke Boston. Ketika membaca nama yang mendampingi beliau, saya sudah
penasaran apakah beliau puteri Bang Imaduddin Abdulrahim, pelopor/aktivis
Masjid Salman bersama dengan Bapak T.M. Soelaiman, A. Sadali dan A. Noekman,
arsitek yang mendesain masjid. Nama masjid Salman, diberikan oleh Presiden
Soekarno, karena Salman Alfarisi (yang asal Iran) adalah seorang teknokrat yang
mengusulkan pembangunan parit di perang Khandak. Itulah salah satu kunci
kemenangan saat itu. Bagi Bung Karno, dengan spontan beliau mengusulkan nama
'Salman' untuk masjid tempat mendidik calon-calon teknokrat. Bung Karno bisa
spontan, karena wawasan beliau, jam terbang baca meliputi segala macam. Sejak
masih mahasiswa ITB, Bung Karno sudah kutu buku, bahkan mungkin sejak masih di
Surabaya dalam asuhan Pak Tjokro. Oleh teman kost di rumah Ibu Inggit di
Bandung, Bung Karno sudah dikenal suka pidato dengan memakai gerakan tangan di
dalam kamar. Ya, beliau memang mempersiapkan diri menjadi pemimpin dari sebuah
negeri baru, membekali diri dengan segenap keahlian yang harus dimiliki.
Berwawasan luas, dan pandai dalam mengemukakan gagasan. Tidak gagap.
justify;line-height:normal">
justify;line-height:normal">Saya
pernah berjumpa Bang Imad dan Pak Nu'man, tentu silaturahim yang membahagiakan
bahwa 'tidak sengaja' berjumpa puteri beliau. Mengingatkan kembali jejak
panjang, rantai sebuah 'pendidikan informal'. Setahu saya, Salman adalah
'masjid kampus' pertama di Indonesia untuk kampus 'sekuler'. Saya sudah
agak-agak lupa sejarahnya, tapi memang selalu dipersulit saat itu. Sekiranya
Bung Karno yang alumni ITB bukan presiden, mungkin masjid tidak pernah
kesampaian.
justify;line-height:normal">
justify;line-height:normal">Dugaan
kami benar bahwa beliau adalah puteri Bang Imad. Maka kami sampaikan betapa
kami yang pernah digembleng di Salman, layak berbangga, karena kader 'tulen'
Salman maju sebagai cawapres. Beliau menambahkan bahwa bapaknya lah yang
menjadi mentor Hatta di Salman. Sebagai gadis kecil, beliau biasa duduk dan
menghabiskan waktu di sekretariat Salman. Hatta adalah generasi kedua Salman,
yang dipelopori oleh bapaknya. Generasi ketiga ikon-nya Pak Hermawan K.
Dipojono yang menjadi mentor kami. Sekarang berarti sudah generasi kelima.
Sebelum kami berangkat ke US, kami sempat ikut timses kandidat ketua Ikatan
Alumni ITB. Saat itu ada lima calon salah satunya Hatta, bersamaan dgn kongres alumni
Salman yang mengusung slogan "Dari Salman untuk Indonesia".
justify;line-height:normal">
justify;line-height:normal">Pada
hari yang sama, saya berkesempatan berjumpa beberapa alumni senior ITB
(sekaligus alumni Salman). Salah satu 'kesimpulan' menariknya, kalau mendukung
nomer SATU tidak perlu koar-koar, tidak usah perang Avatar. Dua hari sebelumnya
Habibie berkata, bahwa siapapun presidennya tidak masalah karena yang penting
cawapres-nya teknokrat. Senior saya sesama alumni mengatakan pilih Hatta yang
teknokrat 'tulen'. Soekarno lulus dari ITB, Habibie pernah kuliah di ITB
sebelum pindah ke Jerman, sudah saatnya ITB 'mensedekahkan' alumninya sebagai
wakil presiden (5-10 tahun lagi presiden ;-p).
justify;line-height:normal">