Mohon tunggu...
Arif Wahyu Setiyadi
Arif Wahyu Setiyadi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Prodi Ilmu Komunikasi 24/23107030031

Izin memperkenalkan diri, saya Arif Wahyu Setiyadi, orang ngapak asli dari Purbalingga yang masih belajar dan perlu bimbingan. Arif ini hobi bermain games on line untuk menghibur diri, juga hobi traveling, solo riding dengan motor kesayangan nya.

Selanjutnya

Tutup

Trip

Bunker Kaliadem: Saksi Bisu Tragedi Letusan Merapi yang Mengenaskan

16 Juni 2024   19:57 Diperbarui: 16 Juni 2024   20:00 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi 

Bunker Kaliadem merupakan salah satu saksi bisu keganasan letusan Gunung Merapi. Terletak di lereng selatan Gunung Merapi, tepatnya di Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta, bunker ini menjadi tempat perlindungan darurat bagi warga sekitar saat terjadi erupsi. Namun, bunker ini juga menyimpan cerita kelam yang menjadi bagian penting dari sejarah bencana alam di Indonesia.

Pemerintah setempat membangun Bunker Kaliadem pada tahun 2001 sebagai tanggapan atas aktivitas vulkanik Gunung Merapi, yang sering membahayakan penduduk di sekitarnya. Rencananya bunker ini dibuat untuk menampung warga yang tidak sempat mengungsi dari lokasi bahaya ketika Merapi meletus. 

Lokasi Kaliadem dipilih karena berada di dekat pemukiman yang rentan terhadap letusan.Bunker ini terdiri dari dua ruangan utama yang dihubungkan oleh sebuah lorong pendek. Dibangun dengan bahan beton tebal, bunker ini dirancang untuk menahan panas dan tekanan dari aliran piroklastik dan awan panas yang sering menyertai letusan Merapi.

Bunker ini menjadi terkenal karena erupsi besar Gunung Merapi pada 14 Juni 2006. Dua relawan, Sarjono dan Kenteng, berlindung di dalam bunker ini. Mereka bertanggung jawab untuk mengawasi aktivitas di gunung dan memberikan peringatan kepada warga. Karena letusan terjadi dengan cepat, mereka tidak memiliki waktu untuk melarikan diri ke tempat yang lebih aman, jadi mereka terpaksa memilih untuk masuk ke dalam bunker.

Gunung Merapi mengeluarkan awan panas yang memiliki suhu hingga 600 derajat Celcius dan kecepatan hingga 100 km/jam. Dalam keadaan darurat ini, Sarjono dan Kenteng, dua relawan, berlindung di Bunker Kaliadem di lereng Gunung Merapi. Meskipun mereka berusaha mengevakuasi penduduk, mereka terjebak di dalam bunker. Sayangnya, untuk kedua relawan, bunker yang seharusnya menjadi tempat perlindungan berubah menjadi kuburan.

Aliran piroklastik yang sangat panas dan cepat mengubur bunker dalam abu vulkanik yang tebal, menutup jalan keluarnya. Kedua relawan tewas di dalam bunker karena panas aliran piroklastik yang ekstrem, yang mencapai suhu lebih dari 600 derajat Celcius. Mereka juga dehidrasi karena panasnya. Dalam bunker, suhu dapat mencapai 80 hingga 130 derajat Celcius, dan para relawan mengalami luka bakar hingga derajat IV yang sudah mencapai organ dalam mereka.

Ketika tim penyelamat akhirnya bisa mencapai bunker beberapa hari kemudian, mereka menemukan tubuh kedua relawan dalam kondisi yang mengenaskan. 

Jasad Sarjono ditemukan di depan pintu masuk bunker, sedangkan jasad Kenteng ditemukan di dalam bak toilet yang ada di dalam bunker. Kedua relawan tersebut meninggal dunia karena terjebak di dalam bunker yang tidak didesain untuk dapat menahan material panas. Tragedi ini menjadi salah satu tragedi paling menyedihkan dalam sejarah erupsi Gunung Merapi.

Peristiwa tragis ini mengungkapkan kekurangan dari desain bunker yang ada saat itu. Walaupun bunker mampu menahan tekanan fisik dari aliran piroklastik, namun panas yang masuk melalui celah-celah ventilasi tidak dapat dihindarkan. Hal ini mengakibatkan suhu di dalam bunker menjadi sangat tinggi dan mematikan.

Setelah tragedi tersebut, bunker Kaliadem tidak lagi digunakan sebagai tempat perlindungan darurat. Kini, bunker ini menjadi destinasi wisata yang menarik banyak pengunjung yang ingin melihat secara langsung sisa-sisa sejarah kelam dari letusan Gunung Merapi. Pengunjung dapat melihat struktur bunker yang masih kokoh meskipun sudah tertutup oleh lapisan tebal abu vulkanik.

Di sekitar bunker, terdapat berbagai papan informasi yang menjelaskan sejarah dan tragedi yang pernah terjadi di tempat ini. Para wisatawan dapat menyaksikan langsung bagaimana dahsyatnya kekuatan alam yang dihasilkan oleh letusan Merapi. Selain itu, pengunjung juga dapat menikmati pemandangan alam sekitar yang indah, meskipun terasa sedikit ironis mengingat lokasi tersebut pernah menjadi saksi bisu dari peristiwa tragis.

Bunker Kaliadem juga menjadi pengingat akan pentingnya kesiapsiagaan dan perencanaan yang matang dalam menghadapi bencana alam. Tragedi yang menimpa Sudarwanto dan Riyadi menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah dan masyarakat dalam meningkatkan sistem peringatan dini serta memperbaiki infrastruktur perlindungan yang lebih baik dan aman.

Bunker Kaliadem di lereng Gunung Merapi adalah simbol dari usaha manusia untuk melindungi diri dari kekuatan alam yang luar biasa. Namun, tragedi yang terjadi pada tahun 2006 menunjukkan bahwa usaha tersebut harus disertai dengan pemahaman yang mendalam mengenai bahaya yang dihadapi dan teknologi yang memadai. Saat ini, bunker Kaliadem menjadi tempat untuk mengenang dan belajar dari masa lalu, sekaligus mengingatkan kita akan pentingnya kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana alam di masa depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun