Mohon tunggu...
Arif Uopdana
Arif Uopdana Mohon Tunggu... Lainnya - uopdana 1993

Fakir ilmu

Selanjutnya

Tutup

Nature

PT. Aneka Tambang, Tbk. Antara peluang dan ancaman bagi Pegunungan Bintang, Papua

20 Mei 2020   13:47 Diperbarui: 8 Juni 2020   18:40 1444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lebih dari itu, semua pihak juga dapat belajar apa artinya transparansi, akuntabilitas serta semua langkah prosedural yang dibutuhkan untuk terlaksananya sebuah investasi yang aman danprofitable demi kesejahteraan hidup bersama (common good).

Ada beberapa faktor kontekstual yang berperan dalam melahirkan konflik di sektor pertambangan (Bdk. Bebbington et al., 2008). Para pakar tetap konsisten pada temuan mereka bahwa kelalaian dan kurangnya koordinasi oleh pihak manajemen perusahaan telah menjadi penyebab terjadinya konflik antara korporasi dan warga komunitas setempat.

Dampak negatif yang menimbulkan eskalasi konflik yang lebih besar ketika penambangan terjadi di atas tanah komunal atau adat (hak ulayat masyarakat adat), di mana terjadi benturan paradigma, persepsi, pemaknaan nilai-nilai kearifan lokal antara korporasi dan masyarakat adat setempat berkaitan dengan tanah dan segenap pranata budayanya.

Dalam banyak kasus, korporasi hanya melihat tanah dan segenap kekayaannya dalam perspektif ekonomi-bisnis (nilai komoditi). Sementara itu, tanah bagi sejumlah masyarakat adat Nusantara, memandang tanah dalam perspektif kultural sebagai ibu yang memberi makan kepada mereka. Ibu tanah ini harus dirawat dan dipelihara, bukannya dijual untuk dihancurkan.

Jika membaca alur historis dari kehadiran dan aktivitas pertambangan di sleuruh wilayah Nusantara, maka hampir pasti bahwa semua perusahaan pertambangan tidak luput dari konflik, meski secara yuridis telah mengantongi Izin Usaha Pertambangan dari Pemerintah setempat.Fakta historis ini nampaknya tidak pernah mendapatkan sebuah solusi yang tepat, khususnya dari para pengambil kebijakan di negeri ini. Disinyalir bahwa hingga saat ini Pemerintah belum menyediakan seperangkat peraturan yang dijadikan pedoman resolusi konflik di wilayah pertambangan.

Pedoman tersebut mestinya menjadi semacam seperangkat proses, langkah dan tahapan yang dapat digunakan untuk penyelesaian konflik pertambangan demi jaminan kepastian sebuah investasi. Lebih dari itu, pedoman tersebut dapat dimanfaatkan untuk menjamin hak-hak masyarakat kecil dan semua pemangku kepentingan yang terlibat di dalam konflik pertambangan.

Karena itu, satu hal yang paling penting untuk meminimalisir konflik pertambangan adalah membangun hubungan, konsultasi dan partisipasi yang baik di antara multi stakeholders.

Kesimpulan :

Kegiatan pertambangan akan memberikan dampak positif dan dampak negatife terhadap aspek lingkungan, sosial, ekonomi, dan politik pada suatu daerah. Kualitas hidup masyarakat akan berubah baik kualitas fisik ataupun non-fisik. Dengan melihat historis konflik akibat kegiatan pertambangan di Indonesia yang sering terjadi disebabkan oleh adanya konflik kepentingan dalam pemanfaatan lahan, kurangnya sosialisasi dan transparasi mengenai keluarnya izin perusahaan untuk melakukan kegiatan di suatu daerah, dan kurang didengarnya aspirasi masyarakat oleh pemerintah dan perusahaan, bahkan sering aksi-aksi masyarakat untuk menyampaikan aspirasi di sikapi dengan represif oleh pihak kemanan. Sehingga masyarakat mengalami kebuntuan dan membuat masyarakat masuk ke dalam pusaran konflik.

Saran :

  • Pemerintah Kabupaten harus berkoordinasi dengan pemerintah provinsi harus memiliki kajian terkait dampak-dampak yang akan ditimbulkan untuk mempertimbangkan pemberian izin kegiatan perusahaan, bukan hanya pertimbangan secara administrasi.

  • Pemerintah juga harus transparan dan melakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait rencana masuknya investasi di daerah yang memiliki dampak bagi masyarakat dengan melibatkan tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat, LSM, tokoh pemuda. Juga, harus memiliki resolusi konflik untuk meminimalisir terjadinya konflik  di wilayah pertambangan.

    HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    4. 4
    5. 5
    6. 6
    7. 7
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Nature Selengkapnya
    Lihat Nature Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun