SEMIOTIK DAN PINOKIO DEMOKRASI
by ARIFULHAK ATJEH
Bahasa sebagai media komunikasi digunakan untuk menciptakan makna dalam berbagai konteks budaya, sosial, dan bahasa. Kajian ini dikenal sebagai semiotika,diperkenalkan oleh  seorang filsuf bernama Charles Sanders Peirce pada abad ke-19 dan kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh seorang pakar linguistik bernama Ferdinand de Saussure.
Dalam semiotika, tanda-tanda dapat berupa kata, gambar, atau simbol yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau makna tertentu. Sebagai tanda verbal, bahasa merupakan media ekspresi pikiran manusia yang melambangkan sesuatu yang lain.
Bahasa tidaklah merepresentasikan apa yang sebenarnya atau sesuatu yang sebenarnya. Sebagai contoh benda meja berbeda dengan kata /meja/. Kata /meja/ bukanlah benda yang sebenarnya karena hanya mewakili benda meja. Ini berarti pada hakikatnya bahasa adalah bohong. Oleh karena bohong, maka bahasa dapat digunakan untuk mengungkapkan kebohongan dan kebenaran.
Akan tetapi, dibalik kebenaran, belum tentu ada kebohongan. Sebabnya adalah kebohongan merupakan derivasi atau turunan yang menyimpang dari kebenaran. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa kalau tidak dapat dipakai untuk mengungkapkan kebohongan, bahasa tidak dapat juga untuk mengungkapkan kebenaran (Bariyadi,IP)
Kebohongan berasal dari kata bohong plus imbuhan ke-an. Secara leksikal, menurut kamus  Merriam Webster, bohong (lie: kata benda) diartikan sebagai sebuah tindakan berbohong. Berbohong (kata kerja) memiliki arti (1) membuat pernyataan tidak benar dengan maksud menipu dan (2) membuat kesan salah.
Kata bohong terdapat pada kata berbohong, membohongi, dan pembohong.Kata berbohong bermakna 'menyatakan sesuatu yang tidak benar'. Kata membohongi memiliki makna 'menyatakan sesuatu yang tidak benar kepada seseorang'.Kata pembohong berarti 'orang yang membohongi'.
JENIS KEBOHONGAN
Ada beberapa jenis berbohong sesuai dengan kepentingannya.Yang Pertama, berbohong dengan mengganti sesuatu dengan yang tidak sebenarnya.Cara ini disebut sebagai memalsukan.Contoh memalsukan ijazah,tanda tangan,surat-surat penting atau dokumen lainnya.Di kampus, kebohongan ini dikenal dengan sebutan plagiat murni yakni menggantikan nama pengarang atau penulis sebuah karya tulis dengan namanya sendiri.Di pengadilan, kebohongan juga dikenal sebagai kesaksian palsu atau mengganti kesaksian yang benar dengan kesaksian yang tidak benar.
Kedua,berbohong dengan mengutip sebagian kecil sebuah pendapat yang dikenal sebagai tindakan manipulative yakni dengan sengaja menghilangkan nara sumber dari sebuah karya ilmiah.
Ketiga,berbohong dengan menambah sesuatu hal.Contoh, dalam pengajuan anggaran suatu proyek terjadinya mark up harga sehingga menjadi lebih mahal dari harga yang dipatok sehingga seseorang bisa mendapatkan keuntungan dari harga tersebut.
Selain itu, kebohongan lain yakni berbohong mengarang cerita fiktif,tidak menepati janji,tidak mengakui kesalahan,dan mengaku memiliki profesi tertentu.
Profesor Victoria Talwar dari Departemen Psikologi Pendidikan dan Konseling, Univeristas McGill dalam The Truth About Living (2022) menyebut bahwa secara umum terjadinya kebohongan adalah alasan dari mementingkan diri sendiri hingga altruistik.
Orang yang membiasakan dirinya berbohong, cenderung akan terus berbohong. Karena ia menganggap hal tersebut  sebagai bentuk kewajaran; atau, sebagai tindakan untuk menutup tindakan bohong sebelumnya. Seperti tindakan korupsi---awalnya sedikit, aman, tidak ada yang tahu, dan menjadi biasa akhirnya melakukan tindakan korupsi yang massif.
BERBOHONG ALA PINOKIO
Orang yang pernah membaca komik atau menonton film animasi dipastikan akan kenal yang namanya Pinokio. Pinokio adalah tokoh novel anak-anak Petualangan Pinokio karya penulis Italia, Carlo Collodi. Pinokio, boneka buatan yang hidup, yang digambarkan memiliki hidung akan memanjang setiap kali berbaring.Tidak ada batasan panjang hidung Pinokio. Hidungnya tumbuh saat ia berbaring dan bisa tumbuh begitu panjang hingga ia tidak bisa melihat hidungnya "melalui pintu kamar".
Dalam cerita dongeng yang dikisahkan, boneka kayu Pinokio buatan Mr Gepetto akan memanjang hidungnya setiap kali berbohong. Meski belum benar-benar jadi panjang, penelitian membuktikan bahwa tanda-tanda orang berbohong memang ada di hidung.
Meskipun hanya sebuah dongeng namun dalam keseharian, kita bisa menyaksikan betapa banyak kata,frase, klausa maupun kalimat yang beranalogikan dengan Pinokio ini. Namun satu hal yang menjadi catatan yakni bahwa mereka yang bertindak bahasa Pinokio  memiliki  kepercayaan diri yang tinggi di depan publik meski disindir mulai tingkat halus sampai dengan yang kasar sekalipun.
Saat ini di berbagai media sosial masyarakat dengan mudah mengakses berbagai kecaman terhadap para tokoh lokal,nasional maupun internasional ketika berbicara di depan publik menjadi bahan perbincangan. Bahkan sekelas Presiden Joko Widodo saat menyampaikan Pidato Kenegaraan dalam Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR-DPD, Rabu (16/8/2023) pun pernah mengatakan ada yang menyebut dirinya bodoh, firaun hingga tolol. Beliau mengaku tak masalah, namun dia mengaku sedih karena budaya santun menghilang.
Kenapa sampai demikian ? Ya,sopan santun, atau juga dikenal sebagai tata krama, merupakan salah satu ciri khas masyarakat Indonesia. Sejak dahulu kala, bangsa Indonesia dikenal dengan keramahannya, kesopanannya, serta adat istiadat yg dijunjung tinggi. Namun, derasnya informasi menyebabkan degradasi di berbagai bidang terutama perubahan perilaku masyarakat yang berbudaya sopan santun.......
#Medan@Kolong Sepi, 05 Januari 2024/23 Jumadil Akhir 1445 H#
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H