Apakah saya lancar menjalankan program ini? Haha, I wish I could. Harapannya begitu. Faktanya, selama 20 hari itu, sebagian besar saya menyetor mepet-mepet jam dead-line. Hehe.Â
Yang paling menantang adalah saat kami diminta menuliskan cerita dengan setting jaman baheula, atau cerita horor. Duh, cerita horor tidak terlalu saya kuasai atau tepatnya, suka. Tapi, mau tidak mau, saya harus setor.Â
Jadi, tak heran untuk beberapa tantangan, saya mengalami stuck ide jelang jam-jam deadline. Blank! Pernah satu waktu saya baru dapat ide sore hari ketika sedang naik LRT menuju pulang ke rumah. Saya memutuskan untuk turun di stasiun LRT Cawang (seharusnya turun di Stasiun Cikunir 1 - artinya masih ada 3 stasiun lagi) yang merupakan stasiun transit yang saya tahu ada outlet mini market yang menyediakan bangku dan meja.Â
Setelah membeli makanan dan minuman saya segera ambil tempat duduk, buka laptop dan sat-set, sat-set mengetik dengan penuh ketegangan. Saya sempatkan baca lagi cerpennya, edit sana-sini, lalu beberapa menit kemudian, done, kirim!Â
Kejadian seperti itu berulang beberapa kali. Seperti berpacu dengan waktu dan ide yang mentok. Haha. Kembali ke pertanyaan, kok saya mau ya memaksakan diri seperti itu. Hehe.Â
Kemampuan maksimal manusia
Begini, saya pernah membaca satu ungkapan yang menyatakan bahwa kemampuan maksimal manusia itu baru muncul dalam kondisi terpepet. Jadi, saya memang memepetkan diri agar terlatih mengeluarkan kemampuan maksimal saya, di usia yang tidak muda lagi ini.Â
Beberapa peserta ada yang rontok di tengah jalan. Artinya, mereka tidak bisa setor setiap hari. Lewat dari jam dead line. Ya, tentunya mereka diperkenankan lanjut terus ikut program. Bedanya mereka tidak diikutsertakan dalam penilaian lomba.Â
Meski hadiahnya tidak terlalu besar, tapi ya itu tadi, pengalaman memaksakan diri sehingga kemampuan maksimal muncul dengan sendirinya. Ini yang tak ternilai harganya dan melebihi harga hadiah lomba.
Dua cerpen terbaik
Di akhir program, kami para peserta diminta memilih dua cerita terbaik yang akan dibukukan. Saya sendiri memilih satu cerita yang berhubungan dengan gambar Menara Eiffel, satu lagi saya pilih terkait tentang persahabatan dan keluarga (tantangannya menempatkan satu kalimat persis di paragraf dan baris tertentu).
Cerita yang terkait dengan gambar Menara Eiffel, setelah direvisi lagi, saya beri judul "Antara Menara Eiffel dan Gaza". Cerpen ini memang berkisah tentang dua keluarga berkebangsaan Indonesia dan Palestina yang bertemu di Paris, Prancis. Cuplikan kisahnya saya beberkan di tulisan berikunya saja ya. Hehe.
Cerpen satu lagi saya beri judul "Benci tapi Rindu Papa" yang berkisah tentang persahabatan sejati sepasang anak muda, tapi ... ah, sudahlah di tulisan berikutnya saja ya. Haha.