Membaca hubungan keluarga dan sosial
Hari pertama puasa (baik tarawih, sahur dan berbuka) umumnya dilaksanakan bersama keluarga. Begitu juga dengan malam takbiran sebagai malam penutup Ramadhan.Â
Ini momen yang menggembirakan dan paling ditunggu. Bahkan, banyak kantor yang memberikan waktu leluasa (pulang lebih cepat) pada malam-malam itu.
Dari keluarga, acara buka bersama (bukber) itu pun berkembang ke teman-teman yang tergolong mantan -- satu sekolah, kampus, kantor, dll. Sehingga acara bukber ini hubungan keluarga dan sosial pun -- seharusnya -- kita membaca lebih dari sekadar bukber.Â
Sayangnya, acara bukber malahan menjadi lebih penting ketimbang ibadah wajib dan sunnah Ramadhan. Ini terjadi biasanya jelang akhir Ramadhan.
Sejatinya bukber keluarga dan teman-teman bisa meningkat menjadi, misalnya, I'tikaf bersama. Tapi, ya begitulah ... kita memang bangsa yang hobi atau sangat suka dengan seremoni kumpul-kumpul dalam hal di luar ibadah.
Belum lagi perihal menghormati orang berpuasa yang selalu muncul pendapat pro-kontra. Ini selalu terjadi hampir setiap tahun. Sama-halnya boleh tidaknya mengucapkan 'selamat' untuk ritual agama lain.
Apa yang saya ungkapkan ini murni pendapat pribadi saya yang belum tentu benar dari sisi pendapat Anda para pembaca yang terhormat.Â
Ini pengalaman yang saya terapkan berdasarkan konklusi saya dari berbagai pendapat dan ilmu para ulama dan para ahli fiqh yang saya saksikan dan dengar baik secara langsung (offline) maupun online. Ini bagian dari pribadi saya yang ingin membaca kemajuan teknologi saat ini lebih dari sekadar harfiah.
Semoga dari artikel ini, Anda bisa turut membaca lebih dari harfiah kata 'puasa' dan 'Ramadhan'. Bagi yang memiliki ilmu lebih dari saya, yakinlah bahwa Anda bisa lebih memaknai lebih dari yang saya lakukan. Wallahu a'lam bishawab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H