Sudah lama Muji naksir Yuni. Tapi, ia tak berani mengungkapkan rasa sayangnya pada gadis pujaannya itu. Yuni, anak majikan Muji, memang manis. Kulitnya putih bersih. Orang-orang desa bilang kalau ia minum kopi, maka di tenggorokannya akan terlihat aliran kopi menuju perut, saking putih kulit Yuni.
"Yuni Shara mah lewat," puji Muji suatu hari ketika ia bercerita tentang Yuni pada karibnya, Anto.
"Tapi, nama depannya sama ya?" tanya Anto sambil matanya menerawang membayangkan wajah Yuni idaman Muji.
"Ya kebetulan aja, lur," jawab Muji yang sudah tiga tahun bekerja di perusahaan ayah Yuni.
"Trus, kenapa kamu gak berani lamar dia?" Anto bertanya polos dengan logat kental Jawa-nya, sepolos buku pelajaran anak sekolah yang di awal mata pelajaran baru.
"Heeeh pentol korek! Kamu tuh baru kenal aku kemaren ya?" sergah Muji. "Dia kan anak majikanku. Mana mungkin dia mau sama aku?"
"O iya yaaa ... " kata Anto sambil nyengir kuda -- persis Dono dari Warkop DKI.
Muji kemudian ambil hape-nya. Buka aplikasi WA.
"Toooo ... Antooo ... ini ... ini ... beneran gak yaaa???" Tiba-tiba Muji melotot melihat hapenya.
Anto mendekat dan lihat WA di hape Muji. "Wadduhhh ... ya bener tuuh, Jiii .. itu kan WA dari Yuni My Lovely Dream. Itu nama panjang Yuni?"