"Takut akan TUHAN adalah permulaan hikmat". Demikianlah, tema utama yang membingkai kitab Amsal. Tema tersebut muncul di awal (Ams 1:7), di tengah (Ams 9:10, 15:33) dan pada akhir kitab (Ams 31:30). Lalu bagaimana tema utama ini bisa memberikan panduan bagi kita untuk bisa menjalani cara hidup yang tepat di bumi yang semakin panas, terutama sebagai dampak dari perilaku dan aktivitas manusia selama ini?
Refleksi ini ditulis di tengah luapan berita tentang cuaca ekstrim dan gelombang panas yang terjadi di Asia. Myanmar, Thailand, India, Bangladesh, Laos, Vietnam, Nepal, China mencatatkan suhu tertinggi harian nasional di atas 40oC di masing-masing wilayahnya.Â
Menurut Straits Times, suhu harian nasional paling tinggi dirasakan di Myanmar, 45oC. Pada bagian lain, Philippines, Singapore dan Indonesia juga mengalami suhu tinggi, walaupun masih di bawah 40oC. Suhu harian tertinggi terjadi di kota Kumarkhali, Bangladesh: 51,2C pada 17 April 2023. Beberapa tahun sebelumnya, tahun 2016, WMO (World Meteorological Organization) melaporkan suhu tertinggi: 54oC, saat terjadi gelombang panas di Mitribah di Kuwait.Â
Rekor tersebut menjadikan Mitribah sebagai tempat paling panas di Asia. Bumi dan alam seperti mencoba kembali berkomunikasi dengan manusia, mengingatkan lagi bahwa cara hidup sebagian besar manusia sudah merusak keseimbangan alam. Pemanasan global bukan hanya dongeng atau khayalan beberapa orang saja.
Kitab Amsal berusaha meyakinkan orang pada suatu cara hidup yang tepat, tidak terkecuali dalam interaksi antara manusia dengan alam. Manusia diberi anugerah dari Allah untuk menaklukkan bumi dan berkuasa atas makhluk hidup lain (Kej 1:28). Tugas manusia adalah mengusahakan dan memeliharanya (Kej 2:15).Â
Mari kita belajar cara yang tepat bagi manusia untuk mengelola dan berinteraksi dengan alam, terutama dari kitab Amsal. Walaupun fokus utama pada kitab Amsal, tentu saja penulis tidak bisa membatasi referensi hanya dari kitab Amsal, tetapi juga akan merujuk pada kitab lain di dalam Alkitab, karena Alkitab adalah satu kesatuan kebenaran dari Allah.
Semoga perjalanan refleksi dan belajar ini menarik, karena kitab Amsal sangat menarik. Pesan untuk melatih kepribadian, membina karakter, memperlihatkan cara hidup yang tepat disampaikan oleh penulis Amsal dalam bentuk yang sangat bervariasi. Mulai dari pepatah, peribahasa, pernyataan, pengalaman, perbandingan, teka-teki dan bahkan celaan.
"Takut akan TUHAN adalah permulaan hikmat" (Ams 1:7) menyadarkan kita bahwa ilmu pengetahuan manusia tidak harus bertentangan dengan iman kepada TUHAN. Paus Yohanes Paulus II pernah memberikan pesan, Fides et Ratio. Iman dan akal budi seperti dua sayap agar kita bisa terbang tinggi, menuju pada kebenaran.
Saat ini kita bisa dengan mudah menyaksikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang luar biasa yang digunakan manusia untuk mengelola bumi. Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan pisau bermata dua. Satu sisi membantu manusia dalam mengelola alam, membuat kualitas hidup manusia yang lebih baik.Â
Sisi yang lain, ada dampak negatif yang sangat mungkin terjadi pada setiap penerapan dari ilmu dan teknologi tersebut. Bahkan, ilmu dan teknologi diterapkan untuk kegiatan yang merusak alam untuk kepentingan pribadi atau golongan, memberikan asupan makanan untuk keserakahan dan kesombongan manusia. Lebih jauh lagi, ilmu dan teknologi digunakan untuk saling menghancurkan.
Teknologi nuklir merupakan teknologi yang sangat efisien dalam menghasilkan sumber daya bagi manusia untuk menjalankan berbagai aktivitas dan kebutuhannya. Teknologi yang sama, yang bisa digunakan untuk menghancurkan kota dan bumi dalam sekejap. Artificial Intelligence (AI) merupakan cara baru untuk membuat sistem dan perangkat yang pintar, dengan penerapan luas untuk mempermudah hidup manusia.Â
AI bisa diterapkan untuk membantu diagnosa atau deteksi awal dari penyakit, mendukung pemasaran yang lebih efektif, otomatisasi berbagai proses produksi dan masih banyak lagi. Teknologi yang sama juga bisa digunakan sebaliknya, untuk hal yang negatif, seperti membangun dan menyebarkan hoax, merusak sistem informasi, terorisme.
Satu sayap tidak akan bisa membuat siapa pun terbang tinggi. Ilmu pengetahuan tanpa iman tidak akan membawa manusia pada kebenaran sejati dan peningkatan kualitas hidup. Kita memerlukan kedua sayap: iman dan akal budi.
Dunia adalah pernyataan dari hikmat Allah (Mzm 19:2). Allah menciptakan alam semesta dari chaos menjadi kosmos, dari ketidakteraturan (Kej 1:2a), menjadi keteraturan (Kej 1:3-25). Setelah proses penciptaan tersebut, Allah pun melihat semuanya itu baik. Allah lebih lanjut melihat semuanya itu sangat baik, setelah menciptakan manusia dari debu tanah, sebagai bagian dari alam semesta (Kej 1:31).
Sehingga manusia harus belajar dan meneladani Sang Hikmat dalam mencipta alam semesta, mengubah ketidakteraturan menjadi keteraturan, dalam harmoni, bukan sebaliknya. Orang yang mengabaikan hikmat yang berawal dari takut akan Allah, berarti mempertaruhkan kebahagiaannya (Ams 8:35-36). Kadang-kadang, tantangannya adalah definisi dari kebahagiaan yang bercampur aduk dengan keserakahan.
Keteraturan dan pola di dalam alam yang diciptakan TUHAN menjadi sumber pengetahuan dan hikmat. Amsal 6:6-11 memberikan contoh bahwa manusia bisa mencontoh dari semut dalam mengambangkan tata laku hidup manusia yang tepat. Pola ini yang menjadi salah satu pendekatan dalam metode ilmiah yang digunakan selama ini dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Pandangan subyektif yang berawal dari pengamatan, dikaji dan dibuktikan secara empiris untuk mencapai kesimpulan yang obyektif dalam suatu siklus yang berulang.
Cerita tentang Sir Isaac Newton yang merumuskan teori gravitasi sebagai salah satu contoh bagaimana manusia mengembangkan ilmu pengetahuan dari pengamatan terhadap pola-pola di alam semesta.
Jika pola di alam semesta menjadi sumber dari ilmu pengetahuan, maka perilaku manusia yang mengganggu keseimbangan di alam semesta akan sangat membahayakan kehidupan manusia itu sendiri. Gejala pemanasan global yang diceritakan di awal tulisan reflektif ini menjadi salah satu bukti nyata.
Amsal 1:1-7 menyampaikan pentingnya mengetahui hikmat, menerima didikan, kebenaran, keadilan dan kejujuran untuk mendapatkan kecerdasan, pengetahuan dan kebijaksanaan. Amsal mempertentangkan hikmat dengan kebodohan. Selanjutnya mari kita belajar beberapa hikmat cara hidup yang tepat menurut Amsal, terutama dalam peran manusia dalam mengusahakan dan memelihara bumi, air dan kekayaan alam di dalamnya.
Pertama, yang menjadi dasar yang sangat penting bahwa kecerdasan, pengetahuan dan kebijaksanaan yang diperoleh bukan untuk menjadi manusia super yang sewenang-wenang, terutama dalam menguasai, menaklukkan dan mengelola alam dan makhluk hidup lainnya. Manusia harus mampu menguasai dirinya. Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang mampu menguasai diri melebihi orang yang merebut kota (Ams 16:32).
Kedua, manusia harus sadar bahwa hikmat manusia terbatas. Hikmat manusia tidak akan bisa menandingi Sang Hikmat, yaitu TUHAN (Ams 21:30-31). Sehingga manusia harus hidup dalam kesadaran dan kerendahan hati. Harapan bagi orang bebal lebih banyak daripada orang yang tinggi hati (Ams 26:12). Pernyataan yang sangat tegas di dalam kitab Amsal.
Ketiga, seperti teladan Yesus bahwa menjadi pemimpin bukan untuk menguasai dengan tangan besi, bukan menjalankan kuasa dengan keras, tetapi seorang pemimpin harus menjadi pelayan (Mat 20:25-28). Manusia yang diberi anugerah untuk berkuasa atas seluruh bumi dan atas segala binatang (Kej 1:26), harus tetap murah hati (Ams 22:9). Mengelola alam dengan tetap memperhatikan kepentingan sesama, segala makhluk dan kelestarian lingkungan hidup.
Sehingga, yang keempat, Amsal mengajarkan cara hidup yang sederhana, tidak mengedepankan keserakahan dan ego.
"Lebih baik sekerat roti yang kering disertai dengan ketenteraman, dari pada makanan daging serumah disertai dengan perbantahan" (Ams 17:1).
Penguasaan alam bukan sekedar untuk memuaskan kepentingan dan keserakahan diri. Seperti pesan paman Ben kepada Peter Parker dalam film Spiderman, "With great power comes great responsibility". Wewenang besar yang dianugerahkan Allah kepada manusia tentu saja membawa konsekuensi. Manusia menjadi yang paling bertanggungjawab dalam memelihara alam, menjaga keseimbangan alam. Manusia harus membangun harmoni dalam kehidupannya di alam semesta ini dalam menjalankan amanat agung, memberitakan kabar baik kepada segala makhluk (Mrk 16:15). Penguasaan atas bumi (Kej 1:26,28) harus disertai dengan penguasaan diri (Ams 16:32).
Temukan juga tulisan lain tentang belajar kehidupan, marketing dan inovasi di https://kopicoklat.com.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H