Kampung adat Mahmud terletak di Kabupaten Bandung, tepatnya di RW 04, Desa Mekar rahayu, Kecamatan Margaasih. Kampung Mahmud merupakan salah satu kampung adat yang masih berdiri sampai saat ini dan kerap dikunjungi oleh wisatawan yang memiliki berbagai tujuan.
Letaknya yang strategis berada di tengah-tengah kota yang dapat dijangkau dengan beberapa menit saja dari Ibukota Kabupaten Bandung, Soreang serta terletak dipinggir Sungai Citarum membuat Kampung Mahmud seringkali dijadikan destinasi yang harus dikunjungi apabila berkunjung ke Kabupaten Bandung. Tetapi, selain letaknya yang strategis Kampung Mahmud juga kerap dikunjungi karena kaya akan nilai-niai edukasi budaya yang kental.Â
Kampung ini memiliki ciri khas yang sangat menonjol, yakni masyarakatnya sangat berpengang teguh pada nilai agama dalam kehidupannya, sehingga masyarakat yang berkunjung sering memiliki tujuan untuk belajar ilmu agama, memperdalam ilmu agama serta mendapatkan pencerahan dari ulama yang ada disana.
Ada beberapa pendapat yang mengatakan bagaimana sejarah berdirinya Kampung Mahmud ini, meskipun semuanya pendapat tersebut menyembutkan Eyang Abdul Manaf sebagai pendiri Kampung Mahmud. Kampung Mahmud bermula setelah kepulangan Eyang Abdul Manaf dari Mekah.Â
Beliau mulanya pergi ke Mekah untuk mempelajari ilmu Agama dan menetap disana dengan waktu yang cukup lama. Sebelum meninggalkan Mekah, sebuah firasat kemudian datang padanya dan berkata bahwa akan datang sebuah bangsa asingakan datang dan menjajah negerinya.Â
Kekhawatirannya akan firasat tersebut kemudian membuatnya berdo'a dengan khusyu disebuah tempat dekat Masjidil Haram yang memiliki sebutan Gubah Mahmud. Di Gubug Mahmud tersebut beliau berdoa supaya bisa pulang ke tempat yang tidak akan terjajah.Â
Setelah sekian lama berdo'a dan memohon petunjuk, beliau mendapat Ilham dan memutuskan kembali dengan membawa segenggam tanah dari Mekah. Dalam perjalanan pulang dengan membawa tanah tersebut, beliau kemudian berkeinginan untuk menyebakan nilai-nilai Islam dengan mendirikan sebuah Kampung.Â
Setelah sekian lama berkeliling mencari lahan yang tepat untuk membangun Kampungnya, Eyang Abdul Manaf kemudian menemukan sebuah tanah berawa yang bentuknya sperti sebuah pulau yang dibelah oleh sebuah sungai. Tanah inillah yang menjadi tampat berdirinya Kampung Mahmud. Kampung Mahmud didirikan pada abad ke-15 Â atau sekitar tahun 1405 M di tanah terpilih tersebut.
Setelah Kampung Mahmud Berdiri, Kampung Mahmud kemudian menjadi salah satu pusatenyebaran agama Islam di Bandung, yang banyak menarik masyarakat untuk berkunjung dan mempelajari ilmu Agama, serta berziarah ke makam Eyang Abdul Manaf. Karena karakteristik kehidupannya yang kental dengan nilai-nilai agama dan suasananya yang asri, banyak orang kemudian memilih menetap dan menikah dengan masyarakat asli kampung Mahmud.Â
Sebagai tempat wisata religi, kampung Mahmud banyak dikunjungi wisatawan baik untuk berziarah, wisata religi ataupun hanya sekedar berkunjung. Namun terkadang memang ada beberapa orang dari luar yang akhirnya menetap disana ataupun menikah dengan perempuan di Kampung Mahmud. Sejak saat itu kampung Mahmud ters berkembang dan mampu bertahan sampai saat ini.
Kampung Adat Mahmud memiliki lahan seluas 16 Ha, yang lahannya dibagi kedalam beberapa bagian, antara lain: pemukiman, makan yang dibagi kedalam dua bagian yakni makan umum dan makam keluarga serta makam Eyang Abdul Manaf, Eyang Agung Zainal Arifi, makam Eyang Agung Abdullah.Â
Selain itu ada lahan untuk dijadikan Gedung untuk Masjid baik masjid lama maupun baru, jalan serta ruang terbuka berupa kebun dan halaman. Kampung Mahmud berdiri diatas tanah yang berawa dengan kandungan air yang cukup tinggi. Oleh karena itu, rumah panggung adalah bangunan paling sesuai dengan kondisi lingkungan seperti ini.Â
Bermula dari menyesuaikan lingkungan, bentuk bangunan Kampung Mahmud ini kemudian menjadi ciri khas yang terus dipertahankan sampai saat ini. Mata pencaharian masyarakat kampung sebagai petani juga mempengaruhi bentuk kampung, yakni rumah-rumah warga dikelilingi oleh kebun.
Tujuan awal berdirinya Kampung Mahmud adalah untuk menghindari penjajah, atau dengan kata lain sebagai tempat persembunyian. Oleh karena itu, Kampung ini dikelilingi oleh Sungai Citarum sebagai pertahanan alami dan bangunannya terpusat kepada Masjid, atau posisi masjid berada ditengah-tengah Kampung. Pada saat berdiri, akses masuk Kampung Mahmud hanya sebuah rakit. Tetapi, saat ini akses masuk ke Kampung Mahmud sudah cukup mudah dan terbuka untuk umum karena adanya jalan dan jembatan.
Masyarakat Kampung Adat Mahmud bisa dikatakan sebagai sebuah komunitas Adat. Ada banyak pengertian mengenai komunitas adat ini, salah satunya adalah menurut Abd. Latif Bustami, beliau berpendapat bahwa komunitas adat adalah sebuah perkumpulan masyarakat yang tinggal di suatu wilayah dengan batas-batas yang sudah ditentukan dan memiliki pedoman adat tersendiri yang dijalankan dalam kehidupan dan adat tersebut menjadi pembeda bagi mereka dan masyarakat lainnya.Â
Sebagai Kampung yang bisa dikatakan terpisah dari kampung lainnya dan mempunyai satu akses masuk saja saat itu, masyarakat Kampung Mahud tentunya hidup dengan penuh kebersamaan dan senantiasa menjaga sikap gotong royong dalam keberlangsungan kehidupannya. Bisa dikatakan bahwa dalam satu Kampung semuanya adalah saudara dan akan membantu satu sama lain serta memiliki ikatan yang kuat. Karena masyarakat seakan terisolasi dan berusaha untuk melindungi diri, seluruh kehidupannya berpusat di kawasan yang sama.Â
Dalam hal ini, masyarakat sering melakukan kegiatan sosial seperti Gotong Royong untuk kepentingan bersama, mempelajari kebudayaan kampung termasuk mengajarkan kembali dan mengikuti perkumpulan keagamaan bersama mayarakat Kampung.Â
Kondisi sosial demikian terjadi sebelum akses untuk masuk ke kampung terbuka lebih lebar, karena saat Kampung sudah cukup bebas dimasuki oleh wisatawan, sikap sosial seperti ini sudah berkurang Implementasinya karena masyarakat sudah mengenai teknologi serta bepergian ke luar kampung dengan bebas.Â
Kampung Mahmud memiliki nilai-nilai budaya yang melimpah dan masih terus diterapkan sampai saat ini. Ada beberapa kategori nilai budaya dalam masyarakat Kampung Mahmud, nilai tersebut dapat berupa larangan, kebiasaan maupun peninggalan.Â
 Ada beberapa larangan di Kampung Mahmud, yaitu:
1. Dilarang membangun rumah dengan material tembok dan memiliki kaca.Â
2. Dilarang memukul alat musik goong.
3. Dilarang memelihara Angsa, dan
4. Dilarang membuat Sumur.Â
Selain larangan, Kampung Mahmud memiliki beberapa tradisi, yakni:
1. Pernikahan
Masyarakat Kampung Mahmud menganggap pernikahan antar saudara dekat adalah hal wajar. Sejak pertama kali berdiri, memang sudah banyak terjadi pernikahan antar saudara ini. Kendati demikian jangan disalah pahami. Pernikahan ini bukan terjadi antara saudara kandung yang diharamkan oleh hukum Islam, tetapi pernikahan antar dua orang yang memiliki ikatan kekerabatan saja.Â
Tujuan dari pernikahan ini biasanya untuk melindungi dan menjaga akidah dalam ama serta nilai-nilai yang ada dalam keluarga. Meskipun sering terjadi, tapi banyak juga masyarakat Kampung Mahmud yang menikah dengan orang berbeda suku maupun daerah, tetapi tidak pernah ada yang menikah dengan orang yang berbeda keyakinan.Â
2. Kehamilan
Dalam tradisi ini, wanita yang sedang hamil kurang dari 3 bulan belum bisa dikatakan sebagai wanita yang hamil. Setelah usia kandungan lebih dari 3 bulan, maka wanita tersebut baru bisa disebut sebagai wanita hamil, momentum tersebut ditandai dengan diadakannya upacara kehamilan.Â
Setelah itu, pada usia kandungan 7 bulan sang orang tua bayi melaksanakan upacara Tingkeban, yang dilaksanakan pada tanggal yang ada angka 7 nya, antara lain tanggal 7,17 dan 27 pada pagi hari pukul 7 atau pada pukul 17. Upacara ini sebagai sebuah simbol sukacita sekaligus peringatan supaya pasangan yang telah melakukan upacara ini untuk tidak bercampur sampai 40 hari setelah melahirkan.Â
3. Kelahiran
Setelah bayi lahir, dilaksanakan upacara untuk mencukur Rmbut bayi saat berusia 40 hari. Dalam upacara tersebut, bayi digendong oleh orang tuanya dengan diiktui oleh orang yang membawa sebuah bejana berisi air, logam, gunting, uang dan perhiasan emas. Bayi digunting pertama kali oleh Kyai dan kemudian diikuti oleh seluruh tamu undangan. Setelah upacara selesai, acara dilanjutkan dengan makan bersama.Â
4. Terbangan
Merupakan salah satu tradisi yang dilakukan Kampung Mahmud dalam sebuah acara, dilakukan dengan berdoa, bershalawat dan saweran yang dibagi menjadi beberapa sesi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H