Apa yang bisa kita bayangkan melihat hutan 600 Hektar dibabat kayunya dan mangkrak. Kita tahu, sementara elit-elit yang menjadi eksekutor hanya saling tuding akan kerusakan itu. Sementara keanekaragaman hayati, satwa-satwa menjadi korban dari pembangunan yang ugal-ugalan.
Apa yang dilakukan elit yang berdalih dengan kegagalan food estate di Kalimantan, menyusul Sumatera adalah buah dari lemahnya pendidikan ekologi. Pendidikan ekologi adalah pendidikan yang mendekatkan kembali antara manusia dengan alam.Â
Secara bahasa ekologi berasal dari kata oikos yang berarti rumah atau tempat hidup, sementara logos artinya ilmu. Ekologi adalah ilmu yang mempelajari organisme dan tempat hidupnya serta hubungan timbal balik antara lingkungan dengan organisme tersebut.
Pendidikan ekologi tidak hanya terbatas pada pengenalan lingkungan di sekitar kita semata, tetapi juga bagaimana menjaga keserasian, keselarasan dan kelestariannya.
KesatuanÂ
Pengetahuan kita tentang alam sering dipisahkan oleh kotak-kotak atau sekat. Alhasil, kita menjadi sering memandang ilmu pengetahuan alam menjadi materialistis. Apa yang menguntungkan bagi manusia itulah yang akan dikerjakan dan diteruskan meski menerabas prinsip dan etika lingkungan hidup. Saya rasa ada benarnya yang dikatakan oleh Haidar Bagir (2022), " Ancaman serius dari teknologi modern juga menyasar pada sikap kita terhadap alam dan lingkungan. Hasrat yang hanya berorientasi capaian material telah membuat manusia melakukan eksploitasi alam secara berlebihan."
Kebutuhan dan hasrat manusia untuk hidup dan terbebas dari ancaman kelaparan, kemiskinan telah membuat manusia melakukan eksploitasi tanpa mempertimbangkan alam sebagai organisme yang hidup.
Alam sebagai entitas yang tidak terpisah dari manusia kemudian hanya dianggap sebagai objek pembangunan dan industrial semata. Manusia Jawa memiliki kearifan dan kebijaksanaan dengan alam. Alam dianggap sebagai entitas yang menyatu, ia hidup merasuk bersama kehidupan sehari-hari.
Elisabeth Inandiak menulis bagaimana serasinya manusia Jawa terutama saat mengisahkan Merapi dan orang-orangnya melalui buku Babad Ngalor Ngidul (2016) juga dalam bentuk fiksi bertajuk Merapi Omahku (2011). Inandiak juga bercerita saat pemerintah berusaha membangun bendungan yang mencoba menahan wedhus gembel (awan panas). Pada akhirnya bendungan itu pun hancur seperti kakunya kesombongan manusia yang akhirnya ambruk.
Warisan KearifanÂ