Mohon tunggu...
Arif Yudistira
Arif Yudistira Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

Suka Ngopi, dan jalan-jalan heppy.

Selanjutnya

Tutup

Book

Muhammadiyah: Pelopor Gerakan Filantropi Indonesia

25 Februari 2024   14:03 Diperbarui: 25 Februari 2024   14:07 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

        Ghifari Yuristiadhi menjabarkan temuan penting mengapa gerakan filantropi di Yogyakarta di tahun 1920-an sampai dengan 1930-an mengalami pertumbuhan yang cukup kuat. Pertama, karena menguatnya kesadaran kaum bumiputera muslim untuk menyalakan fungsi sosial agama yang meredup. Kedua, karena afiliasi dan keterikatan emosional antara masyarakat kelas menengah dengan organisasi islam  menjadi faktor lain dari tumbuhnya wakaf dan kedermawanan Islam. Ketiga, ikatan antara simpatisan dengan organisasi Islam terutama Muhammadiyah sehingga menghadirkan loyalitas yang tinggi.  

        Ghifari juga mencatat satu pergeseran penting mengenai konsep kepemilikan tanah yang semula dimiliki Keraton, kemudian bergeser pada tanah yang dikelola dengan manajemen kolonial, sampai pada adanya privatisasi tanah yang mengakibatkan timbulnya transformasi gerakan wakaf. Adanya privatisasi tanah kepada pribumi membuat kelas menengah tidak hanya berusaha mendapatkan tanah untuk kepentingan pribadi, tetapi juga berkembang untuk wakaf. Pergeseran konsep tanah ini terjadi di tahun 1911-1918 di Yogyakarta.

        Pada tahun kurun waktu 1912-1931, di Yogyakarta sendiri telah banyak gerakan kedermawanan yang muncul dari kelompok Islam dan diluar Islam seperti Tionghoa dan juga dari zending yang telah memiliki ziekenhuis sejak 20 Mei 1899, rumah sakit itu bernama Petronella (sekarang rumah sakit Bethesda). Organisasi Islam yang lain seperti Sarekat Islam, Priyo Oetomo di Karangkajen, dan Jamaah Nooriyah di Kauman, serta Syarikatul Mubtadi yang kelak menjadi pengurus pokok dan perintis Muhammadiyah Karanggede juga melakukan gerakan kedermawanan seperti mendirikan sekolah dan zakat fitri (h.105)

        Berkembangnya organisasi Muhammadiyah mendorong secara internal dan eksternal mengubah konsep kedermawanan menjadi lebih luas. Bila dulu filantropi bersifat hanya iuran internal, maka sekarang sudah bergerak ke luar ke semua orang dan tempat publik untuk menghidupi tumbuhnya lembaga pendidikan, rumah sakit hingga rumah yatim. Bagian PKO misalnya dibantu dokter dari non Islam, yang waktu itu belum menerima gaji dari Muhamadiyah namun mendapatkan gaji dari pemerintah.

        Filantropi Muhammadiyah di kala itu memang sudah bervisi kemanusiaan universal yang tidak memandang siapa yang sakit, tetapi menolong orang yang sakit dan kesusahan sebagaimana misi dari PKO itu sendiri.

        Sebagai sebuah buku sejarah tentang filantropi, buku ini menjadi catatan penting pergeseran filantropi yang dilakukan oleh Muhammadiyah di periode awal berdiri sampai dengan tahun 1930-an.

        Dari sisi inovasi dan keberlanjutan gerakan filantropi, Muhammadiyah telah mempelopori gerakan kedermawanan yang paling solid dan inovatif dalam mengembangkan dan merawat masyarakat kelas menengah kota, sehingga semakin dipercaya, meluas dan berkembang pesat hingga saat ini. Tak pelak, buku ini menjadi salah satu rujukan penting tentang gerakan filantropi di tubuh Muhammadiyah di masa-masa awal.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun