Mohon tunggu...
Arif Saefudin
Arif Saefudin Mohon Tunggu... Guru - Owner/Blogger di www.arifsae.com

Guru CLC Terusan 2 di Sekolah Indonesia Kota Kinabalu, Sabah, Malaysia || Owner/Blogger di www.arifsae.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pengantar Buku Usman Janatin dan Harun Tohir

26 Desember 2018   16:37 Diperbarui: 26 Desember 2018   16:45 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak sesukses di Irian Barat, kebijakan ini berakhir meskipun tak diakhiri oleh Presiden Sukarno sendiri. Memang sebelum berakhir era konfrontasi, kursi kekuasaan Presiden Sukarno telah berganti dibawah komando Jenderal Soeharto tahun 1966. Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) menjadi tonggak utama.

Ditengah situasi konfrontasi yang hampir diakhiri itu, muncul sosok yang menjadi "tumbal" masa Dwikora. Dialah Janatin alias Usman bin Haji Muchamad Ali dan Tohir alias Harun bin Said. Mereka merupakan anggota Korps Komando Angkatan Laut (KKO-AL) yang rela menjadi sukarelawan Dwikora. Dengan jiwa patriotisme nya, tugas yang diembannya dilaksanakan dengan segenap jiwa raga.

Mereka tak paham lobi-lobi tingkat para pemimpin negeri, apalagi untuk berbicara mengkritisi. Sebagai seorang prajutir, yang mereka tahu adalah kesetiaan terhadap negera dan bangsa menjadi hal utama. Tidak bisa digadai dengan barang manapun, dan tak bisa ditawar dengan harga semahal apapun. Ketika negara memanggil, mereka siap hadir, itulah prinsip seorang prajurit.

Dipuncak konfrontasi yang memanas, Janatin dan Tohir berhasil melaksanakan tugas. Mereka sukses meledakan gedung MacDonnal House (MDH) di Singapura, wilayah yang waktu itu masih menjadi bagian dari Federasi Malaysia. Na'as, setelah berhasil melaksanakan tugas, mereka ditangkap pihak militer Singapura.

Proses panjang dan melelahkan mereka jalani. Pemerintah Indonesia juga hadir untuk membela mereka. Sejak akhir kekuasaan Presiden Sukarno sampai dimulainya Presiden Soeharto, kedua anggota KKO-AL sudah berusaha diselamatkan. Namun usaha itu sia-sia, karena vonis mati dengan digantung menjadi harga mati. Eksekusi mati dilakukan tanggal 17 Oktober 1968 di Penjara Changi, Singapura.

 Istimewanya, mereka diganjar Pahlawan Nasional oleh Presiden Soeharto. Dengan Keputusan Presiden RI No. 050/TK/Tahun 1968 tanggal 17 Oktober 1968, Usman Janatin dan Harun Tohir dianugerahi gelar Pahlawan Nasional dan tanda kehormatan Bintang Sakti. Sesuatu yang pantas mereka dapatkan untuk keberanian dan pengorbanan yang sudah diberikan.

Buku ini merupakan salah satu buku yang membahas perjuangan kedua prajurit KKO-AL itu. Namanya sempat tenggelam beberapa dekade. Tulisan mengenai mereka juga sangat jarang diperhatikan oleh sejarawan. Berlandas semangat itu, buku ini hadir untuk melengkapi dan menambah referensi mengenai perjuangan Pahlawan Nasional Dwikora itu.

Dengan mengucapkan Alhamdullilah, penulis mencurahkan segala puji syukur kehadirat Allah SWT, yang pada akhirnya bisa menyelesaikan buku yang berjudul, "Usman Janatin dan Harun Tohir: Kisah Perjuangan Pahlawan Dwikora". Meskipun dengan berbagai kendala dan suasana, tak menghalangi semangat untuk menggali sejarah mikro dipanggung sejarah Indonesia.

Tentunya dengan terselesaikannya buku ini, penulis mengucapkan berjuta terimakasih kepada beberapa pihak yang berkontribusi nyata maupun dengan doa. Tecurahkan rasa terima kasih kepada pihak Direktorat Sejarah yang telah memfasilitasi untuk menulis salah satu pahlawan Dwikora: Usman Janatin tahun 2017 silam. Tentunya menjadi lebih mudah penulisan buku ini karena sebagian besar referensi didapatkan dari penelitian itu.

Cucuran usaha tak akan ada artinya tanpa curahan doa. Oleh karena itu, penulis sembahkan terima kasih kepada kedua orang tua, Pak Suwarno dan Bu Suwarti yang menyumbangkan tetesan air mata dalam setiap lantunan doa. Tanpa doa mereka, usaha penulisan ini tak akan bisa terselesaikan dengan Rido-Nya.

Tidak lupa, saya curahkan rasa cinta kepada istri dan buah hati kami berdua. Istri tercinta Yuli Windarti, yang sudah mau membantu dan menuliskan ide-idenya, sehingaa kita bisa berkolaboorasi dalam buku ini. Anak kami berdua, Naira Ayudiasiya, yang terus tumbuh menjadi anak yang membanggakan kedua orang tua. Kalian berdualah motor penyemangat hidup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun