Mohon tunggu...
Arif Riduan
Arif Riduan Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sekolah Ngaji (Sebuah Cerpen)

21 Oktober 2016   15:30 Diperbarui: 21 Oktober 2016   15:36 796
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada hal yang unik di sekolah ngaji ini, salah satunya ialah jam istirahat. Jam istirahat di sekolah ini terbilang unik karena tidak ada memiliki patokan jam. Siapa yang sudah selesai mengaji dan selesai menulis maka boleh istirahat. Itulah kenapa sering ada kegaduhan antar murid siapa yang duluan maju ke depan untuk mengaji.

Terkadang biasanya sesuai dengan urutan absen, namun kadang pula siapa yang selesai menulis duluan boleh maju ke depan untuk mengambil giliran untuk mengaji. Hal yang unik selanjutnya ialah terkadang seminggu dua kali kami semua murid dikumpulkan di halaman sekolah, bernyanyi lagu-lagu anak islami bersama yang mana hal tersebut dipimpin oleh Bapak Zaini selaku pengurus sekolah ngaji ini. Sehabis menyanyi bersama biasanya beliau bercerita tentang kisah-kisah Islami, seperti kisah Nabi Musa membelah lautan. Kami anak-anak tampak tercengang dengan cerita yang beliau sampaikan, terlebih lagi aku, paling suka dengan yang namanya cerita.

“ Nabi Musa beserta para pengikut beliau berlari karena dikejar-kejar oleh raja yang dzolim, yakni Raja Firaun. Nabi Musa pun terhenti di lautan yang dalam, tidak ada jalan lagi untuk lari. Lalu Nabi Musa berdoa meminta pertolongan kepada Allah Swt, maka saat itu pula Allah Swt mewahyukan agar Nabi Musa memukulkan tongkat yang ada di tangan beliau ke lautan “. Bapak Zaini menceritakan kisah Nabi Musa dengan sangat serius, ditambah dengan gaya dan mimik beliau yang sangat menggambarkan situasi saat itu, seakan akan kami ada di dalam cerita tersebut, membayangkan seakan nyata.

Beliau pun menyambung cerita “ Setelah Nabi Musa memukulkan tongkal ke lautan, seketika itu lautan pun terbelah dari sisi kanan dan sisi kiri sehingga lautan yang dalam menjadi daratan kerana terbelah. Tidak menunggu lama Nabi Musa dan pengikutnya pun berlari menyebrangi lautan yang kini menjadi daratan. Melihat hal tersebut Firaun tercengang, namun masih saja mengejar rombongan Nabi Musa bahkan semakin kencang. Akhirnya rombongan Nabi Musa sudah sampai di seberang, sedangkan Firaun dan anak buahnya masih di tengah laut, maka kembalilah lautan pada semula sehingga menenggelamkan Firaun dan pengikutnya”. Cerita pun selesai, kami kelihatannya gembira mendengar Nabi Musa akhirnya selamat dari kejaran Firaun.

            “ Jadi anak-anak bapak sekalian, perlu diingat bahwasanya Allah Swt akan selalu menolong hamba-hambaNya yang berdoa, semuanya paham ? “ Tutur Bapak Zaini kepada murid-murid yang setadi begitu tegang. ‘ iyaaa paaaaa, paham ! “ sahut kami yang agak sedikit serempak. Begitulah biasanya kegiatan di sekolah ngaji kami. Penuh kecerian, namun juga penuh dengan hikmah pembelajaran tentang ilmu Alquran dan ilmu agama.

Jam sudah menunjukan pukul 5:00 sore, itu tandanya tiba waktu kami untuk kembali pulang ke rumah. Tak lupa kami membaca doa-doa yang telah kami hapalkan dari ajaran kakak-kakak Ustadz dan Ustadzah yang bergitu sabar mengajarkan kami yang belum paham tentang agama. Terlebih lagi aku, aku bahkan selalu bertanya-tanya di dalam hati apa makna doa-doa yang kami ucapakan ketika memulai dan mengakhiri pelajaran ini.

Cukup panjang doa yang kami bacakan, namun aku hanyalah anak kecil yang tak paham dengan makna doa tersebut. Hanya ada satu doa yang ku paham, yakni doa kepada ibu bapak, karena sejak kecil sebelum usia sekolah aku sudah diajarkan oleh ibuku membaca doa tersebut beserta artinya, begitu juga dengan doa sebelum makan dan doa sebelum tidur, hanya itu yang ku paham.

“ Assalamualaikum !! “. Ucapaku ketika sesampainya di rumah. “ Wa’alaikum salam “. Sahut ibuku sambil mengayun adikku yang masih kecil di ayunan. “ Andak kupiah tu di atas lemari Dir ai, kena abut mencarii kada dapat “. Nasihat ibu kepadaku agar aku meletakkan peci ditempatnya. Seperti biasanya aku sering lupa menaruh dimana peci ku taruh, karena tidak meletakkan ditempatnya. “ kaya apa tadi Dir ? jilid berapa dah mengaji ? “ . tanya ibuku, menanyakan sudah sampai mana aku mengaji. “ ulun sudah jilid 2 ma ai tadi, maa ! maa ! Jar bapak tadi minggu kena tulakan jar ziarah ke Kelampayan “. Sahutku, sekalingus memberi tahukan bahwa hari minggu depan akan diadakan ziarah ke makam salah satu tokoh alim ulama yang ada di Kalimantan, yakni Makan Syekh Muhammad Arsyad Al-banjari atau yang biasanya disebut Datu Kelampayan.

berapa bayarnya Dir ?”ibu bertanya berapa pembayaran untuk ikut ziarah. “ 10.000 ma ai, tulaknya pakai trak Haji Udin “. Sahutku. “ mudahan ai mama ada duit balabih Dir lah, mun kada umpat kada papa jua Dir lo“. Kata ibuku yang mecoba memberiku pengertian bahwa kalau tidak ada uang aku mungkin tidak bisa ikut ziarah. Aku hanyalah anak kecil yang tak paham dengan samua ini, di dalam hatiku aku harus ikut, ibuku harus memberiku uang untuk ikut ziarah, hatiku bergumam seperti itu.

Aku belum mengerti bahwa uang begitu sulit dicari, karena ayahku hanyalah seorang penarik becak yang penghasilannya terkadang tidak lebih dari 20.000 rupian dan itu pun hanya untuk keperluan sehari-hari, makan dan uang saku sekolah aku dan kakak-kakakku yang bersekolah di bangku SMP. Ibu pun hanya seorang penjaja Buras atau Lepet ( lapat), yang ketika malam ibu bikin dan paginya ibu jajakan ke warung-warung di pasar. Aku tak tahu persis berapa penghasilan ibu, namun yang pasti penghasilan dari penjualan beras itu hanya mampu untuk menutupi SPP sekolah aku dan kakak-kakakku, susu adikku, dan kebutuhan ruamh tangga lainnya seperti bayar listrik dan memberi air bersih ke Pak RT harun seharga 100 rupiah per-tangki sepuluh liter air bersih.

            Hari sudah berjalan beberapa waktu, tiba saatnya hari ini batas terakhir pembayaran uang 10.000 untuk ikut pergi ziarah ke Kelampayan. Ibuku sepertinya amnesia tentang ziarahku besok, atau mungkin sengaja lupa tentang agenda ziarah sekolah ngajiku besok karena beliau belum memiliki uang untuk diberikan kepadaku, namun aku sekali lagi hanyalah anak kecil yang tak paham dengan semua itu. Dibenakku hanyalah aku ingin ikut pergi ziarah dan ibuku harus memberikan uang kepadaku 10.000 hari ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun