Ditujukan untuk tenaga pengajar (Guru/Instruktur/Dosen atau Kementrian terkait)
Sejak diumumkannya tanggap darurat Covid-19 di Indonesia Maret lalu, hampir semua sistem pembelajaran di sekolah dan kampus berpindah format, dari yang awalnya tatap muka di sekolah atau kampus secara langsung, menjadi online dari rumah masing-masing pelajar. Namun batapapun membutuhkan penyesuaian yang tidak mudah, namun dimaklumi karena alasan darurat. Apalagi ketika itu, proses pembelajaran baik disekolah maupun perkuliahan, menjelang akhir semester.
Berbagai konsep kurikulum dadakan pun dibuat secara mandiri oleh berbagai lembaga pendidikan, dan dimaklumi -lagi-lagi, karena alasan keterdesakan itu.
Namun setelah libur panjang dan memasuki tahun ajaran baru bulan Juli lalu, ternyata tidak banyak perubahan berarti dalam hal kebijakan maupun panduan dari pemerintah terkait ini. Maka yang kemudian terjadi, lembaga pendidikan baik sekolah maupun kampus-kampus, melanjutkan kurikulum pembelajaran dengan versi masing-masing lembaga. Ada yang memberikan toleransi pembelajaran "yang mahal ini" dengan berbagai kelonggaran, adapula yang masih tetap mencoba konsep pertemuan offline layaknya belum ada pendemi, namun dalam format online. Semua tergantung lembaga pendidikannya. Sekolah tempat anak saya belajar, bahkan tetap mempertahankan program extrakurikuler, orientasi siswa baru ataupun upacara bendara yang berdurasi berjam-jam lewat online.
Bagi sekolah diperkotaan dengan rata-rata siswa dari keluarga ekonomi mampu, relatif tak banyak terdengar komplain mengenai ini. Namun sebaliknya, terlebih masyarakat yang berada jauh dari perkotaan. Maka format pembejalaran versi sekolah, bisa jadi tak sesuai dengan kemampuan siswa atau orang tua dalam meresponnya. Dan di Indonesia, hanya sedikit kelas masyakat yang masuk dalam kategori mampu dan siap menjalani konsep belajar dengan versi apapun.
Sebagai akademisi, di kampus AKUBANK yang saya pimpin, juga melakukan hal sama, mendesain konsep pembelajaran online versi kita sendiri, namun kami berupaya semaksimal mungkin agar tidak memberatkan dosen maupun mahasiswa, namun transfer ilmu masih bisa berjalan semaksimal yang diharapkan. Mahasiswa kami yang pulang kampung, harus bisa mendapatkan ilmu sebagaimana teman-temannya yang ada di kota. Berbagai inisiatif kami dorong agar tercipta konsep pembelajaran yang mengakomodasi berbagai kebutuhan. Namun sekali lagi, ini berdasarkan versi kita sendiri.
Pertanyaan besarnya, kenapa pemerintah tidak memberikan panduan kurikulum yang efektif, sebagai dasar setiap lembaga pendidikan mengambil keputusan terkait pembejalaran online? Padahal, berbagai lembaga baik lokal maupun internasional sudah memprediksi bahwa kondisi pandemi akan berlangsung lama. Sehingga lembaga pendidikan, memiliki pegangan formal dari pemerintah terkait desain pembelajaran yang diterapkan.
Dengan mewajibkan proses belajar mengajar berjalan, namun tanpa ada panduan, maka setiap lembaga merancang konsep pembelajaran jarak jauh versi masing-masing, yang bukan tidak mungkin menjadi muara dari berbagai persoalan. Lembaga pendidikan, bisa-bisa saja secara bebas memaksakan sistem pembelajaran yang mereka anggap benar. Padahal, konsep belajar jarak jauh itu ada tekniknya, ada teorinya, ada padanannya agar berjalan efektif dan benar.
Dalam wawancara Mendikbud Nadiem Makarim di program Mata Najwa, ia menyampaikan hal ini sedang digarap, dan akan segera diluncurkan. Yang menurut saya sangat terlambat. Nadiem juga bersikeras bahwa pendidikan harus tetap berjalan, agar tidak bodoh satu generasi, ujarnya juga disejumlah kesempatan lain. Kita semua yakin, tetap belajar sekalipun di rumah adalah keniscayaan, tapi konsep belajar seperti apa? Itulah yang jadi pertanyaan.
Melalui artikel ini, saya coba membuat draft proposal untuk rekan-rekan guru, instruktur atau dosen, soal desain pembelajaran jarak jauh mengacu pada sistem pembelajaran yang berkembang di Finlandia. Ketika OEDC (Organisazion for Economic Cooperation and Development) mempublikasikan studi internasional mereka soal anak-anak berusia 15 tahun dalam hal kemampuan Keterampilan Membaca, Matematika dan Ilmiah yang mereka peroleh di dalam atau luar sekolah, (dikenal dengan nama PISA, Programme for International Student Assessment), menunjukkan bahwa Finalandia berada di urutan pertama pada tahun 2001. Bahkan di tahun-tahun berikutnya, semakin baik prestasi mereka dalam studi ini. Sistem pembelajaran yang mereka terapkan, sangat memungkinkan menjadi landasan pembelajaran jarak jauh, tanpa harus mengurangi kualitas belajar mengajar, bahkan bisa jadi, ini lebih baik. Beberapa hal yang bisa kita tinjau adalah kebijakan-kebijakan sebagai berikut :
Kecerdasan Alam