[caption caption="pas-wordpress-media.s3.amazonaws.com"][/caption](Tiga Faktor yang menyebabkan respon viral menjadi masif)
Bayangkan, jika respon masif itu terjadi untuk produk Anda...
Untuk kesekian kalinya, ledakan bom dan peristiwa terorisme terjadi. Dan seperti sebelumnya, respon masyarakat begitu beragam, yang secara nyata kita rasakan adalah aktivitas viral yang masif khususnya melalui jejaring online. Coba bayangkan, respon yang sama terjadi ketika kita melaunching produk / bisnis? Melalui tulisan ini, saya mencoba menelaahnya dari sisi marketing.
Begitu peledakan terjadi, hanya dalam waktu hitungan menit, beritanya tersiar ke berbagai penjuru dunia, di grup Bbm/Whatup, Facebook, Twitter dan saluran lainnya, semua memberitakan hal yang sama, bahkan sejumlah foto-foto yang tidak pantas pun terunggah. Bayangkan, hanya dalam waktu hitungan menit! Bahkan dalam hitungan jam, situasinya semakin pelik, mulai ada pihak yang memanfaatkan momen tersebut untuk menyiarkan hal-hal yang tidak benar.
Jika peristiwa peledakan itu adalah produk yang kita perkenalkan kepada publik, maka sungguh dahsyat respon yang dihasilkan. Dalam pengamatan saya, ada 3 faktor yang bisa kita pelajari, ambil sisi positifnya dan adopsi sebagai strategi pemasaran kita.
Sharing Currency
Faktor pertama, saya menyebutnya sebagai Sharing Currency! Pada dasarnya, dari sejumlah teori perilaku disebutkan bahwa manusia adalah mahluk sosial, mahluk narsis yang salah satu kebutuhannya selalu berbagi dan ‘terlihat’. Mereka membagikan hal-hal yang membuat mereka ‘terlihat’, mereka menjadi ‘bernilai’ layaknya mata uang. Ketika ada peristiwa yang membuat mereka ‘terlihat’, mereka bersedia berbagi tanpa ada dorongan dari siapupun, tanpa dibayar dan secara sukarela meneruskan sejumlah berita yang mereka dapakan dari sumber sebelumnya. Bahkan pada banyak kasus, terkadang mereka tidak mengetahui seberapa faktualnya berita tersebut.
Yang kita butuhkan adalah membangun hasrat orang untuk membagikan sesuatu yang membuat mereka ‘terlihat’ di mata orang lain. Itulah sebabnyanya, produk yang kita buat harus memiliki keistimewaan, maka orang akan bersedia membagikan informasi terkait produk kita tersebut ke masyarakat secara cuma-cuma. Foursquare misalkan, tidak membayar pengguna untuk melakukan check in di café-café atau tempat nongkrong lainnya, namun coba lihat, berapa banyak orang yang secara sukarela melakukannya untuk Foursquare?
Emotion
Faktor kedua adalah emosi, yang sangat berperan sebagai pemicu seseorang berbagi. Pertanyaannya, apakah semua emosi berpengaruh? Awalnya, saya menduga semua emosi berpotensi menjadi pemicu. Dulu, banyak iklan seperti katakan saja asuransi, kerap menceritakan tentang hal-hal yang negatif, kecemasan dan ketakutan. Namun saat ini, situasinya berbeda. Sesuatu di bagikan bukan karena efek emosi negatif, tapi justru positif. Ketika peledakan bom terjadi, awalnya beredar foto-foto korban yang justru menimbulkan kecemasan, kemarahan dan ketakutan. Namun itu hanya sebentar, tidak beberapa lama kemudian, situasinya berganti dimana pesan-pesan dengan tanda pagar “Jakarta tidak takut”, “Pray For Jakarta”, “Jakarta Berani”, “Indonesia Unite [Bersatu]” menjadi trending topik. Jadi saya melihat, emosi positif justru jauh memberikan peran besar untuk dibagikan.
Untuk mendukung analisa ini, saya kemudian mencari bukti empiris. Dan saya menemukan dalam penelitian psikolog Jamie Pennebaker yang mengukur artikel dengan tingkat positif atau negatif yang berkorelasi pada emosi kepada sejumlah sample penelitiannya. Dan hasilnya adalah, artikel positif lebih mungkin di bagikan ke banyak orang dibandingkan artikel negatif. Ajakan untuk berolahraga semakin populer, ajakan untuk membangun komunitas yang produktif semakin banyak, dan mulai meninggalkan hal-hal yang hanya menimbulkan kecemasan.
Saya teringat dengan apa yang disampaikan pak Dahlan Iskan ketika mengikuti salah satu Conference di Jakarta 3 tahun lalu, “sekarang nggak laku lagi jual penderitaan ke masyarakat,” ujarnya waktu itu. Dan itu secara nyata terlihat sekarang.
Story
Faktor terakhir adalah cerita. Inilah sumber pembelajaran penting yang membangun dunia ini. Ketika sesuatu itu disampaikan dengan cerita yang menarik, maka kontennya menjadi istimewa, dan orang bersedia membaginya dengan sukarela. Ketika peledakan terjadi, banyak cerita yang muncul, sebagian malah hanyalah bualan belaka. Salah satu yang saya terima adalah prediksi ekonomi yang akan memburuk, negara mengalami inflasi yang tinggi, akan terjadi capital outflow, bahkan tidak sedikit yang asal bicara. Semua orang yang bahkan tidak emngerti ekonomi, bicara ekonomi.
By Degree, saya seorang ekonom. Bagi saya, peristiwa teror hanya akan berpengaruh pada pariwisata, yang tentu ini akan berimbas pada sektor real, tidak ke sektor financial. Di era yang modern seperti saat ini, investor cenderung praktis. Mereka hitung rugi bukan karena terorisme, tapi seberapa besar return yang didapatkan dari imbal balik modalnya. Ketika the FED mengumumkan menaikkan suku bunganya, capital outflow terjadi tanpa ada korelasinya dengan peristiwa terorisme. Dan terbukti, peledakan kemarin hanya menurunkan IHSG 0,5% saja, dan ini penurunan yang sangat normal (dengan atau tanpa adanya peristiwa genting, hal ini wajar terjadi).
Tapi di sosial media, beritanya seolah-olah dolar akan menembus angka Rp. 17 ribu. Orang senang membagikan cerita, bahkan cerita yang tanpa dasarpun, bisa di share. Selama cerita itu dikemas secara menarik (Yang sayangnya di Indonesia, banyak orang yang suka secara mentah-mentah melahap berbagai informasi tanpa di filter terlebih dahulu). Namun poinnya adalah, cerita akan menjadi nilai tambah sebuah produk.
Yang terpenting adalah, ketiga faktor diatas harus ada dalam sebuah produk yang hendak kita pasarkan. Jika kekurangan satu saja, maka efeknya bisa jadi tidak sesuai dengan harapan kita.Inilah alasannya, mengapa di Youtube kita sering melihat, ada video kucing lucu yang ditonton hanya oleh sedikit orang, sementara video sejenis bisa di tonton hingga jutaan kali. Faktor pembedanya, bisa jadi karena salah satu dari faktor diatas tidak terpenuhi, diunggah di waktu yang tidak tepat misalnya.
Penuhi semua faktornya, dan mungkin Anda bisa membuat produk yang hendak dipasarkan memiliki efek viral yang dahsyat. Semoga bermanfaat!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H