Mohon tunggu...
Arif Prabowo
Arif Prabowo Mohon Tunggu... Administrasi - UIN KH Abdurrahman Wahid, Yayasan Al Ummah, PAUD IT/ TKIT/ SDIT Ulul Albab, SMP/SMA IT Assalaam Boardinng School

Menyukai pengelolaan Sumber Daya Manusia, Keluarga, Keayahan, masih belajar pendidikan yang bijak di era berlimpahnya informasi

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Cinta pada Remaja Itu Berdialog: Membangun Hubungan Melalui Komunikasi yang Terbuka

17 Oktober 2024   08:30 Diperbarui: 17 Oktober 2024   08:44 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bismilllah,

Masa remaja adalah fase di mana anak-anak mulai mengekspresikan dirinya dengan cara yang lebih kritis. Mereka mulai mempertanyakan aturan, nilai-nilai, dan bahkan identitas mereka sendiri. Di tengah fase pencarian ini, orang tua dan pendidik sering kali merasa kesulitan untuk terhubung dengan anak-anak mereka. Namun, kunci dari mencintai remaja adalah berdialog. Dialog bukan sekadar berbicara, melainkan tentang membangun hubungan melalui komunikasi yang terbuka, jujur, dan penuh kasih sayang. Cinta yang diwujudkan melalui dialog adalah cinta yang memberi ruang bagi remaja untuk berbicara dan didengarkan.

Islam mengajarkan , komunikasi yang baik adalah fondasi bagi hubungan yang sehat. Rasulullah SAW selalu menekankan pentingnya mendengarkan dan berdialog dengan penuh empati. Beliau bersabda, “Barang siapa yang tidak menyayangi, dia tidak akan disayangi” (HR. Bukhari dan Muslim). Dalam konteks hubungan dengan remaja, cinta yang sejati harus diwujudkan dalam bentuk kesediaan orang tua dan pendidik untuk mendengarkan tanpa menghakimi dan memberikan nasihat tanpa memaksa. Dalam psikologi perkembangan Islam, dialog adalah alat penting dalam membangun kepercayaan antara orang tua dan pendidik dan anak, terutama di masa-masa kritis seperti remaja.

Dialog yang sehat harus dibangun di atas landasan pengertian dan kesabaran. Orang tua dan pendidik harus memahami bahwa di usia remaja, anak-anak sedang mengalami “kebingungan” emosional dan intelektual. Mereka membutuhkan bimbingan, tetapi juga kebebasan untuk berekspresi. Dialog yang penuh cinta adalah dialog yang memberi ruang bagi anak-anak untuk mengekspresikan pemikiran mereka, tanpa takut dihakimi atau dikekang. Dengan cara ini, orang tua dan pendidik bisa mendekati remaja secara lebih efektif, karena remaja akan merasa dihargai dan dipahami.

Salah satu contoh praktis dari cinta melalui dialog adalah ketika orang tua dan pendidik menghadapi perubahan sikap atau perilaku remaja. Kita tidak langsung menghukum atau memberi ceramah panjang, orang tua dan pendidik bisa membuka percakapan yang jujur dengan bertanya, “Apa yang sedang kamu rasakan akhir-akhir ini? Ada hal yang ingin kamu bicarakan?” Pertanyaan seperti ini menunjukkan bahwa orang tua dan pendidik peduli dan bersedia mendengarkan, tanpa menekan atau menuntut jawaban. Ketika remaja merasa bahwa mereka bisa berbicara tanpa takut dihakimi, mereka akan lebih terbuka dan mau berdialog.

Abdullah Nasih Ulwan dalam Tarbiyatul Aulad fil Islam juga menekankan pentingnya dialog dalam pendidikan anak. Menurutnya, orang tua dan pendidik harus selalu siap mendengarkan dan memberikan nasihat yang sesuai dengan tahap perkembangan anak. Dialog yang baik adalah yang tidak memaksa anak untuk menerima pandangan orang tua dan pendidik, tetapi membantu anak memahami kebenaran dengan cara yang lembut dan penuh kasih sayang. Dengan berdialog, orang tua dan pendidik bisa membantu anak-anak memahami nilai-nilai agama dan moral tanpa harus merasa tertekan atau dipaksa.

Penelitian menunjukkan bahwa hubungan dialogis yang kuat antara remaja dan orang tua atau pendidik mereka secara signifikan meningkatkan mekanisme koping, harga diri, dan kemampuan beradaptasi dalam konteks sosial. Remaja dari keluarga stres tinggi dengan hubungan perkembangan yang kuat 7 hingga 33 kali lebih mungkin melaporkan hasil positif, termasuk manajemen stres yang lebih baik dan kesejahteraan emosional(Scales et al., 2023). Ini menunjukkan bahwa cinta yang diwujudkan melalui dialog bukan hanya memperkuat hubungan emosional antara orang tua dan pendidik dan anak, tetapi juga membantu remaja mengembangkan keterampilan sosial dan emosional yang lebih baik.

Ayah bunda dan sobat pendidik, berdialog dengan remaja juga berarti orang tua dan pendidik harus siap menerima perbedaan pendapat. Remaja sering kali memiliki pandangan yang berbeda dari orang tua dan pendidik, terutama terkait dengan budaya, pergaulan, atau minat mereka. Orang tua dan pendidik yang mencintai anak-anak mereka dengan berdialog akan tetap membuka pintu komunikasi, meskipun tidak selalu setuju dengan pilihan anak. Misalnya, jika seorang anak ingin memilih jalur karier yang berbeda dari harapan keluarga, orang tua dan pendidik bisa berdiskusi secara terbuka, “Kami ingin mendengar lebih banyak tentang minatmu. Mari kita bicara tentang bagaimana pilihanmu ini bisa membantu masa depanmu.” Dengan cara ini, orang tua dan pendidik menunjukkan cinta melalui penerimaan dan dialog yang terbuka.

Cinta yang diwujudkan melalui dialog bukan hanya tentang memberikan ruang bagi remaja untuk berbicara, tetapi juga tentang bagaimana orang tua dan pendidik merespons dengan cara yang mendukung. Sering kali, remaja mencari bukan hanya solusi dari masalah yang mereka hadapi, tetapi juga dukungan emosional dan pengertian. Saat orang tua dan pendidik mampu memberikan respons yang penuh kasih tanpa langsung mengkritik atau memberi solusi yang dipaksakan, remaja akan merasa lebih dekat secara emosional. Hal ini akan membuat mereka lebih terbuka di masa mendatang, karena mereka tahu bahwa apa pun yang mereka hadapi, orang tua dan pendidik adalah pendengar yang siap membantu, bukan menghakimi.

Salah satu prinsip utama dalam berdialog dengan remaja adalah active listening—mendengarkan dengan penuh perhatian dan empati. Ini berarti, saat remaja berbicara, orang tua dan pendidik harus benar-benar fokus pada apa yang dikatakan, tanpa terburu-buru merespons atau menyela. Mendengarkan aktif adalah keterampilan komunikasi penting yang menumbuhkan hubungan yang lebih kuat antara orang tua, pendidik, dan anak-anak. Dengan terlibat dalam mendengarkan secara aktif, orang dewasa dapat menciptakan lingkungan yang aman di mana remaja merasa dihargai dan dipahami, yang mengarah pada komunikasi yang lebih terbuka tentang pengalaman dan tantangan mereka. Proses ini melibatkan parafrase, mengajukan pertanyaan klarifikasi, dan hadir sepenuhnya selama percakapan, yang meningkatkan saling pengertian dan kepercayaan(Tustonja et al., 2024) (Kerzner, 2023).

Dalam dialog yang sehat, penting bagi orang tua dan pendidik untuk menjaga keseimbangan antara memberikan nasihat dan memberi kebebasan kepada anak untuk membuat keputusan sendiri. Ketika orang tua dan pendidik terlalu banyak memberi nasihat tanpa memberi ruang bagi anak untuk berpikir, dialog bisa terasa seperti monolog yang memaksakan. Sebaliknya, dialog yang penuh cinta adalah dialog yang memberi bimbingan dengan cara yang bijaksana. Orang tua dan pendidik bisa berkata, “Bagaimana menurutmu jika kita mempertimbangkan pilihan lain yang mungkin lebih sesuai? Kami di sini untuk mendukungmu apa pun yang kamu pilih.” Dengan cara ini, remaja merasa dihargai, tetapi juga tetap mendapatkan bimbingan yang diperlukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun