Bismillah.
Cinta adalah energi yang mestinya terus mengalir dalam setiap relasi, termasuk hubungan antara orang tua dan anak remaja. Kita sebagai orang tua atau pendidikan, sering kali, cinta yang kita berikan tersendat oleh berbagai hambatan—emosi yang terpendam, perbedaan pandangan, atau bahkan jarak yang tercipta karena ketidaksepahaman. Dalam fase remaja, ketika anak-anak mulai menjauh secara emosional untuk mencari jati diri, menjaga agar cinta tetap mengalir menjadi tantangan tersendiri bagi orang tua dan pendidik. Bagaimana kita bisa memastikan bahwa cinta yang kita berikan tetap terasa dan diterima, meskipun hubungan kita dengan mereka terkadang diwarnai perbedaan? betul ya bapak ibu?
Dalam Islam, cinta kepada sesama, terutama kepada anak-anak, adalah perintah yang sangat penting. Cinta ini tidak hanya bersifat fisik atau material, tetapi juga emosional dan spiritual. Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang tidak menyayangi, dia tidak akan disayangi” (HR. Bukhari dan Muslim). Ini menunjukkan bahwa cinta harus menjadi elemen yang terus menerus hadir dalam setiap interaksi kita, terutama dalam pengasuhan. Namun, cinta yang tulus dan ikhlas tidak bisa dipaksakan; ia harus mengalir secara alami dari hati yang bersih, terhubung dengan Sang Pencipta.
Sebagai orang tua dan pendidik, salah satu kunci agar cinta terus mengalir dalam hubungan dengan remaja adalah dengan memperkuat ikatan spiritual kita kepada Allah SWT. Mengapa? Karena cinta sejati hanya bisa lahir dari hati yang telah dipenuhi dengan cinta kepada Allah. Hati yang terhubung dengan-Nya mampu memberikan cinta yang penuh kesabaran, pengertian, dan tanpa pamrih. Dalam psikologi Islam, dikenal konsep bahwa hati yang bersih dan dekat dengan Allah akan memancarkan kasih sayang kepada sesama, termasuk kepada anak-anak.
Remaja, dengan segala perubahan emosional dan sosial yang mereka alami, sering kali tidak menyadari bahwa orang tua mencintai mereka. Dalam situasi seperti ini, orang tua perlu menjaga agar cinta yang mereka berikan tetap terasa dan tidak hilang di tengah kesalahpahaman. Salah satu cara terbaik untuk menjaga cinta tetap mengalir adalah dengan mendengarkan remaja tanpa menghakimi. Carl R. Rogers dan Richard Evans Farson dalam active listening menekankan bahwa mendengarkan yang efektif berakar pada rasa hormat yang tulus terhadap individu, yang penting untuk komunikasi yang bermakna (Rogers & Farson, 2015). Ketika kita mendengarkan remaja dengan hati yang terbuka, mereka akan merasa dihargai, dan pada akhirnya cinta akan mengalir lebih lancar di antara kita.
Contoh praktis dari cinta yang mengalir bisa terlihat dalam hal-hal sederhana. Misalnya, ketika seorang remaja pulang sekolah dengan wajah muram, Jangan langsung bertanya tentang apa yang salah, orang tua bisa menawarkan perhatian dengan lembut: “Ayah/Ibu melihat kamu sedang banyak pikiran, apakah ada yang ingin kamu ceritakan?” untuk praktik seperti ini memang kita perlu belajar. Pendekatan ini menunjukkan cinta yang tidak menuntut, tetapi tetap hadir. Remaja sering kali hanya butuh didengarkan, dan dari sanalah hubungan emosional dapat terbangun kembali. Cinta yang mengalir adalah cinta yang memberi ruang tanpa paksaan.
Selain itu, cinta yang sejati juga ditunjukkan dengan memberikan kepercayaan kepada remaja. Sebagaimana Allah memberi kebebasan kepada hamba-Nya untuk memilih jalan hidup mereka, orang tua juga perlu memberi remaja ruang untuk membuat keputusan sendiri, tentunya dengan bimbingan yang bijaksana. Misalnya, jika seorang anak ingin mencoba sesuatu yang baru seperti mengikuti kegiatan ekstrakurikuler, meskipun orang tua merasa khawatir, mereka bisa mendukungnya dengan berkata, “Kami percaya kamu bisa membuat keputusan yang baik. Jika ada hal yang tidak nyaman, kami selalu siap mendukungmu.” Dengan cara ini, remaja akan merasa dihargai dan cinta orang tua akan terus mengalir dalam bentuk kepercayaan yang diberikan.
Cinta yang mengalir juga berarti memberikan ruang bagi remaja untuk tumbuh dan berkembang tanpa terus-menerus berada dalam bayang-bayang kontrol yang ketat. Sebagaimana air yang mengalir dengan bebas, cinta orang tua kepada remaja harus diberikan dengan kelembutan namun tetap dalam batasan yang sehat. Orang tua tidak bisa terus mengatur setiap aspek kehidupan anak, terutama ketika mereka sudah mulai beranjak remaja. Di sinilah pentingnya membangun keseimbangan antara cinta yang membimbing dan cinta yang membiarkan anak belajar dari pengalamannya sendiri.
Dalam Islam, pendidikan anak harus mencakup kelembutan dan kebijaksanaan, sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Beliau mendidik dengan penuh kasih sayang, tetapi tidak pernah memaksakan kehendak. Ketika mendidik generasi muda, Rasulullah selalu mendengarkan, membimbing, tetapi juga memberi kebebasan untuk memilih jalan hidup yang sesuai dengan ajaran agama. Inilah bentuk cinta yang mengalir dengan penuh kebijaksanaan. Menurut Imam Al-Ghazali, cinta yang benar adalah cinta yang memberi arahan tanpa membatasi pertumbuhan, sebagaimana Allah memberi kita pedoman dalam Al-Qur'an, tetapi tetap memberikan kebebasan untuk memilih dan belajar dari kesalahan.
Contoh praktis lainnya dari cinta yang mengalir adalah ketika orang tua menghadapi perilaku remaja yang menantang atau tidak sesuai dengan harapan. Alih-alih merespons dengan kemarahan atau kritik keras, orang tua bisa mendekati mereka dengan cinta yang sabar. Jika seorang anak remaja mulai menunjukkan minat pada hal-hal yang mungkin dianggap tidak sesuai, misalnya dengan tren atau gaya hidup tertentu, orang tua bisa mengarahkan dengan lembut, seperti berkata, “Kamu adalah pribadi yang luar biasa, dan Ayah/Ibu hanya ingin memastikan bahwa pilihan yang kamu buat selalu mendukung masa depanmu yang terbaik. Kami di sini untuk membantumu jika ada yang perlu didiskusikan.” Dengan kata-kata ini, orang tua menunjukkan cinta yang tidak memaksa, tetapi tetap hadir untuk membimbing.
Remaja yang merasakan dukungan emosional dan kepercayaan dari orang tua mereka cenderung mengalami hubungan yang lebih harmonis dan komunikasi terbuka. Penelitian menunjukkan bahwa kepercayaan orangtua-remaja yang kuat berkorelasi dengan kualitas relasional positif, meningkatkan komunikasi dan kepuasan dalam hubungan(Shek, 2010). Ini menegaskan bahwa cinta yang mengalir adalah cinta yang membangun kepercayaan dan komunikasi, bukan cinta yang mengekang atau menuntut kesempurnaan.