Joni, "Lalu kalian bertengkarnya di mana?"
Minten, "Gak tau. Masa bodoh akh! Gak penting-penting amat."
Joni, "Kalau gak penting amat mengapa sampai bertengkar?"
Minten, "Au akh! Gelap!"
Minten pun berlalu. Joni masih saja bengong. Padahal niatnya hanya membuka obrolan untuk pedekate sama si Minten. Salah ucap saja. Kenapa juga menanyakan masalah pribadinya. Batal sudah kalau begini caranya.
Tapi ngomong-ngomong, yang bohong ini beritanya atau keterangan Minten sih?
Sebenarnya kalau patuh pada hal yang dianggap baik, apa salahnya juga dipatuhi. Toh kebaikan akan datang untuk dirinya. Pasti tak akan datang pada orang lain.
Cukup patuh saja, aman damai terkendali. Kecuali padahal yang merugikan atau merusak norma yang ada.
Murid patuh pada guru, tak ada guru yang ingin menyesatkan muridnya. Anak patuh pada orangtua, tak ada orangtua yang ingin menyengsarakan anaknya. Isteri patuh pada suami, tak ada suasana keluarga yang akan dirusak setelah demikian dibina.
Lantas apa yang salah? Patuh mengikuti keinginan guru, orangtua, suami mungkinkah akan membuat gengsi?
Seperti Minten, seperti Joni, dan sekian banyak manusia lain menganggap patuh menjadi beban dalam hidupnya. Jika ingin bebas gampang! Jangan berhubungan dan terikat dengan orang lain. Maka tak ada kata patuh yang perlu dilakukan. Tak akan ada gengsi jika mematuhi. Tentu saja tak akan ada kata sakit hati.