Mohon tunggu...
Bledhek
Bledhek Mohon Tunggu... Operator - ____________

Pengkhayal LEPAS

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Poli Bedah Syaraf Beberapa Saat Kemudian

24 Maret 2021   22:21 Diperbarui: 25 Maret 2021   12:00 544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo (praktekdokter.info)

Poli Bedah Syaraf Beberapa Saat Kemudian

Seseorang, lelaki setengah tua memakai peci hitam melongok mengagetkan penjaga
Plasik pembatas sekat korona tak berdaya

Mikropon masih menyala, peserta antrean mendengar jelas sebuah percakapan

"Ini benarkan poli bedah syaraf? Anak saya sudah setengah hari terbaring di sana. Padahal harusnya giliran anak saya. Mengapa tak ada reaksi panggilan sama sekali?" Teriakannya didengar semua

"Maaf, Pak. Ada yang gawat darurat. Jadi semua dokter dan perawat mengejarnya. Nanti jika sudah datang past bapak mendapat panggilan. Sabar pak ya,"  dari balik mikropon suara lembut benar-benar menjadi penenang hadirin sekalian

Memang benar, semua orang dalam hati bertanya. Sudah setengah hari tak satu pun yang antre dipanggil

Beberapa saat kemudian, beberapa orang berseragam hijau tua seakan berbaris. Langkahnya cepat walau tak seirama. Satu orang yang lebih tua, paling tengah di antara mereka

Aku menyaksikan! Seorang pemuda tinggal kulit pembalut tulang tergeletak di atas dipan. Ditarik tiga orang, saudaranya mungkin. Masuk ruang bertuliskan bedah syaraf.

Beberapa saat kemudian satu di antara mereka ke luar. Diminta operasi pak, katanya

Mereka menarik pasien menjauh. Tak ada respon dari keluarganya
Aku mengira setelah ini akan ada perundingan hidup mati
Dokter memastikan tindakan operasi wajib dilakui
Si bapak sepertinya keberatan
Tapi entahlah....

Beberapa saat kemudian,
Sepasang suami isteri dipanggil
Suami bergegas berdiri menuntun isterinya,
Terlihat sayangnya melebihi tinggi kelapa

Lihatlah! Sudah kronis. Tulangnya sudah tertembus akar kankernya.
Dokter memperlihatkan papan tulis bercahaya
Di sini aliran darah dan pusat syaraf
Jika operasi dipaksa tak akan selamat
Saya tak mencoba menakuti, ini se keyakinan yang saya pelajari

Tangis pun meledak!
Keluh kesah dari pasien keluar sepanas lahar;
Tentang bibir yang tak bergerak
Tentang lidah yang tak mencecap
Tentang gigi yang tak berfungsi
Tangisnya kemudian berhenti

Jadi seharusnya bagaimana? Lelaki yang menjadi suaminya menenangkan suasana
Perawat yang mengelilingi dokter serius mencatat

Kami akan beri obat penahan nyeri, hanya itu untuk saat ini

Semua tegang!
Tak ada gerakan, hampir limabelas orang dengan pikiran melayang
Masing-masing dengan pikirannya sendiri

Mungkin ada yang berkata dalam hati;
Jika harus mati, biarlah
Ini ilmu yang bermanfaat, jika nanti aku jadi dokter
Bagaimana mencari obatnya jika persediaan tak ada, padahal nyeri hebatnya menggila
Dan pikiran lain
Entah apa bunyinya....

Satu vonis dengan keyakinan jika operasi akan selamat
Ia masih berat dan menolak

Yang lainnya, sekarat
Padahal ia pasrah diapakan saja
Dokter tak kuasa berbuat apa-apa

Dalam kondisi kritis begini, apa yang mungkin terpikirkan selain mencari Tuhan
Tempat meminta pertolongan
Saat tangan-tangan ringkih menyerah mengambil peran

Polik bedah saraf kemudian lengang
Tak ada lagi panggilan
Peserta antre, entah kemana mereka pergi
Mencari selamat
Atau
Mencari mati
Aku tertegun mencari tau

Tb, 24 Maret 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun