Mohon tunggu...
Bledhek
Bledhek Mohon Tunggu... Operator - ____________

Pengkhayal LEPAS

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Mengenal Tebu Tibarau (Gelagah), Manfaatnya Tak Terkira

21 Maret 2021   21:07 Diperbarui: 22 Maret 2021   15:32 6272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tagar.id Foto Menikmati Hamparan Bunga Rumput Gelagah di Bangladesh

Beberapa tahun silam, waktu pertama kali datang ke daerah saya sekarang sebenarnya malu menceritakannya. Tapi ini ada sangkut pautnya dengan materi tulisan yang saya buat, jadi mau tidak mau terpaksa saya ceritakan.

Maklumlah, namanya pemancing di mana pun berada sungai adalah salah satu spot yang paling menarik. Karena saya berasal dari kota tentu saja tak paham betul jenis tumbuhan.

Saat itu kebetulan selepas tengah hari saya mancing di sungai. Mengingat medannya sangat sulit dan jauh juga terik sangat membakar maka melihat tumbuhan mirip tebu saya kita tebu.

Setelah merasa haus yang sangat maka dengan parang di tangan saya coba tebang satu batang pohon yang saya kira tebu tersebut.  Dengan senang dan bersemangat mengupas kulitnya.

Dan begitu saya gigit, ampun! Ternyata tak ada airnya. Rasanya getar, apa mau di kata. Haus poll, mulut getar. Mau minum air sungai takut sakit perut. Maka terpaksa saya pulang. Padahal belum dapat satu ikan pun.


Esok siangnya saya dan dua orang teman lain berangkat lagi ke tempat itu. Kali ini saya bawa air dalam kemasan plastik, takut kehausan dan pengalaman bodoh tak mungkin terjadi dua kali.

Saat asyik mancing pun saya iseng cerita, bahwa kemarin saya menggigit dan coba mamakan batang yang mirip tebu itu.

Apes banget! Maksud hati mendapatkan simpati malah ke gojlok habis-habisan. Mereka berdua terpingkal-pingkal. Begitulah orang kota, lebih bodoh dari kambing. Kambing bodoh saja tak akan mau makan batang tibarau. Saya mesam-mesem saja sambil malu.

Pengalaman itulah yang hingga kini mengingatkan saya ketika bertemu batang yang kemudian saya kenal dengan nama tibarau, tebu tibarau, gelagah, galoga, tebu salah, dan banyak lagi nama lain sesuai dengan daerahnya.

Tebu tibarau selanjutnya akan saya sebut dengan nama gelagah. Dengan nama latin Saccharum spontaneum, merupakan kerajaan plantea, dan sub famili arundinoideae, dari genus Saccharum.

Ternyata gelagah merupakan rumput buluh yang menahun, dengan akar tinggal (rizoma) yang menjalar memanjang dan batang yang tegak, kekar. Batangnya pejal dan tak berongga. Pantas saat saya gigit sangat keras dan rasanya getar. Karena memang tidak bisa dimakan orang.

Sepintas mirip banget dengan tebu. Batangnya berbuku-buku. Sementara di bawah buku-bukunya diselimuti oleh sesuatu yang mengkilat seperti lilin.

Daunnya juga persis daun tebu, cuma bedanya daun gelagah ini pinggirannya sangat tajam. Sedikit saja kena guratan pada kulit dipastikan terluka, dan rambut-tambutnya akan menusuk kulit, disamping berdarah rasanya juga sangat sakit.

Karena meninggalkan bagian daunnya dalam kulit jika dibiarkan bisa mengakibatkan pembengkakan walau dalam ukuran kecil. Dan berujung pada bernanah. Setelah bentuk yang mirip bisul kecil itu mengeluarkan nanah barulah sakitnya berkurang dah kulit akan mengoreng.

Setelah googling baru saya tahu ternyata gelagah menyebar luas di semua benua kecuali Antartika, di kawasan tropika dan ugahari. Ia didapati di Eropa tenggara; di wilayah ugahari benua Asia (Asia Tengah, Asia Barat, Arabia, Tiongkok, dan Asia Timur); Asia tropis (India, Indochina, kawasan Malesia, dan Papuasia); Australia; kepulauan Pasifik; serta Amerika Tengah.

Di Indonesia, spesimen herbarium diperoleh dari Sumatra, Krakatau, Jawa, Madura, Sulawesi, Timor, Ternate, dan Halmahera. (Wikipedia)

Di sebagian daerah di Indonesia batang gelagah sudah banyak dimanfaatkan. Seperti di ternate, batang gelagah dimanfaatkan untuk pagar. Ada juga yang memanfaatkannya untuk tirai buluh (kerai). Persis tak ada rotan, gelagah pun jadi.

Karena batangnya tak berongga, jadi ketahanannya juga lama. Dan mengkilatnya batang tersebut asli. Tinggal pernis sedikit sudah nampak keindahannya.

Ada pun manfaat lain dari gelagah, pucuknya dapat dijadikan makanan ternak, terutama sapi. Kuncup bunga mudanya persis jagung muda bisa dimasak seperti memasak jagung muda.

Sementara daun keringnya dianyam bisa digunakan untuk atap. Persis seperti atap rumbiya dan nipah. Kualitasnya juga tak kalah.

Yang paling istimewa dari pemanfaatan gegalah adalah tumbuhan ini mampu menahan erosi. Tumbuhnya sangat mudah dan berkembang sangat cepat. Setiap ruas jika tersentuh tanah akan mengeluarkan akar. Sifat akae tinggal inilah yang mengikat pasir dan tanah dari air.

Jadi begitu tumbuh di tepian sungai, saat air tersebut pasang dan dalam maka ruas-ruaa gelagah akan tumbuh akan dan mengikat pasir dan tanah serta di bagian itu juga tumbuh cabang batang baru. Demikianlah seterusnya, sehinga semakin sehari akan sebakin banyak dan lebat. Kalau menjorok ke sungai, dipastikan jorokannya lambat laun menjadi daratan (tepian sungai).

Hal baru tentang pemanfaatkan gelagah adalah digunakan untuk pembuatan briket dengan campuran kulit durian.

Upaya dan inovasi briket campuran gelagah dan kulit durian yang dihasilkan sebagai bahan bakar alternatif sehingga mempunyai karakteristik terhadap kualitas dan performa yaitu nilai kalornya. Tahapan ujicoba dan evaluasi terhadap briket campuran tebu tibarau dan kulit durian diperlukan sebelum dikembangkan dan direkomendasi sebagai bahan bakar alternatif.

Jika nanti berhasil pasti akan mampu menjadi hasanah untuk dikembangkan menjadi bahan bakar alternatif bagi memasak dan lainnya. Terutama yang sifatnya pembakaran. Kita tunggu saja kabar terakhirnya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun