Senja! Siapa sangka senja jadi awal segala petaka. Langit jingga benar-benar membuat tangis menghabskan air mata.
Bukan dari kalangan keluarga, ayah ibunya, kakak adiknya. Bahkan orang-orang yang mengenalnya, teman-teman sekelasnya. Juga siapa saja yang telinganya terbuka hingga berita ini sampai menggetarkan relung hati terdalamnya.
Berawal dari kegembiraan, latihan sepak bola. Lapangan desa, lengang. Tak ada pepohonan. Langit mendung berawan. Teduh, sangat segar berolahraga dan bergembira.
Tujuhbelas orang dengan satu pelatih masuk ke lapangan. Setelah sebelumnya ramai saling menunggu satu persatu peserta latihan.
"Panggilkan Bagas! Kalau tidak ada dia kita tidak bisa latihan!" Perintah pelatih pada salah seorang anggota.
Kelas satu SMP, harusnya sedang asyik bermain. Harusnya jalan-jalan bersepeda bersama kawan-kawan. Kelliling desa.
"Bagasnya masih membantu bapaknya. Mulung karet di kebun," jawabnya setelah lari terbirit-birit ingin latihan segera di mulai.
Mereka pun pemanasan. Bola dan kelengkapannya memang disimpan di rumah Bagas.
Nanti malam di rumah Bagas ada acara khataman Al Quran. Bagas pertama kali khatam, jadi wajar jika ada acara selamatan. Undangan selamatan sudah disampaikan.
Setelahnya akan ada makan besar. Ayam jago masak lodo. Sungguh nikmat tak terkira. Begitu pulang, bawa berkat dalam takir masing-masing undangannya. Tradisi desa.
Waktu terus berjalan. Bagas datang menyeret karung berisi sekian biji bola. Termasuk baju seragam latihan. Ia termasuk yang paling tanggung jawab menjaga peralatan.