Mohon tunggu...
Bledhek
Bledhek Mohon Tunggu... Operator - ____________

Pengkhayal LEPAS

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Maaf, Pak! Saya Mau Mengkritik

10 Februari 2021   20:52 Diperbarui: 10 Februari 2021   21:13 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Memang boleh? Mendengar kata maaf saja, tidak apa-apa sebenarnya. Namun saat sambungan kalimatnya berbunyi, "Saya mau mengeritik...." Pasti raut mukanya berubah. Rasa tidak suka spontan terlihat. Akhirnya terpaksa deh, keritikannya tidak jadi dilontarkan.

Wacana di atas, kira-kira siapa yang pernah mengalami? Saya pribadi pernah mengalami keduanya. Pertama dahulu saya lakukan pada atasan saya. Eh, ternyata begitu jadi atasan saya kena batunya. Diperlakukan sama. Dengan kalimat yang sama pula.

Menjadi atasan di mana pun tempatnya akan disebut sebagai prmimpin. Sementar pemimpin yang ideal adalah;

Pertama, harus cerdas. Kecerdasan adalah titik tentu yang idealnya harus dimiliki oleh seorang pemimpin dan merupakan penentu seberapa baik langkah yang diambil jika dihadapkan pada masalah.

Baca Juga: Pokoke Aku Ra Melu...

Pemimpin mampu membawa diri dengan keunggulan berfikir dan peka terhadap hal-hal sekitar. Dengan kecerdasan akan mampu berfikir luwes dan memiliki ide-ide segar untuk keberlangsungan organisasinya.

Ke dua, bertanggung jawab. Pemimpin ini menanggung efek dari segala keputusan yang timbul akibat tindakan yang telah dilaksanakan. Pengambilan keputusan terhadap cara kerja tidak diputuskan dengan tidak tergesa-gesa.

Salah satu ciri bertanggung jawab adalah tetap teguh dan mampu berfikir taktis untuk menerima segala resiko yang timbul dari keputusan yang diambil.

Ke tiga, dapat dipercaya. Karakter ini akma sangat menentukan seberapa berhasilnya seorang pemimpin dalam menggerakkan anggotanya dan bijak dalam mengambil keputusan.

Kebiasaan pemimpin yang dapat dipercaya yang tanpa perlu berfikir ulang dan mampu mendamaikan hati semua anggota. Dengan begitu setiap anggota akan merasa lebih terpacu untuk menyatukan hati dan menciptakan keseragaman organisasi demi terciptanya keutuhan.

Ke empat, jujur. Kejujuran tidak lahir sertam merta. Jika kejujuran sudah melekat erat dalam diri seseorang tentunya menjadi point khas yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin.

Pemimpin yang jujur menjanjikan keterbukaan dan keluwesan dalam memberikan segala informasi yang mencakup kepentingan organisasi, tidak ada tang namanya mengguntinf dalam lipatan. Bawahan pun akan takut untuk tidak jujut.

Pemimpin ideal dengan tingkat kejujuran tinggi akan mendapatkan kepercayaan yang luas dari anggota organisasinya.

Ke lima, rela berkorban. Rela berkorban berarti rela menerjunkan diri (menahan ambisi pribadi) dalam kepentingan bersama dibandingkan dengan kepentingan pribadi.

Dengan semangat rela berkorban akan mampu memfokuskan diri untuk mencapai semua kebutuhan organisasi secara detail. Sifat rela berkorban ini pun tentunya harus didasari dengan kecerdasan dan kebijakan dari seorang pemimpin. Implikasinya dia akan mengambil keputusan secara tepat tanpa merugikan banyak pihak.

Nah, kalau yang lima ini hilang dan tidak ada pada diri pemimpin atau atasan kita terus apa yang dilakukan? Tentu saja mengkritisinya.

Jika atasan atau pemimpin alergi terhadap kritik, bagaimana akan tumbuh setidaknya lima ketentuan di atas?

Pengalaman saya sih, saat menjadi atasan ketika cara menyampaikan kritiknya tidak tembak langsung pasti tidak menyakitkan hati.

Kadang seorang teman lewat cerita orang lain, tentang bagaimana kegagalan dan keberhasilannya dalam memimpin. Nah, pada saat itulah uraian-uraian tentang keharusan yang dimiliki pemimpin diceritakan.

Walau tidak sekonyong-konyong berubah. Nanti saat menjelang tidur, apa yang telah diceritakan akan terpikirkan. Saat itulah kesadaran tentang kesalahan timbul. Beberapa saat kemudian muncullah niat untuk berubah lebih baik lagi.

Karena dahulu pernah dibegitukan sama bawahan dan efeknya dahsyat banget. Maka ketika saya jadi bawahan pun ikut-ikut mempraktekkan itu. Hasilnya lumayan bagus. Walau tidak terlihat mencolok, namun perubahan sedikit demi sedikit terjadi.

Jadi kalau saya, atau anda datang pada atasan atau pimpinan kemudian berkata, "Maaf, Pak! Saya mau mengkritik..." Siap-siap saja gajimu dipotong, atau segera dimutasi. Ha ha ha....

Kalimat langsung atau kata "kritik" sedikit banyaknya membuat kuping gatal. Daji sebaiknya jangan sebut kata "kritik"nya. Cerita saja apa yang salah dan apa yang belum baik. Apalagi jika pandai sambil bercerita tentang anekdot-anekdot  tentang kepemimpinan. Sangat mantab.

Kembali ke point pertama di atas, pemimpin harus cerdas. Lah, kalau bawahannya lebih cerdas dari pemimpinnya, ganti aja tuh pemimpinnya. Wkwkwkw... Masak dengan anekdot segala menceritai atasan atau pemimpin. Ada ada saja.

Tapi jika tak percaya, coba saja. Dan tunggu hasilnya. Jika meminta atasan atau pemimpim lebih baik, tentu kita sebagai bawahan lebih baik dahulu. Begitu, Boss!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun