Memangnya ada ya, orang yang sudah salah masih membela diri dan tak mau minta maaf?
Sering kita temukan, kadang kita alami sendiri. Berbuat salah pada orang lain, kemudian malu untuk minta maaf. Kalau hanya malu lantas pergi tidak ingin bertemu lagi wajar. Tapi kalau sudah salah masih saja membela diri, bagaimana coba?
Mengomentari kesalahan orang lain dan menyarankan untuk minta maaf memang mudah. Yang sulit itu ketika peristiwa itu kita alami sendiri.
Penuh penjara, kalau maling mau ngaku!
Begituah ungkapan yang biasa kita dengar. Segala macam alibi keluar dari mulutnya. Dengan alasan praduga tak bersalah dan seterusnya.
Tidak semua kesalahan yang dilakukan mengandung unsur pidana, jadi tak semua wujud salah harus dibuktikan di depan pengadilan.
Berdusta misalnya, dusta pertama akan lahir dusta-dista berikutnya. Untuk menutupi salah yang satu, jika masih ingin berkelit tentu saja akan lahir dusta-dusta baru lainnya.
Baca Juga: DJP Online, Oh Alangkah....
Menyakiti hati orang lain misalnya, akan sangat mudah jika segera mengakui telah salah kemudian minta maaf. Pasti urusan selesai. Yang membuat tidak selesai adalah gengsi. Gengsi dong aku minta maaf. Kan salahku cuma sedkit!
Sedikit banyak jika sudah menyakiti hari orang lain layak untuk minta maaf. Kesalahan bukan ukuran kecil atau besar menurut kita, tapi seberapa dalam menoreh perasaan menyakitkan itu.
Yang paling membuat sebel adalah jenis yang suka buat salah terus ngeles. Berikut kebiasaannya:
Sudah salah, balik marah-marah. Otorisasi dari pihak yang merasa berkuasa dalam sebuah keluarga atau dalam jenjang kepemimpinan sangat gengsi jika minta maaf. Yang paling enak ya, marah. Dengan marah dikira kesalahan akan terlupakan. Padahal dengan marah akan datang masalah baru.
Setelah salah lantas menyalahkan keadaan, padahal keadaan ya begitu-begitu saja. Hujan lah, panas lah, miskin lah, sudah dari sononya cemburuan. tabiat, dan lain-lain. Pokoknya model orang begini, keadaanlah yang dijadikan kambing hitam.
Persis banjir, yang salah adalah hujan deras. Menangetan memang! Jelas-jelas sungai dangkal, hutan gundul, got mampet, buang sampah semabarang. Eh malah hujan jadi tersangka.
Yang paling lucu adalah ketika seseorang salah kemudian diingatkan atau diberi nasihat, malah mengalihkan percakapan. Mana akan tuntas masalahnya. Kesalahan tak disadari sebagai sebuah kesalahan. Dengan mengalihkan pembicaraan kesalahan tidak akan termaafkan.
Padah niat baik dari orang yang mengingatkan adalah karena sayang dan cinta. Diharapkan terjadi perubahan perilaku di waktu tang akan datang. Jika pembicaaran dialihkan, yang ada kesalahan demi kesalahan akan terulang.
Yang mengiris hati adalah ketika salah tertangkap tangan, Siapa yang tidak kesal, sudah jelas-jelas berbohong saat dikonfirmasi tetap tidak mengaku. Bukti segunung pun jika berhadapan dengan orang seperti ini akan runtuh gunungnya. Sekali tidak ya tetap tidak! Begitulah prinsip hidupnya. Menyedihkan banget!
Kalau yang salah kemudian mendadak romantis mungkin agak menghibur. Mungkin saja setelah romantis akan ada kata maaf terucap. Masih ada sedikit harapan kebaikan. Baginya minimal sakit hati karena kesalahannya terobati. Lumayanlah....
Dan terakhir, untuk yang suka berbohong. Berbohong, siapa pun menganggap pasti sebuah kesalahan. Tak ada siapa pun orangnya di dunia ini yang mau dibohongi. Pembohong pun akan marah jika dibohongi.
Pada saat ketahuan bohongnya, bersumpah demi langit dan bumi, demi ibu pertiwi, demi segala yang diingat disebut, dan menyatakan tidak berbohong. Orang seperti inilah yang sudah menelan ludah kelapang-palang.
Bagi orang seperti ini dibunuh pun seandainnya, tetak tak akan mengakui kesalahannya.
Sering kita perhatikan, di pengadilan padahal kitab suci sudah ada di kepala. Sumpah janji terucap. Nyatanya dilanggar juga. Para pejabat, saat memegang jabatannya sebelumnya diambil sumpah. Nyatanya korupsi juga. Apa coba kalau bukan menelan ludah yang sudah kepalang.
Tapi begitulah, tidak ada manusia yang tak pernah berbuat saha. Sebaik-baik manusia adalah yang pernah salah dan segera menyadari kesalahannya kemudian memperbaikinya. Demikian....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H