Mohon tunggu...
Bledhek
Bledhek Mohon Tunggu... Operator - ____________

Pengkhayal LEPAS

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Rabuk Lundu", dari Ikan Tak Berharga Menjadi Luar Biasa!

9 Februari 2021   10:50 Diperbarui: 9 Februari 2021   12:47 4462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Banjarmasin Post - Tribunnews.com Inovasi Dokter Cantik Tanahlaut, Ikan Lundu Diolah Abon Atasi Gizi ...

"Iwak lundu", orang banjar menyebutnya demikian. Di sepanjang sungai, hampir di semua sungai di Kalimantan Selatan ikan ini ada. Persawahan yang jika air pasang terhubung ke sungai juga banyak ditemukan ikan ini.

Lundu alias keting adalah nama umum bagi sekelompok ikan air tawar yang tergolong ke dalam marga Mystus (suku Bagridae, bangsa Siluriformes).

Banyak nama lokal yang disematkan ke ikan-ikan ini, beberapa di antaranya adalah keting, kating, ndaringan, sengat, senggiringan, ririgi, kelibere dan lain-lain bergantung kepada spesies dan daerahnya.

Yang menarik dari iwak lundu ini adalah stempel yang disematkan masyarakat Kalsel, ikan ini tergolong ikan pemakan kotoran. Mereka sering menjumpai ikan keting ini di bawah jamban (wc di  pinggir sungai). Sebagian besar mereka jijik memakan ikan dalam bentuk olahan biasa.

Baca Juga: Apa Kabar Kuda Sungkai

Jika masih melihat bentuk ikannya rata-rata enggan mengkonsumsinya. Padahal tekstur daging yang begitu kenyal sangat gurih.

Beberapa orang ada yang kreatif dengan mengolahnya menjadi ikan kering. Harga di pasaran lumayan mahal, berkisar antara Rp 25.000-30.000 perkilo. Termasuk sebuah terobosan besar. Walaupun harga itu masih relatif  murah dibanding ikan kering lainnya.

Ikan brek kering saja harganya sampai Rp 50.000-60.000 perkilo. Harga ini sudah kondisi harga pada saat ikan melimpah.

Padahal jika kita amati lebih lanjut, hampir semua ikan kecuali ikan pemangsa memakan makanan yang kotor di alam liarnya.

Perkembangbiakan ikan keting sangat pesat, sementara ekspoitasinya jarang. Hal ini mengakibatkan populasinya berlimpah. Para pemancing pasti akan ngomel jika iwak lindu ini memakan umpan pancingnya. Rata-rata ikan akan di lempar lagi ke air. Jika jengkel, ikan dipukul, setelah mati bari dilempar ke air. Saking tidak berartinya iwak lundu.

Tepatnya di Padangluas, Kurau, Tanah Laut, Kalimantan Selatan seorang dokter memprakarsai sebuah inovasi yaitu mengolah iwak lundu menjadi rabuk (abon).

Namanya juga dokter, jika berada di lingkungan masyarakat desa kata-katanya dipercaya oleh sebagian besar masyarakat. Kesempatan inilah yang tidak disia-siakan.

Namanya Dokter Rahmah, membuat iwak lundu yang banyak terdapat di daerah ini menjadi olahan rabuk (abon). Sambil melakukan penelitian bagaimana dampak konsumsi rabuk lindu terhadap peningkatan gizi anak.

Alhasil, selama satu bulan melalui alat evaluasi yang dirancangnya diberi nama 'Bunda Siti' kependekan dari 'Buku Panduan Pemantauan Status Gizi' yang menjadi pegangan petugas medis membuktikan bahwa, dari 11 balita yang gizinya masuk zona merah dimonitor dalam satu bulan ini disarankan mengonsumsi abon ikan Lundu olahan Rahmah, sekitar tujuh anak mengalami peningkatan berat badan.

Tentu saja faktor yang mempengaruhi berat badan sangat banyak. Namun gambaran ini sedikit banyak dapat dijadikan cermin bahwa konsumsi ikan dan peningkatan gizi berpengarus signifikan.

Inovasi yang dilakukan dokter Rahma yang dirilis oleh banjarmasin.tribunnwes.com dengan tajuk Inovasi Dokter Cantik Tanahlaut, Ikan Lundu Diolah Abon Atasi Gizi Buruk Balita (Minggu, 17 Februari 2019) mendapat rerspon masyarakat Kalimantan Selatan.

Setelah setahun berlalu, kini banyak sekali kita temukan jenis merek olahan dari rabuk iwak lundu. Mengingat hampir semua kawasan yang ada di Kalsel melimpah iwak lundunya.

Saat iwak lindu yang tidak berharga menjadi rabuk lundu, memiliki gizi yang tinggi dan harga jual yang lumayan mahal. Untuk 0.25 kilogram harganya Rp 60.000. Salah satu inovasi yang luar biasa bagi terciptanya olahan dan komoditas ekonomi masyarakat.

Tentu saja membuka peluang lapangan kerja baru demi meningkatkan ekonomi keluarga. Jika digeluti dalam skala besar nantinya pasti akan sangat menguntungkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun