Dahulu orang Banjarmasin dan sekitarnya, jika ada yang menyebut soal kuda pasti mereka akan berucap tentang kuda Sungkai. Maksudnya di desa Sungkai inilah kuda-kuda yang berkeliaran di Banjarmasin.
Lama kelamaan, istilah kuda Sungkai lenyap. Kemana para pemelihara kuda di Sungai? Malah yang terdengar sekarang kuda diternakan di Desa Batakan, Kecamatan Panyipatan, Kabupaten Tanah Laut.
Sungkai merupakan sebuah Desa di Kecamatan Simpang Ampat, Kabupaten Banjar. Dari tata letak memang antara Batakan dan Sungkai sangat berjauhan. Jalan poros yang dilewati merupakan jalan provinsi yang memutar. Tak kurang dari 180 km jarak antara ke dua desa tersebut.
Baca Juga Pokoke Aku Ra Melu....
Menurut cerita nama desa ini diambil dari nama kayu sungkai (Peronema canescens) yang konon pada awal berdirinya desa ini adalah dibangunnya sebuah pasar. Bahan untuk mendirikan kantin-kantin di pasar tersebut hampir semua terbangun dari kayu sungkai. Sebagian besar pendudknya dahulu adalah warga transigrasi.
Daerah perbukitan dan dataran tinggi sebenarnya memberikan peluang besar untuk sebuah peternakan. Prospek dan keuntungan dari beternak guda yang kurang menguntunkan inilah barangkali membuat peternak kuda di sana beralih ke usaha lainnya.
Kini Sungkai dikenal karena kayu sungkai (Peronema canescens) yang diklaim bisa membantu pasien covid-19 sembuh.
Seperti yang dikemukanan Bupati Merangin, Al Haris mengklaim ramuan tradisonal daun sungkai membantu penyembuhan pasien Covid-19. Pemberian ramuan daun sungkai kepada pasien, didukung hasil riset peneliti Universitas Jambi (Unja).
Dalam riset, ramuan daun sungkai telah diuji coba kepada mencit. Hasilnya ramuan mengandung etanol yang berfungsi sebagai anti inflamasi. (Jambi.kompas.kom, 18 Sept 2020)
Jika seandainya kayu sungkai diperkenalkan oleh kepala Desa, atau Bupati Banjar, sungguh merupakan sesuatu yang menggembirakan san membanggakan.
Sementara itu peternakan kuda yang berada di Batakan ternyata memiliki kegunaan lain selain dahulu di Sungkai untuk mengangkut hasil pertanian dan perkebunan. Di tempat ini, kuda dijadikan sarana rekreasi. Pantai Batakan memiliki daya tarik tersendiri karena banyak kuda yang disewakan untuk pengunjung.
Sepertinyang Ardani warga Desa Batakan lakukan, dengan yang mulanya memiliki seekor kuda yang dibelikan ayahnya dari Pulau Masalembu, Jawa Timur. Kini jumlah kudanya mencapai belasan ekor.
Enam ekor kudanya mampu menarik kereta kuda melayani pengunjung pantai Batakan berkeliling. Dua melayani pengunjung yang ingin berkuda sendirian.
Langkanya kuda di Daerah Kalsel tentu saja jadi daya tarik sendiri bagi anak-anak dan remaja untuk menaikinya secara langsung. Apalagi berjalan di bibir pantai yang terhampar sangat panjang.
Padahal jika di Desa Sungkai dikembangkan lagi peternakan Kuda dan mengembalikan Kuda Sungkai menjadi ikon desa ini sungguh merupakan langkah inovasi dalam rangka mengangkat kesejahteraan waega masyarakat desa.
Kondisi geogeafis Desa Sungkai yang merupakan dataran tinggi dan berbukitan pasti akan sangat indah jika dikelola menjadi obyek wisata. Tentu saja dengan kuda yang banyak berkeliaran jadi peliharaan warga.
Oleh karena itu, jika Sungkai jadi sentra peternakan kuda dan menjadi daerah wisata maka warga Kalimantas Selatan tidak perlu jauh-jauh lagi ke tempat wisata yang ada di luar Kalimantan.
Lucu saja, ketika ditanya kenapa kamu ke sana? Jawabnya, saya ingin menunggangi kuda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H