"Pokoke aku moh melu-melu" kira-kira artinya begini, yang jelas aku tidak mau ikut. Tidak hanya bermakna begitu, dalam keseharian kalimat ini sering diucapkan oleh sebagian orang Surabayan, jika apa yang akan dilakukan mengandung bahaya.
Bisa saja bahaya itu bersifat merugikan diri sendiri baik fisik maupun non fisik, rasa malu misalnya. Bisa jadi pengalaman masa lalu hingga akhirnya menjadi trauma, bisa juga karena akan mengusik ketenangan orang lain atau merugikannya.
Ini soalan apa sih sebenarnya, hingga aku begitu takut dan trauma. Yang jelas bukan tentang ular lho...
Ada yang berkomentar, awas jika menulis tentang ular lagi, pasti tak akan aku baca. Aku sih tertawa saja. Wong ini hanya cerita. Toh ular aslinya tak ada.
Dalam kaitan judul, aku memang sudah kapok tak akan mencoba menulis topik politik. Pertama karena aku bukan berlatar pendiidikan sosial dan politik. Ke dua, minat terhadap politikku sangat rendah. Ke tiga, ada orang-orang yang karena ucapan dan tulisannya tersansung kasus hukum. Mengerikan!
Bayangkan, beberapa tahun lalu aku pernah begitu membela salah satu anggota partai politik ingin jadi anggota DPRD. Nyatanya ujung-ujungnya setelah yang bersangkutan duduk menjadi anggota dewan, jangankan ingat diriku, janjinya untuk memajukan desa kami saja terbang entah ke mana.
Bukan alergi juga sih, tapi ya begitulah. Menyampaikan sebuah opini politik tentu saja harus memiliki dasar yang kuat, akirat dan benar (sahih) dari sumber terpercaya. Apalagi jika dari orang pertama. Menyakinkan tentunya.
Begitu juga, sekian detik, sekian menit dinamika politik di tanah air bisa berubah begitu dramatis. Jadi update data, berita, dan segala tetek-bengeknya harus kita ikuti secara kontinu. Salah-salah membuat opini malah berujung seperti menepuk air di dulang, terpercik wajah sendiri.
Baca Juga Sekilas Mengenang....
Di samping itu konsekuensi logisnya, baik secara sosial dan hukum sangat rentan. Bahaya, salah-salah dua lengan akan dibelenggu dan dikerangken di penjara. Apa tidak takut tuh aku!
Menurutku sih, menilik makna politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles). Untuk mewujudkan kebaikan banyak jalur. Seperti pepatah banyak jalan menuru Roma, banyak simpang agar bisa sampai di Jakarta. Aku sebagai warga negara tetap mendukung dan berbuat demi kebaikan bersama.
Kalau memberikan opini politik kemudian menyesatkan dan malah membuat kegaduhan berarti bukan kebaikan yang tercapai. Salah-salah malah jadi kericuhan yang merugikan. Membesar-besarkan sesuatu yang sebenarnya tak besar, pasti akan membuang-buang waktu. Baik pembaca maupun penulisnya. Manfaatnya apa coba?
Jika politik dipandang sebagai hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara. Setiap lembaga pemerintah sudah memiliki lembaga tersendiri yang mengawasi jalannya roda pemerintahan. Jika ada pelanggaran ada badan yang akan menegur dan memberikan peringatan hingga sanksi memberatkan. Masalahnya lembaga itu jalan tidak?
Manakala politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat. Lah, orang seperti aku mana punya kekuatan dan dukungan untuk mempertahankan kekuasaan. Berkuasa saja tidak. Ha ha ha...
Dan yang terakhir pada saat politik diyakini sebagai segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik. Ada badan dan lembaga negara yang berwenang penuh di bidang ini. Mereka bertugas merencanakan, melaksanakan, kemudian melakukan evaluasi.
DPR yang jadi tangan untuk kita wakilkan segala aspirasi. Jika pilihan kita pada anggota DPR yang ada ternyata tidak mampu mewakili suara kita. Nanti jangan dipilih lagi. Gampang! Tapi ini pendapatku, orang lain boleh berpendapat beda. Tak mengapa....
Aku, termasuk kamu (pembaca; maksudnya) jika tak paham banget seluk beluk perpolitikan sudah deh, jangan coba-coba bermain politik baik dalam bentuk tulisan dan unggahan lain. Mending unggah apa yang memang benar-benar kita kuasai.
Begitu Brow, jadi kalau aku diminta nulis artikel politik. Moh, pokoke aku ra melu-melu! Titik. Soal artikel politik, serahkan sama ahlinya saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H