Baca Juga Nikmatkah Menggunting....
Jan 2021
Tanggal 20, Pukul 01.13
Malam benar-benar gelap. Angin bertiup begitu kencang. Menerpa wajah seakan menyayat-nyayat. Berada di tepi pantai seorang diri. Hujan mungkin sebentar lagi akan turun. Dan apa yang dinanti belum juga menampakkan hasil.
Senter di kepala sebentar-sebentar macet saklarnya. Begitu dibutuhkan tak mau menyala. Saat tidak diperlukan menyala dengan sendirinya. Dasar senter tak kenal kompromi.
Padahal di tempat inilah kenangan indah akan aku coba ukir lagi. Sungguh ini bukan tentang perselingkuhan. Tak ada kaitannnya dengan seoranng perempuan pun di dunia ini.
Kenangan indah seorang laki-laki tak mesti berkaitan dengan hangat dan bara cinta. Kadang suara gagak mampu menjadi kenangan indah jika momennya tepat dan mengena.
Dari kejauhan lampu bagan kelap-kelip. Para pencari ikan sedang mengadu nasib. Entah nanti ada cumi atau udang yang masuk keranjang. Atau hanya ikan bilis dan ikan tembang saja, hanya langit yang punya kuasa.
Berburu kepiting bakau adalah kenangan termanis yang aku miliki. Berburu kepiting bakau memang membutuhkan ketelatenan dan keuletan. Mencebur di lumpur setengah pinggang, hingga berenang di kedalaman bukan sebuah kesusahan. Dinginnya air malam hanya terasa jika sama sekali tangkapan hilang.
Pukul 18.23
Tanggal 19, Hari sebelumnya
"Aku ke rumah dahulu ya. Nanti jika kondisi memungkinkan aku akan kembali. Jangan khawatir, pasti ada pisang rebus. Tadi siang saat berangkat sudah masuk panci. Nanti pasti sudah masak. Kita tak akan kelaparan malam ini," temanku berkata.
Mentari baru saja tenggelam. Jingga masih terlihat jelas di laut bagian barat. Perasaan waswas tentu saja tidak ada.
Bayangan akan pulang membawa sekeranjang kepiting bakau dengan telur besar-besar di bagian bawah perutnya. Sungguh kesenangan tersendiri.
Agustus 2014
Dini hari
Lampu petromak di tangan kanan, sementara tangan kiri membawa tali rapia yang tidak sedikit lagi. Keranjang sudah terisi separo. Kepiting bakau memang sedang musim bertelur saat itu. Rata-rata yang masuk dalam lingkar jebak hampir dua kepal orang dewasa.
Temanku memang ahli menentukan tempat di mana kepiting bakau akan keluar dari sarang persembunyiannya.
Baca juga Ketika Sekian Banyak....Â
Di samping itu, karena tinggalnya dekat dengan pantai, hapal betul kapan air laut akan pasang dalam. Waktu yang tepat memasang jebak.
"Malam ini kita panen besar ya?" sambil tersenyum lebar.
Aku hanya mengangguk saja.
Bukan harga kepiting bakaunya yang terbayang, tapi ilmu menjebak kepitinglah yang begitu menyenangkan.
Jarang orang ada yang berbagi trik dan tips mendapatkan kepiting bakau. Mengingat nilai jualnya yang begitu mahal.
Tahun 2014, harga 1 kg kepiting bakau yang bertelur seperti yang kami dapatkan tidak kurang dari Rp 40.000,- Kalau sekeranjang yang aku bawa sekarang kurang lebih 10 kg, sudah Rp 400.000 masuk saku untuk satu kali perburuan.
Sebuah penghasilan melebihi penghasilan pengusaha. PNS kalah jauh pasti. Sayangnya pendapatan dari mencari kepiting bakau tidak pasti. Kadang banyak, kadang sedikit.
Tangkapan malam ini adalah tangkapan terbanyak selama hidupku.
Desember 2017
Karena pindah tugas, kami terpaksa berpisah. Ia pindah ke kecamatan yang jauh dari pantai.
Perburuan kepiting bakau pun terhenti. Tidak ada senyum tengah malam lagi. Tak ada cerita bagaimana menginjak badan kepiting bakau kemudian mengikat satu persatu kakinya.
Aku masih ingat ketika teriakannya begitu nyaring saat jari kelingkingnya dijepit catip kepiting bakau. Â Mau tidak mau terpaksa capitnya dipatahkan. Otomatis kepiting akan jatuh harganya. Tidak layak jual malah.
Sambil bersungut-sungut akhirnya kepiting tersebut kami bakar. Untuk mengganjal lapar di tengah malam buta. Berteman singkong rebus dan bubuk garam bercampur merica.
Desember 2019
Tepat 30 Desember tahun lalu, surat mutasi kerja ada di dalam genggamannya. Dengan bersemangat bercerita, jika sudah resmi mutasi berburu kepiting bakau yang telah lama terlupakan akan kembali dilakukan.
Jelas aku sambut dengan sangat antusias. Selama tidak bersamanya, tidak pernah sekali pun berburu kepiting bakau aku lakukan.
Jika kangen ingin menikmati kepiting bakau, terpaksa membeli. Harga Rp 50.000 untuk dua ekor kepiting bakau sekilo sungguh sangat mahal bagiku. Tapi biarlah, demi rasa kangen tak mengapa sekali-sekali berkorban.
Januari 2021
Tanggal 20, Pukul 2.37
Perasaan was-was mulai menghantuiku. Tak biasanya dia ingkar janji. Tak biasanya juga ketika ditelpon tidak diangkat. Apalagi tadi sore sudah berjanji akan datang lagi membawa pisang rebus. Dalam kecap di mulut hanya rasa pisang rebus.
Apa sebenarnya yang terjadi? Suara dering selalu terdengar. Artinya hp nya dalam keadaan menyala dan merespon panggilan. Namun tidak dijawab.
Waktu perlahan-lahat merambat hingga menjelang pagi dan aku masih seorang diri. Ditemani sepi.
Tak ada yang bisa dikerjakan, jebak kepiting pasti tak berani aku angkat. Jika pun dapat, biasanya hanya dia yang mampu mengikat rapi dan aman.
Sebenarnya beberapa kali aku telah mencoba mengikat namun selalu gagal. Rasa takut terkena cepitannya lebih besar.
Kesabaranku habis. Aku pun pulang ke rumah. Rumah kami terpisah jarak kecamatan. Jika aku harus menjenguk ke rumahnya mungkin akan memakan waktu 1 jam perjalanan kendaraan. Aku pulang ke rumahku juga 1 jam perjalanan. Sangat jauh memang. Jadi aku putuskan pulang ke rumah saja.
Januari 2021
Tanggal 20, Pukul 9.20
Sejak pagi komunikasi lewat hp tetap aku lakukan. Berkali-kali panggilan aku lakukan. Namun kali ini tak ada nada dering lagi. Kondiis hp sedang tidak aktif. Mungkin saja hp nya kehabisan baterai.
Hingga salah seorang temanku yang dekat dengan rumahnya memberikan kabar, dia masuk rumah sakit.
Sungguh aku sangat terkejut. Apa yang telah terjadi?
Katanya, "Tadi malam dia terjatuh di kamar mandi. Mungkin serangan jantung."
"Bagaimana nasibnya sekarang?" tanyaku penasaran.
"Alhamdulillah, ngawanya tertolong," lanjutnya.
Hp segera aku matikan, aku pun bergesas menjenguknya di rumah sakit.
Sepanjang perjalanan, hanya peristiwa tadi malam yang aku kenang. Pantas gagak bersuara nyaring. Malam itu mengapa tak begitu aku perhatikan
Sebenarnya aku tak mempercayai suara gagak adalah suara yang aku dengar adalah pertanda musibah bagi orang terdekat.
Pantas saja angin malam yang menerpa wajah begitu menyayat. Pantas saja mendung tebal dan langit begitu gelap.
Rasa bersalah dan menyesal telah kurang mencermati firasat yang diberikan alam sebagai peringatan. Seharusnya hal-hal seperti itu aku perhatikan. Seharusnya aku sadar kalau nyala senter yang kadang mati sendiri dan menyala sendiri adalah peringatan. Walaupun tidak mempercayai, minimal bisa dijadikan sebagai kewaspadaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H