Berkali-kali saya menginjak-injak lantai agar suara itu hilang. Tetap tak bergeming.
Dalam puncak ketakutan, saya nedak ke luar kantor menuju pintu tempat suara berasal. Langkah seribu. Pokoknya bisa keluar dengan selamat. Hanya itu yang ada di dalam pikiran.
Dengan keringat dingin saya pergi meninggalkan kantor. Lupa mengunci pintu, jangan-jangan juga lupa menutup pintu luarnya.
Bukan tempat gelap, bukan tempat sepi, bukan juga rintik hujan. Suara dan bau bangkai menyengat datang juga ternyata. Yang jelas waktu itu memang malam hari dan sudah lewat tengah malam.
Semalaman saya tak bisa tidur. Alamat tai bisa bermain SSB lagi. Malam-malam sepi akan kembali menyelimuti. Ketakutan memang sebuah siksaan tanpa ada obatnya.
Keesokan harinya, begitu datang ke kantor tak satu patah kata pun terucap dar mulut saya. Jangan-jangan ketika saya cerita nanti akan terulang kisah ketika tiga orang yang terpaksa menghentikan lemburannya karena mendengar suara meja dan kursi terbanting itu, tak seorang pun akan percaya.
Namun rasa penasaran akan suara dan bau bangkai itu tetap melekat kuat di kepala saya. Padahal sudah pagi, padahal para guru dan sfat sudah hadir, mengapa bau itu masih ada?
Pertanyaan itu akhirnya terjawab ketika guru olahraga dan siswa yang sedang berolahraga pagi itu terpaksa mengambil bola volli yang masuk ke kolong ruang kantor. Kantor memang tidak terbuat dari beton. Bangunan hanya terdiri dari kayu ulin. Jadi masih ada kolong di bawahnya setinggi kira 40 cm.
Mereka ribut karena menemukan bangkai anak anjing dan induknya. Oh! Rupanya suara itu adalah suara anjing di bawah kolong. Dan bau itu adalah bau bangkai anak anjing.
Saya akhirnya mengelus dada. Untung tidak ada hantu yang menampakkan dirinya di sekolah ini. Pun begitu kita tidak pungkiri bahwa ada mahluk gaib di sekitar kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H