Padahal banjir masih menggenang. Padahal dalam kamar setinggi mata kaki. Ada saja yang masih bisa tertawa ngakak dan berkata, "Bersedih-sedih juga tak ada artinya. Air juga tak mungkin surut hanya dengan bersedih. Apa salahnya jika tidak dimanfaatkan."
Benar juga kayaknya. Banjir bukan penghalang untuk beraktifitas dan mengambil berkah dari peristiwa ini. Menunggu datangnya bantuan, masak sih hanya berpangku tangan?
Akhirnya tak sedikit yang mencuri kesempatan. Halal memang, dan tak merugikan orang lain kok. Â Malah membantu mereka yang sedang kesulitan.
1. Gerobak Dorong
Dengan bermodal gerobak dorong mereka buat ikatan sedemikian rupa agar jika ada kendaraan yang takut terendam, padahal hanya lewat jalan itu yang harus dilewati. Jadinya ya, mau gimana lagi. Terpaksa minta tolong dengan penyeberang jalan.
Dengan gerobak dorong, dengaraan dan orangnya sekalian diangkut se jauh 10 sampai 40 meter. Aman sih harusnya basah hingga pinggang, dengan gerobak dorong yang basah hanya dengkul. Jadi celana dan bawahan untuk ibu-ibu saja yang basah. Masih bisa belanja ke pasar atau ke tempat pekerjaan.
Dari usaha ini para remaja yang mendorong itu sebanyak empat orang kadang-kadang. Ada juga yang hanya dua orang. Sekali menyeberang mereka mendapatkan uang dari 20 ribu hingga 40 ribu. Para penyeberang tidak dipatok berapa harganya. Keikhlasan mereka saja memberi.
Kita bisa kalkulasi berapa kendaraan yang hilir mudik minta disiberangkan. Dan tinggal mengalikan saja berapa pendapatan mereka selama sehari.
Ternyata tidak semua uang tersebut untuk mereka. Sebagian katanya dibelikan mie instan, air mineral, gula, kopi, dan sebagainya untuk membantu tetangga mereka yang benar-benar membutuhkan. Kegiatan yang sangat mulia.
2. Mengambil jasa membersihkan rumah tetangga
Di antara sekian banyak orang yang kebanjiran ternyata ada saja yang malas mebersihkan rumah mereka ketika air sudah tidak lagi berada dalam rumah.
Sisa kotoran dan tanah yang berada dalam rumah sangat tebal tentunya dirasa tidak sanggup dibersihkan sendiri. Dari sinilah jasa pembersih rumah dipanggil dan tentu saja berkah bagi si tukang bersih-bersih.
Membersihkan rah bekas kebanjiran sungguh tidaklah mudah. Mereka yang kebanjiran pasti pernah merasakan alangkah repotnya membersihkan rumah setelah kebanjiran. Apalagi jika perabot dalam rumah begitu banyak.
Belum lagi karpet, hambal permadani, meja kursi, lemari, dan segala macam perabotan rumah dari kamar tamu hingga dapat. Wajar kemudian jika tuan rumaj rela merogoh kocek hingga jutaan rupiah.
Biasanya untuk membersihkan rumah ini tidak bisa dikerjakan oleh satu orang. Mereka merupakan grup yang sengaja mereka bentuk. Tentu saja grup dadakan. Terdiri dari teman-teman yang sehati agar tidak timbul iri hati dan saling mengkali.
Setelah pekerjaan selesai barulah mereka dibayar. Pekerjaan ini kadang tidak selesai selama sehari. Mereka sangat senang karena setiap bekerja di tempat itu selalu mendapat makan dan minuman gratis dari tuan rumah.
3. Nelayan Dadakan
Â
Di mana ada air di situ ada ikannya. Demikian mungkin peribahasa yang nelayan dadakan ini pegang.
Betapa tidak. Begitu aor mulai naik, tak sedikit dari mereka yang mencari arah arus air dan dataran lebih tinggi.
Sebagian dari mereka ada yang membawa jala, rempa, jaring, pukat, wuwu. Pokoknya segala peralatan menangkap ikan keluar dari persembunyiannya. Bahkan ada yang hanya membawa tutup nasi saja.
Ikan apa saja yang berhasil ditangkap dibawa pulang. Apalagi kini banyak kolam-kolam ikan yang ada di sekitar rumah. Kena banjir pasti akan keluar dari kolamnya. Rejeki para nelayan dadakan tentu saja.
Tak sedikit dari nelayan dadakan ini yamg mendapatkan ikan patin tambak besar-besar, nila, lele, sampai ikan gurami. Sudahnya kalau ikan liar tentu saja melimpah. Dengan menggunakan pancing saja, mereka yang memang pemancing akan mendapatkan ikan betok dan gabus besar-besar.
4. Pemulung
Menjelang banjir dera, pemulung termasuk tang ketiban rejeki. Banyak perabot rumah tangga yang rusak dan dibuang pemiliknya. Pemulung hapal betul kondisi ini. Apalagi di kompleks perumahan mewah, sangat banyak di depan rumah mereka ditemukan peralatan elektronik parkir di depan pagar.
Disamping itu meblair rumah yang sangat mahal harganya pun tidak sanggup dibersihkan pemilik rumah kemudian dibuang.
Kedua belah pihak tentu sangat diuntungkan. Pemilik rumah tak repot-repot mencari dan mendatangi tempat sampah. Gerobak milik pemulung sudah siap mengangkut barang-barang tersebut.
Malah tak sedikit dari pemulung yang di samping mendapatkan barang bekas tersebut juga mendapat uang sekedarnya dati tuan rumah sebagai tanda terimakasih barangnya ada yang menyingkirkan dari pekarangannya.
Demikianlah berkah karena banjir. Dengan tak melupakan belasungkawa betapa sengsaranya memiliki rumah yang kebanjiran. Malam dingin dan sulit bergerak. Apalagi di tenda pengunsian, sangat sedih rasanya.
Namun dibalik setiap kejadian pasti ada hikmah yang bisa diambil. Satu kesulitan diapit oleh dua kemudahan. Badai pasti berlalu. Mereka yang cerdas memanfaatkan setiap peluang mampu menjadikan bencana berkah bagi kehidupannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H