Demikian juga, hanya untuk 200 rupiah ibu penjual "untuk" harus teriak-teriak keluar masuk gang menawarkan barang jajanan.
Bagaimana dengan kalian," kata Pakde.
Mereka cuma senyum cengar cengir. Hari itu adalah hari pertama mereka menginjakkan kaki mereka di kota, seumir hidupnya.
Biasanya ketika ada yang datang mencucikan kendaraan (mereka punya tempat pencucian kendaraan di samping rumahnya di desa) lebih banyak ditolak daripada diterima. Padahal satu kendaraan yang dicuci mereka sambil bercanda saja sudah mendapatkan 15.000 rupiah. Hanya butuh setengah jam.
"Beginilah kehidupan di kota. Harus kerja keras, harus tahan banting, harus sabar, harus gigih dan membuang rasa malu. Coba di desa, gimana kabarnya tempat pencucian kendaraan kalian?" tanya Pakde.
Mereka tersipu merasa malu. Selama ini telah malas dan terlalu meremehkan pekerjaan.
Maka sepulang dari kota tempat neneknya, dua saudara ini tidak pernah lagi terdengar menolak jika ada orang yang datang meminta jasa untuk dicucikan kendaraan motor mereka. Tidak sperti biasa, kapan mau saja atau butuh uang jajan untuk beli pulsa baru motor yang datang minta dicucikan dikerjakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H