Coba kalau matanya yang disebut ditambahkan dengan dicolok. "Matanya dicolok pasti nikmat tuh." Si empunnya diri bagaimana perasaanya. Apalagi sudah menyangkut kata-lata porno. Bagian badan yang sensitif ditambah dengan kata-kata porno. Selesailah segala urusan. Semua akan jadi runyam.
Kalau yang disebut itu perempuan yang kebetulan jalan sendiri paling-paling mempercepat langkahnya sambil menahan marah. Bayangkan jika kebetulan perempuan tersebut bersama suaminya.
Dan benar! Kejadian! Entah karena apes atau bagaimana, yang saya lihat adalah setelah kejadian itu selesai. Ceritanya, si latah menyebut yang lewat itu dengan menyebut payudara ditambah kata-kata porno lainnya (tak layak saya sebut di sini). Suaminya mendengar maka langsung mendekat dan marah. Orang itu ditampar oleh suaminya.
Karena memang salah, si latah tak melawan. Hanya diam dan meminta maaf. Sementara teman-teman yang mengagetkan si latah semua pergi. Kejam sekali.
Begitulah kalau yang latah laki-laki, semua perempuan yang lewat akan dianggap kinyis-kinyis walaupun tak cantik-cantik amat. Soalnya apa yang keluar dari mulutnya adalah apa yang ada dipikirannya. Jika kebetulan pikirannya ngeres. Kata-kata ngereslah yang keluar.
Bersyukurlah kita kini terlepas dari apa yang orang sebut sebagai latah. Demikian juga kita berdoa semoga para latah mendapat kesembuhan. Wlalaupun sebagian besar orang Indonesia menganggap latah sebagai kewajaran dan bukan merupakan penyakit.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H