"Tapi cerita itu heboh di tempat tinggal kami. Teman-teman hampir semua percaya dengan cerita itu. Nyatanya ada bekas luka yang dipelihatkan."
Pantes saja, sejak sekian bulan yang lalu para pemancing dari daerah simpang jarang terlihat. Padahal dahulu. kalau sudah sabtu minggu, banyak kendaraan berjejer diparkir. Mobil-mobil juga banyak berderet di tepi jalan.
Berarti cerita hoax yang disebarkan oleh orang itu berhasil ditelan mentah-mentah setelah ada bukti dengkul yang luka.
Mungkin saja ketika kailnya nyangkut yang bersangkutan menceburkan diri ke sungai mengambil kail. Kemudian karena mereka orang kota, cara masuk ke dalam sungainya tak mahir. Al hasil, karena malu luka saat bercebur padahal hanya karena kail bisa jadi dilaranglah sebuah cerita hoax.
Anehnya banyak yang percaya cerita hoak dari pada cerita nyata. Begitulah kita!
Makanya kini cerita hoax begitu mendominasi ladang informasi. Semakin banyak yang mengunggah akan dianggap kejadian dan berita tersebut nyata.
Akibatnya, fitnah merajalela. Penistaan, pembengkokan, pembohongan, penipuan, dan sebagainya menjadi dagangan yang laku keras. Para pembuat hoak yakin, jika informasinya banyak, dan dikomentari serta di like oleh semakin banyak orang maka mereka berhasil.
Terakhir, jangankan berita hoak, nabi palsu saja yang sudah jelas-jelas diyakini tidak ada lagi nabi setelah Rasulullah SAW ternyata tetap banyak pengikutnya. Entah apa yang mereka pikirkan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H