Saya masih ingat betul bagaimana suasana pagi kala itu. Dinginnya kota kami, diselingi suara-suara petasan yang bersahutan dengan suara orang mengaji yang keluar dari speaker masjid.
Sebenarnya kegiatan di alun-alun itu hanya bermain petasan dan nongkrong. Kadang ada pula yang memanfaatkannya sebagai arena cinta lokasi dengan teman sebaya. Cinta monyet khas anak-anak 90-an yang metode pendekatannya masih sangat konvensional dan jauh dari yang namanya gadget.
Itu kegiatan pagi ketika saya kecil di bulan Ramadhan. Kalau di siang hari, hampir tidak ada beda dengan hari-hari di bulan yang lain. Malah, di siang hari adalah waktu yang menurut saya paling membosankan bila tidak ada aktivitas di luar. Hanya di rumah sambil menahan lapar. Melihat jarum jam yang bergerak perlahan, bgitu enggan untuk berlari agar lekas maghrib.
Dilemanya adalah kalau hanya di rumah sangat bosan, ingin bermain di luar. Namun ketika nanti main ke luar,ujung-ujungnya tidak kuat puasanya. Dulu arena bermain saya adalah seperti sawah, sungai, kuburan, atau hutan kecil. Yang kesemuanya melibatkan aktvitas fisik, sehingga cepat membuat lapar dan dahaga.
Apalagi masih anak-anak. Tidak semua kawan saya puasa. Ada yang tidak, sehingga ketika bermain bersama dia sambil minum es. Saya jadi tergoda, akhirnya batal puasa. Kalau sudah begitu, siap-siap kena marah orang rumah.
Yang paling dirindukan memang ketika hari sudah mulai sore. Selepas ashar adalah waktu bermain paling favorit. Tidak terlalu gerah, lebih ramai, karena kebanyakan anak-anak juga keluarnya sore hari, dan sambil menunggu waktu berbuka puasa. Jadi tidak khawatir semisal kehausan atau kelaparan, karena begitu pulang sudah saatnya berbuka puasa.
Aktivitas sore di Ramadhan saya kala itu, kalau lagi nakal saya ikut main petasan lagi, yaitu main meriam bambu di sawah. Tapi kalau lagi jadi anak baik,ikut tadarusan di masjid. MOotivasi utamanya ikut tadarusan adalah nanti bisa dapat takjil.Â
Sedikit ingin bercerita ketika bermain meriam bambu. Buat saya ini juga sangat khas sekali, dan hanya ada di bulan Ramadhan. Ramai-ramai di sawah, bersama kawan, adu keseruan, meriam siapa yang paling menggelegar suaranya. Sungguh sangat menyenangkan. Ramai sekali. satu meriam dengan meriam yang lain bersahut-sahutan dan tidak ada yang mau kalah.
Seakan-akan di depan ada musuh yang tengah menyerang. Kami barisan depan dengan meriam di tangan dengan beringat menembakkan meriam ke depan untuk membasmi pasukan musuh. Perumpamaannya seperti itu.
Selepas berbuka, setelah sholat maghrib, yang biasanya orang memanfaatkan waktu tersebut untuk bersantai dan beristirahat di rumah sambil menunggu waktu isya dan tarawih, tapi tidak buat saya dulu. Pulang ke rumah hanya untuk makan, setelah selesa solat di masjid, langsung kabur lagi. Main di luar. Main petasan lagi,sambil menunggu waktu sholat tarawih. Â