Catatan  Arif MinardiÂ
Sektor ketenagakerjaan membutuhkan prosedur yang cukup komplek dalam merekrut pekerja baru. Angkatan kerja tidak bisa direkrut begitu saja tanpa melalui seleksi dan proses pelatihan yang terkait dengan sertifikasi, aspek risiko Kesehatan kerja dan pelatihan. Semua itu membutuhkan fasilitas dan biaya yang tidak murah.
Pekerja industri dan konstruksi, khususnya operator alat berat atau instalasi bertekanan tinggi membutuhkan Sertifikat Ijin Operator (SIO).
Sertifikat ini urgen dan sangat diperlukan oleh seseorang yang bekerja sebagai operator alat angkat maupun alat angkut dan juga berbagai alat produksi lainnya.
Hal ini berkaitan dengan pengoperasian alat-alat yang memiliki risiko yang cukup besar dan bisa membahayakan orang lain ataupun operatornya sendiri.
Untuk mendapatkan sertifikat SIO, pekerja mesti mendapatkan pelatihan dari lembaga yang kredibel untuk membuktikan kelayakan dari pekerja tersebut menjadi seorang operator.
Pada prinsipnya SIO berupa sertifikat yang diberikan menyangkut Izin Perorangan di dalam kawasan industri atau perusahaan dalam hal kelayakan mengoperasikan alat angkat dan alat angkut.
Selain digunakan untuk sebagai bukti kelayakan seseorang menjadi operator, Sertifikat SIO juga diperlukan untuk setiap perusahaan yang akan mengurus Sertifikasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker).
Sertifikat SMK3 Kemnaker menekankan pada Sistem Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), oleh karena itu SIO merupakan salah satu persyaratan wajib yang harus dilengkapi terlebih dahulu.
Pekerjaan konstruksi bersifat dinamis, beragam, dan terus berubah. Hal ini menimbulkan tantangan besar dalam melindungi kesehatan dan keselamatan pekerja konstruksi. Mereka berisiko terpajan berbagai jenis bahaya kesehatan yang dapat mengakibatkan cidera, penyakit, kecacatan, atau bahkan kematian.
Faktor-faktor yang meningkatkan risiko kesehatan pekerja konstruksi meliputi:
- Lingkungan dan kondisi lokasi kerja yang terus berubah.
Melibatkan banyak kontraktor dan subkontraktor.
Durasi proyek membutuhkan pergantian pekerja (turnover) yang tinggi dan / atau pekerja tidak terampil.
Pola hubungan kerja yang terus-menerus berubah dengan kelompok kerja lain.
Adanya keragaman aktivitas kerja yang terjadi secara bersamaan.
Adanya bahaya Kesehatan yang terus mengintip, baik dari pekerjaan mereka sendiri maupun dari aktivitas di sekitarnya.
Bahaya kesehatan kerja harus dikelola dengan baik agar perlindungan kesehatan pekerja dapat dipastikan dan penyakit akibat kerja dapat dicegah. Prinsip umum pencegahan yang harus dilakukan adalah:
Sedangkan strategi manajemen kesehatan kerja pada konstruksi harus diintegrasikan sebagai bagian dari Sistem Manajemen K3L Kontraktor. Sebagaimana diketahui, kegiatan konstruksi akan melibatkan banyak kontraktor, baik kontraktor utama maupun sub-kontraktor.
Perlu melakukan kajian risiko kesehatan kerja atau Health Risk Assessment (HRA) sehingga dapat dimitigasi bahaya kesehatan kerja dan dampaknya. Serta tingkat resikonya dan tindakan pengendalian yang harus dilaksanakan.
Tak bisa dimungkiri, kini terjadi kekurangan tenaga ahli dan tenaga terampil dalam sektor konstruksi. Terutama tenaga kerja untuk jenis pekerjaan pengecoran beton. Jenis pekerjaan pengecoran beton adalah pekerjaan penuangan beton basah ke dalam cetakan suatu elemen struktur yang telah dipasangi besi tulangan. Sebelum pekerjaan pengecoran dilakukan, harus dilakukan inspeksi pekerjaan untuk memastikan cetakan dan besi tulangan telah terpasang sesuai rencana.
Percepatan penambahan SDM konstruksi yang bersertifikasi merupakan solusi kecelakaan konstruksi yang terjadi beruntun. Kekurangan SDM konstruksi sebenarnya sudah disadari oleh pemerintah. Presiden Jokowi prihatin, karena dari 7,7 juta tenaga kerja sektor konstruksi, baru 9 persen yang tersertifikasi. Hal ini merupakan masalah serius karena kebutuhan pembangunan infrastruktur ke depan membutuhkan banyak tenaga bersertifikat.
Peran tenaga kerja konstruksi sendiri sangat penting dalam mendukung program prioritas nasional untuk membangun infrastruktur yang tepat waktu dan berkuaLitas guna mendorong daya saing dan pemerataan hasil hasil pembangunan.
Perlu menata jenis dan klasifikasi pekerjaan sektor konstruksi. Salah satunya adalah jenis pekerjaan pengecoran beton yang merupakan bagian vital pembangunan infrastruktur. Jenis pekerjaan itu membutuhkan ketelitian tinggi dan keahlian dalam memakai peralatan teknik sipil. Pekerjaan tersebut sangat berisiko terhadap kecelakaan kerja karena harus bekerja di ketinggian.
Mereka harus bisa memastikan ketepatan ukuran dan elevasi konstruksi yang sedang dikerjakan. Zone pengecoran harus direncanakan dan ukurannya mesti ditentukan secara tepat. Bekisting atau cetakan cor harus kuat dan instalasi mechanical-electrical di bawah plat atau balok harus dipastikan terpasang dengan benar sebelum dicor.
Saat pengecoran merupakan tahapan yang paling riskan. Faktor alam yang sering mengganggu adalah tertundanya pengecoran akibat cuaca, petir dan angin sehingga pengerasan beton terganggu.
Tekanan dan kelebihan beban kerja yang dialami para pekerja proyek infrastruktur merupakan hal yang perlu dihindari. Proporsi kecelakaan kerja di Indonesia sektor konstruksi dan industri manufaktur menjadi penyumbang terbesar sebesar 32 persen, terpaut jauh dengan sektor transportasi sebesar 9 persen, kehutanan 4 persen dan pertambangan 2 persen.
Sektor konstruksi merupakan penyumbang terbesar dalam hal angka kecelakaan kerja di Indonesia. Karena itu Organisasi Buruh Internasional (ILO) sering menekankan bahwa otoritas pengawas ketenagakerjaan harus mencari solusi yang lebih efektif untuk menekan jumlah kasus kecelakaan kerja. (AM)***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H