Mohon tunggu...
Arif Minardi
Arif Minardi Mohon Tunggu... Insinyur - Aktivis Serikat Pekerja, Ketua Umum FSP LEM SPSI, Sekjen KSPSI, Anggota LKS Tripartit Nasional

Berdoa dan Berjuang Bersama Kaum Buruh

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Ketenagakerjaan Perlu Memperluas SIO dan Mengatasi Risiko Kesehatan Kerja

11 Oktober 2024   13:30 Diperbarui: 11 Oktober 2024   23:14 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pekerja konstruksi (KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO)

Faktor-faktor yang meningkatkan risiko kesehatan pekerja konstruksi meliputi:

  • Lingkungan dan kondisi lokasi kerja yang terus berubah.
    Melibatkan banyak kontraktor dan subkontraktor.
    Durasi proyek membutuhkan pergantian pekerja (turnover) yang tinggi dan / atau pekerja tidak terampil.
    Pola hubungan kerja yang terus-menerus berubah dengan kelompok kerja lain.
    Adanya keragaman aktivitas kerja yang terjadi secara bersamaan.
    Adanya bahaya Kesehatan yang terus mengintip, baik dari pekerjaan mereka sendiri maupun dari aktivitas di sekitarnya.

Bahaya kesehatan kerja harus dikelola dengan baik agar perlindungan kesehatan pekerja dapat dipastikan dan penyakit akibat kerja dapat dicegah. Prinsip umum pencegahan yang harus dilakukan adalah:

Sedangkan strategi manajemen kesehatan kerja pada konstruksi harus diintegrasikan sebagai bagian dari Sistem Manajemen K3L Kontraktor. Sebagaimana diketahui, kegiatan konstruksi akan melibatkan banyak kontraktor, baik kontraktor utama maupun sub-kontraktor.

Perlu melakukan kajian risiko kesehatan kerja atau Health Risk Assessment (HRA) sehingga dapat dimitigasi bahaya kesehatan kerja dan dampaknya. Serta tingkat resikonya dan tindakan pengendalian yang harus dilaksanakan.

Tak bisa dimungkiri, kini terjadi kekurangan tenaga ahli dan tenaga terampil dalam sektor konstruksi. Terutama tenaga kerja untuk jenis pekerjaan pengecoran beton. Jenis pekerjaan pengecoran beton adalah pekerjaan penuangan beton basah ke dalam cetakan suatu elemen struktur yang telah dipasangi besi tulangan. Sebelum pekerjaan pengecoran dilakukan, harus dilakukan inspeksi pekerjaan untuk memastikan cetakan dan besi tulangan telah terpasang sesuai rencana.

Percepatan penambahan SDM konstruksi yang bersertifikasi merupakan solusi kecelakaan konstruksi yang terjadi beruntun. Kekurangan SDM konstruksi sebenarnya sudah disadari oleh pemerintah. Presiden Jokowi prihatin, karena dari 7,7 juta tenaga kerja sektor konstruksi, baru 9 persen yang tersertifikasi. Hal ini merupakan masalah serius karena kebutuhan pembangunan infrastruktur ke depan membutuhkan banyak tenaga bersertifikat.

Peran tenaga kerja konstruksi sendiri sangat penting dalam mendukung program prioritas nasional untuk membangun infrastruktur yang tepat waktu dan berkuaLitas guna mendorong daya saing dan pemerataan hasil hasil pembangunan.

Perlu menata jenis dan klasifikasi pekerjaan sektor konstruksi. Salah satunya adalah jenis pekerjaan pengecoran beton yang merupakan bagian vital pembangunan infrastruktur. Jenis pekerjaan itu membutuhkan ketelitian tinggi dan keahlian dalam memakai peralatan teknik sipil. Pekerjaan tersebut sangat berisiko terhadap kecelakaan kerja karena harus bekerja di ketinggian.

Mereka harus bisa memastikan ketepatan ukuran dan elevasi konstruksi yang sedang dikerjakan. Zone pengecoran harus direncanakan dan ukurannya mesti ditentukan secara tepat. Bekisting atau cetakan cor harus kuat dan instalasi mechanical-electrical di bawah plat atau balok harus dipastikan terpasang dengan benar sebelum dicor.

Saat pengecoran merupakan tahapan yang paling riskan. Faktor alam yang sering mengganggu adalah tertundanya pengecoran akibat cuaca, petir dan angin sehingga pengerasan beton terganggu.

Tekanan dan kelebihan beban kerja yang dialami para pekerja proyek infrastruktur merupakan hal yang perlu dihindari. Proporsi kecelakaan kerja di Indonesia sektor konstruksi dan industri manufaktur menjadi penyumbang terbesar sebesar 32 persen, terpaut jauh dengan sektor transportasi sebesar 9 persen, kehutanan 4 persen dan pertambangan 2 persen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun