Mohon tunggu...
Arif Minardi
Arif Minardi Mohon Tunggu... Insinyur - Aktivis Serikat Pekerja, Ketua Umum FSP LEM SPSI, Sekjen KSPSI, Anggota LKS Tripartit Nasional

Berdoa dan Berjuang Bersama Kaum Buruh

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Jokowi Menyoal Sempitnya Peluang Kerja, Bagaimana Solusinya?

20 September 2024   11:43 Diperbarui: 20 September 2024   12:08 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Jokowi membuka Kongres ISEI ke-XXII di Surakarta (Foto: Tangkapan YouTube BPMI Setpres)

 

Catatan Arif Minardi 

Presiden Joko Widodo membuka Kongres Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) ke-XXII di Kota Surakarta, Jawa Tengah, Kamis (19/09/2024). Jokowi mengingatkan tentang sempitnya peluang kerja bagi rakyat Indonesia.

"Kalau Bapak-Ibu bertanya pada saya fokus ke mana, kalau saya sekarang maupun ke depan kita harus fokus kepada pasar kerja. Karena ke depan terlalu sedikit peluang kerja untuk sangat banyak tenaga kerja yang membutuhkan. Too few jobs for too many people," tutur Jokowi. Lebih lanjut menurutnya, bonus demografi yang puncaknya terjadi pada tahun 2030 membutuhkan kesempatan kerja yang luas. Namun, Jokowi menjelaskan bahwa saat ini dunia dihadapkan pada tantangan yang berat, yaitu terjadinya perlambatan ekonomi global.

Menurut Jokowi ke depan harus fokus pada pembentukan pasar kerja. Lantas bagaimana solusinya? Mengingat elastisitas ketenagakerjaan atau daya serap industri terhadap lapangan kerja memang sangat sedikit dibanding sepuluh tahun lalu. Karena orientasi investasi pada era Jokowi terlalu menekankan pengerukan sebanyak-banyaknya bahan mentah atau sumber daya alam (SDA). Belum banyak ke arah proses pengolahan yang memberikan nilai tambah dan lapangan kerja yang luas dan layak. Indonesia baru mengobral murah SDA kepada investor dengan berbagai insentif, namun peran investor belum signifikan dalam mengembangkan lapangan kerja yang layak dan memiliki standar yang baik.

Pengembangan pasar kerja tidak bisa dilakukan secara instan, harus sistemik dan berbasis jaringan pekerja nasional. Kita perlu mencontoh American Workforce Network (AWN) yang merupakan jaringan pekerja nasional Amerika yang menerima dana dari pemerintah federal di mana tugas utamanya adalah memberikan/menyediakan informasi kepada perusahaan agar mereka dapat menemukan pekerja yang cocok; sementara sistem yang sama diharapkan dapat membantu para calon pekerja dalam mencari dan mengembangkan karir mereka.

Pada era saat ini dunia investasi global mulai dilanda peperangan untuk memperebutkan kompetensi SDM. Implikasi dari peperangan memperebutkan kompetensi adalah semakin pentingnya rekrutmen staf korporasi yang memiliki kekuatan untuk mengakselerasi misi investasi dengan baik.

Sayangnya, peperangan itu di beberapa belahan dunia justru berlangsung tidak simetris. Karena terkendala oleh disparitas atau ketimpangan jumlah SDM berkompetensi tinggi.

Di banyak negara termasuk Indonesia, perang memperebutkan bakat terkendala oleh disparitas mutu tenaga kerja. Ada disparitas pasar tenaga kerja yang sangat serius. Disparitas tersebut kurangnya tenaga kerja berbakat atau ahli, utamanya di sektor industri. Disisi lain kategori penganggur yang ada sebagian besar tidak sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Hal ini sesuai dengan rekomendasi Apindo yang menawarkan kerja sama untuk meningkatkan kompetensi ketenagakerjaan karena apa yang pengusaha/investor perlukan tidak diciptakan oleh lembaga pendidikan di negeri ini.

Disparitas akut tersebut sesuai dengan riset konsultan SDM terkemuka dunia, yakni Hays. Dalam laporan tahunannya yang bertajuk Hays Global Skills Index disebutkan terjadinya tren disparitas berupa semakin lebarnya jarak antara kebutuhan perusahaan akan pekerja berkompeten dengan pencari kerja.

Implikasi ketimpangan pasar tenaga kerja seperti yang dilansir oleh Hays diatas untuk Indonesia masih "tertimbun" oleh masalah gejolak ketenagakerjaan. Sepanjang pemerintahan Presiden Jokowi negeri ini terus menerus diwarnai gejolak ketenagakerjaan. Kaum buruh semakin getol menuntut perbaikan upah dan skema jaminan sosial serta penghapusan praktik outsourcing. Kemudian dilanjutkan dengan perlawanan panjang akibat omnibus law UU Cipta Kerja yang disusul dengan masalah potongan Tapera dan potongan dana pensiun wajib.

Kiranya cukup sudah konflik antara buruh dengan pengusaha yang sangat melelahkan dan menghabiskan energi serta sumber daya.

Diharapkan pemerintahan baru yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto bisa mengakhiri pertentangan panjang ketenagakerjaan. Dengan membuat new deal yang win-win solution terhadap seluruh organisasi pekerja/buruh. Tahun kedepan saatnya menggenjot etos kerja dan produktivitas. Serta menata portofolio ketenagakerjaan agar masalah ketimpangan tenaga kerja terampil bisa diatasi. Penataan portofolio itu sebaiknya disertai dengan memperbaiki etos kerja. Selama ini etos kerja bangsa Indonesia masih berada di urutan nomor sepatu di kawasan Asia tenggara. Karena masih dibawah etos kerja bangsa Vietnam. Hingga kini elite bangsa masih belum berhasil membangun etos kerja, sehingga daya saing bangsa ini masih terpuruk menghadapi globalisasi.

Tak bisa dimungkiri, selama ini belum ada totalitas untuk menata dan memperluas portofolio ketenagakerjaan di negeri ini. Pertumbuhan angkatan kerja di Indonesia yang sekitar 2,9 juta per tahun, sebagian besar atau sekitar 80 persen diantaranya tenaga kerja tidak terlatih. Pentingnya transformasi ketenagakerjaan dengan merombak sistem pendidikan kejuruan yang lebih sesuai dengan kebutuhan industri.

Pemerintah daerah seharusnya bisa memproyeksikan kebutuhan tenaga kerja serta portofolio kompetensi dan profesi yang cocok bagi warganya. Khususnya portofolio yang berbasis sumber daya lokal. Pentingnya strategi pembangunan ketenagakerjaan yang bersifat multi-skilling, retrainable dan kompetensi entrepreneurship hingga technopreneurship. Sayangnya hingga kini di banyak daerah belum memiliki sistem informasi ketenagakerjaan yang aktual dan terjadi stagnasi portofolio profesi. Padahal sistem informasi tersebut sangat penting untuk memproyeksikan jumlah kebutuhan tenaga kerja dan mengukur pemenuhan kebutuhan tenaga kerja yang dilihat dari sisi permintaan.

Komposisi jumlah angkatan kerja diatas sangat rentan terhadap gejolak dan membuat lemah daya saing sektor investasi. Pada era liberalisasi tenaga kerja sekarang ini segmen lapangan kerja memerlukan standar kerja dengan cara pelatihan. Sudah saatnya pemerintah pusat dan daerah menata kembali fasilitas Balai Latihan Kerja (BLK) dengan peralatan yang canggih antara lain menggunakan simulator. Hal ini untuk mengatasi ketimpangan pasar tenaga kerja sehingga bisa memenuhi standar kompetensi dari pihak investor.

Belajar dari American Workforce Network (AWN) adalah jaringan pekerja nasional Amerika yang menerima dana dari pemerintah federal di mana tugas utamanya adalah memberikan/menyediakan informasi kepada perusahaan agar mereka dapat menemukan pekerja yang cocok; sementara sistem yang sama diharapkan dapat membantu para calon pekerja dalam mencari dan mengembangkan karir mereka.

Termasuk di dalam jaringan kerja AWN adalah organisasi yang tergabung dalam berbagai badan dan organisasi nasional termasuk LSM yang mengurusi tenaga kerja. AWN adalah partner utama dari Employment Training Administration (ETA), semacam Balai Pendidikan dan Pelatihan Pekerja Departemen Tenaga Kerja Amerika. Departemen Tenaga Kerja Amerika menginginkan agar AWN dan partner serta jaringan yang dimilikinya bisa mengembangkan sistem yang lebih komprehensif dengan mengembangkan e-Government.ETA sendiri sebenarnya sudah memiliki dasar yang kuat untuk pengembangan e-Government berbentuk platform digital.

Mereka telah berhasil merencanakan dan mengembangkan platform yang cukup canggih untuk kepentingan pekerja, menggantikan banyak transaksi internal dengan transaksi elektronik, mengembangkan teknologi digital ketenagakerjaan, dan yang paling progresif adalah mengembangkan American Career Kit (ACK). American Career Kit (ACK) adalah semacam "kartu" untuk pekerja yang berisi semua data-data dan kualifikasi dari pekerja bersangkutan.

Saat ini, American Career Kit menjadi salah satu yang terbesar dan paling signifikan dalam membantu pekerja untuk mencari pekerjaan. Untuk memudahkan, sistem yang digunakan baik oleh pencari kerja maupun perusahaan semuanya berbasiskan digital. Salah satu alasan yang paling penting mengapa Depnaker Amerika menginginkan agar AWN perlu mengadopsi e-Government dalam bentuk platform digital, didasarkan pada misinya yang besar dan terus menerus untuk menyediakan layanan publik dalam mengembangkan kualitas pekerja, dan bukan sekedar semata-mata karena faktor ketersediaan teknologi.

Pihak Departemen Tenaga Kerja Amerika sendiri berkepentingan dengan ini mengingat sebagai partner, AWN akan lebih bisa berbuat banyak untuk memajukan dan meningkatkan kualitas pekerja Amerika melalui fasilitas platform digital.

Penggunaan teknologi digital bisa mempercepat pelayanan dan meningkatkan efisiensi. Proses rekrutmen dan pendaftaran pekerja secara online memudahkan baik untuk perusahaan maupun pencari kerja. Dan dengan sistem yang bisa otomatisasi, pencari kerja akan dengan cepat bisa mendapatkan informasi tentang lowongan kerja yang sudah ada, sementara perusahaan juga dengan cepat bisa mendapatkan pekerja sesuai yang diharapkan.

Karena inisiatif penerapan platform e-Government ketenagakerjaan bukan perkara yang mudah dijalankan, diperlukan strategi implementasi yang terpadu dan terarah. Ada tiga kondisi pada saat inisiatif platform diatas dilaksanakan. Pertama, beragamnya penerapan teknologi informasi diantara partner kerja AWN. Kedua, karena berbasiskan teknologi, perlu dibikin sistem dan prosedur di mana setiap orang akan mendapatkan sesuatu sesuai kebutuhannya, dan juga keadilan di antara para pencari kerja. Dan ketiga, perlu adanya sistem untuk mengukur kesuksesan penerapan platform ini. Untuk mengatasi berbagai kendala tersebut, Departemen Tenaga Kerja dalam hal ini Balai Diklat Pekerja (ETA) Amerika melakukan beberapa strategi dalam membantu pelaksanaan e-Government di AWN, diantaranya ;

-Mengajak bank untuk memberikan peran yang lebih besar dalam membantu pendanaan bagi partner AWN;

- Karena terdiri dari banyak negara bagian, dan kemungkinan tiap negara mempunyai sistem informasi yang berbeda, bekerja sama dengan pemerintah lokal agar strategi umum dalam pengembangan sistem informasi AWN sejalan dengan tiap-tiap pemerintah lokal;

- Melakukan koordinasi dengan berbagai organisasi berskala nasional;

-Membangun jembatan bagi ide-ide, isu, dan usulan-usulan bagi pengembangan platform. (AM)*

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun