Catatan  Arif Minardi
Bakat dan ilmu tentang negosiasi sangat dibutuhkan saat ini dan mendatang di tengah dunia yang terus dilanda sengketa. Negosiasi memerlukan wawasan yang luas, pengetahuan multidisiplin, serta keteguhan dan kesabaran yang luar biasa. Sengketa yang dihadapi antar perusahaan, antara serikat pekerja dengan manajemen perusahaan, hingga sengketa antara suami dan istri sekalipun membutuhkan proses negosiasi yang cerdas dan berkualitas. Kondisi saat ini semakin membutuhkan negosiator ulung.
Sengketa atau "konflik yang terjadi antara individu-individu atau kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang lain", sehingga dibutuhkan adanya suatu penyelesaian sengketa yang cepat, tepat, cermat, murah, sederhana, dan fleksibel dan dapat menghasilkan suatu penyelesaian final dan mengikat.
Sementara ini penyelesaian sengketa melalui pengadilan membutuhkan waktu misalnya harus menunggu banding, kasasi, peninjauan kembali yang terkadang tidak jelas kapan putusan finalnya, ditambah lagi beban biaya operasional seperti biaya perkara, biaya akomodasi, biaya pengacara, dan lain-lain, lagi pula saat ini kepercayaan masyarakat terhadap integritas institusi hukum sedang mengalami degradasi.
Oleh sebab itu, negosiasi sebagaimana yang dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS), merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan guna mencari solusi yang cepat, tepat, dan murah. Negosiasi atau musyawarah yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mempunyai arti yang kurang lebih sama yaitu "berunding untuk mencapai kesepakatan bersama," merupakan "falsafah nenek moyang bangsa Indonesia yang berkembang di tengah-tengah masyarakat yang telah tercantum dalam UUD 1945."
 Kunci utama penyelesaian sengketa melalui negosiasi adalah komitmen, kejujuran, dan kebesaran jiwa, demikian pula "harus mempunyai good faith, cooperation, dan non-confrontation, serta dilandasi dengan akhlaqul karimah.
 Pengertian Negosiasi Menurut Undang-Undang.
Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 pasal 1 ayat 10 yang berbunyi :
" Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli."
dan pasal 6 ayat 2 yang menyatakan :
" Penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui alternatif penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselesaikan dalam pertemuan langsung oleh para pihak dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari dan hasilnya dituangkan dalam suatu kesepakatan tertulis."
Dengan demikian, berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 pasal 1 ayat 10 dan pasal 6 ayat 2 tersebut, pengertian negosiasi menurut undang-undang adalah salah satu alternatif penyelesaian sengketa melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara diselesaikan melalui pertemuan langsung oleh para pihak yang bersengketa.
Menurut H. Priyatna Abdurrasyid negosiasi merupakan suatu cara di mana mereka yang bersengketa berkomunikasi satu sama lain secara langsung mengatur hubungan mereka dalam bisnis dan kehidupan sehari-harinya. Didefinisikan sebagai proses yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan kita ketika ada pihak lain yang menguasai apa yang kita inginkan.
Menurut Oxford Dictionary negosiasi adalah pembicaran dengan orang lain dengan maksud untuk mencapai kompromi atau kesepakatan untuk mengatur atau mengemukakan.
Negosiasi adalah cara penyelesaian sengketa yang paling dasar dan paling tua digunakan oleh umat manusia.Penyelesaian melalui negosiasi merupakan cara yang paling penting. Banyak sengketa diselesaikan setiap hari oleh negosiasi ini tanpa adanya publisitas atau menarik perhatian publik. Alasan utamanya adalah karena dengan cara ini, para pihak dapat mengawasi prosedur penyelesaian sengketanya dan setiap penyelesaiannya didasarkan pada kesepakatan atau konsensus para pihak.
Dari beberapa pengertian tersebut diatas baik pengertian menurut undang-undang maupun menurut para ahli, dapat diambil kesimpulan bahwa negosiasi pada prinsipnya mencari dan mengusahakan suatu penyelesaian yang damai dari suatu sengketa yang timbul atau dari perbedaan pendapat para pihak dengan win-win solution tanpa harus diselesaikan di pengadilan yang membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang mahal.
"Salah satu aspek dalam kehidupan hukum adalah kepastian, artinya, hukum berkehendak untuk menciptakan kepastian dalam hubungan antar orang dalam masyarakat," ini artinya kepastian hukum yang diharapkan tatkala timbul sengketa yang penyelesaiannya melalui pengadilan sekarang ini pada kenyataannya malah tidak seperti yang diharapkan sebab pada institusi pengadilan ada 4 tahapan yaitu tingkat pertama, banding, kasasi, dan PK yang waktunya seringkali tidak jelas, sehingga bagi para pebisnis hal ini sangat merugikan, oleh karena itulah alternatif penyelesaian sengketa melalui negosiasi harus dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh para pihak.
Prinsip-Prinsip Negosiasi
Ada beberapa prinsip yang umumnya mendasari terjadinya proses negosiasi yang efektif antara lain : Tujuan yang jelas dalam setiap tahapan; Dalam bernegosiasi harus mempunyai tujuan yang sudah ditentukan secara jelas mengenai setiap hal yang akan dicapai melalui tawar menawar.
1. Dalam bernegosiasi harus memiliki pemikiran yang komprehensif dalam setiap langkah pembicaraan; Bernegosiasi tidak boleh berlaku gegabah dan tergesa-gesa namun berpikir secara integratif.
2. Mengutamakan kepentingan yang diwakili ketimbang kepentingan dan ego pribadi; Para perunding haruslah memahami bahwa dirinya maju ke meja perundingan mewakili individu, lembaga, organisasi, atau instansi tertentu, guna memperoleh solusi terbaik yang bermanfaat bagi individu, lembaga, organisasi, atau instansi yang diwakilinya. Kalau ada keraguan lakukan pertemuan konsultasi terlebih dahulu dengan pemberi amanat. Pertimbangkan dampak setiap negosiasi pada masa depan.
3. Komunikasi dua arah yang berjalan dengan lancar tanpa tekanan; Komunikasi dua arah, tanpa tekanan, paksaan dari pihak manapun akan memungkinkan para pihak yang bernegosiasi dapat berinteraksi dengan baik, saling mempertukarkan kepentingan dan mencari titik temu dari perbedaan-perbedaan persepsi, tuntutan dan keinginannya.
4. Penggunaan "bahasa" yang dapat dimengerti dan diterima pihak yang bernegosiasi; Agar negosiasi berjalan efektif dan membuahkan hasil yang diharapkan, hindarilah penggunaan "bahasa" sepihak. Cobalah temukan "bahasa" kompromi yang bisa diterima oleh kedua belah pihak yang bernegosiasi.
5. Prinsip empati; Empati berarti memahami kondisi orang lain dengan memposisikan diri negosiator seolah menjadi orang tersebut. Dengan demikian negosiator dapat memahami apa yang dirasakan oleh orang tersebut. Prinsip ini perlu dikembangkan dalam proses negosiasi agar para pihak yang bernegosiasi dapat saling memahami pandangan, masalah dan tuntutan dari kedua belah pihak, sehingga titik temu bisa segera diperoleh tanpa harus mengalami proses yang begitu alot dan menyita banyak waktu, pikiran dan tenaga para negosiator. Penting juga untuk menyelamatkan harga diri pihak lawan.
6. Prinsip menang-menang (sama-sama menang), bahkan jika dimungkinkan dengan hasil kolaborasi; Dengan penerapan prinsip ini hasil negosiasi diharapkan bisa saling menguntungkan kedua belah pihak. Tanpa prinsip ini, negosiasi berpotensi akan menghadapi jalan buntu tanpa perolehan kata sepakat.
7. Menerapkan fleksibilitas dalam bernegosiasi; Hindari kemacetan, kembangkan pendekatan lainnya baru diarahkan kembali kehal semula dan bangun momentum untuk mencapai kesepakatan. Hal ini karena negosiasi merupakan proses untuk memperoleh kompromi dalam menyelesaikan sengketa.
Strategi Negosiasi
1. Win-win Solution (Solusi menang-menang)
Yaitu pendekatan negosiasi yang ditujukan kepada kemenangan kedua belah pihak, meminta tanpa menekan dan memberi tanpa desakan.
2. Win-Lose Strategy (Strategi menang kalah)
Yaitu pendekatan negosiasi yang dikembangkan dengan strategi menang-kalah untuk memperoleh kemenangan mutlak dengan cara mengalahkan orang lain.
3. Lose-lose Strategy (Strategi kalah-kalah)
Yaitu pendekatan negosiasi dengan menggunakan strategi kalah-kalah, seringkali diambil karena didasari oleh perasaan untuk melampiaskan kemarahan dan cenderung tidak rasional. Kedua belah pihak memutuskan untuk kalah dan sama-sama mengakhiri negosiasi dengan hasil tidak ada kesepakatan.
Sekiranya tujuan bernegosiasi adalah selain win-win solution atau menggunakan strategi win-lose strategy atau lose-lose strategy, maka tujuan negosiasi tidak akan pernah terwujud. Oleh sebab itu dalam negosiasi, seharusnya yang ada hanyalah win-win solution, sebaliknya teori-teori yang mendasarkan pada taktik maupun strategi negosiasi selain win-win solution atau negosiasi yang ingin mengambil keuntungan sebesar-besarnya tidak akan menghasilkan solusi.
Meskipun demikian, taktik maupun strategi win-lose tetap saja ada, biasanya digunakan oleh pihak yang mempunyai daya tawar yang tinggi sehingga dia dapat menekan pihak lawannya untuk menyetujui apa yang dia inginkan. Seandainya hal demikian terjadi maka perundingan antara para pihak tidak dapat dikatakan negosiasi, ibarat teori permainan yang kuat mengalahkan yang lemah atau yang pintar memberdayakan yang bodoh, seolah-olah negosiasi hanyalah kamuflase saja guna mendapatkan legalitas demi kepentingannya.
Bahwasanya yang benar adalah sekalipun salah satu pihak mempunyai daya tawar yang tinggi dan mempunyai kelihaian/kepintaran dalam bernego, pihak tersebut harus tetap memperlakukan pihak "lawannya" secara adil dan proporsional, bila perlu pihak "lawannya" diberitahukan kelemahan dan kelebihannya supaya tetap mendapatkan apa yang menjadi haknya.
Demikianlah seharusnya strategi apapun yang digunakan harus selalu menjunjung tinggi etika dan norma yang berlaku serta dengan akhlakul karimah yaitu akhlak yang mulia sebagai tuntunan hidup seperti yang selalu diajarkan oleh agama, sebagaimana yang akan dijelaskan dalam pembahasan selanjutnya yakni pembahasan negosiasi ditinjau dari hukum Islam.
Proses Negosiasi Kementerian Pertahanan Republik Islam Iran dengan PT Dirgantara Indonesia (PT DI)
Penulis memiliki pengalaman tentang bagaimana metode negosiasi ini dapat menyelesaikan sengketa yang terjadi antara Kementerian Pertahanan Republik Islam Iran dengan PT Dirgantara Indonesia (PT DI) dalam kontrak/perjanjian pembelian 8 unit helikopter jenis Super Puma NAS 332 yang bernilai USD 80 juta, bahkan ada hikmah yang didapatkan Iran dengan adanya kasus ini yaitu Iran sedang mengembangkan rancang-bangun pesawat tempur dari transfer teknologi sebagai ganti rugi dari kontrak awal pembelian helikopter yang tidak dapat di deliveri karena adanya embargo atas Iran dari Amerika Serikat dan negara-negara Eropa.
Pihak Iran menuntut agar PT DI mengembalikan uang muka beserta dendanya dibayar tunai, dan jika PT DI tidak bersedia, Iran mengancam akan membawa kasus ini ke pengadilan Internasional. Meskipun begitu PT DI tidak bersedia mengembalikan uang muka tersebut secara tunai, dengan alasan yang dapat dipertanggung-jawabkan bahwa PT DI telah membelanjakan uang muka dari Iran tersebut ditambah lagi sudah mengeluarkan uang sendiri untuk membeli material keperluan produksi helikopter tersebut, sehingga akan menimbulkan kerugian yang lebih besar di PT DI, lagipula secara fisik helikopter tersebut telah jadi (sekitar 70 %) dan telah pula disaksikan Presiden Iran Hashemi Rafsanjani. Dan terutama PT DI menyatakan bahwa tidak dapat terpenuhinya pesanan pihak Iran tersebut bukan merupakan kesalahan PT DI, melainkan akibat sesuatu yang diluar perkiraan atau sering disebut force majeur yakni adanya embargo persenjataan dan alat-alat militer dari Amerika Serikat dan negara-negara Eropah Barat terhadap Iran. Kendatipun begitu, PT DI menyatakan siap menghadapi ancaman Iran untuk berhadapan di pengadilan Internasional.
Akan tetapi melalui konsep negosiasi yang terutama mengedepankan prinsip-prinsip negosiasi, win-win solution strategy, menerapkan kaidah-kaidah fiqih, disertai dengan akhlaqul karimah, misalnya PT DI akan bertanggung-jawab dan bersedia membayar tuntutan dari Iran dalam bentuk lain yang disepakati bersama. Hal ini menunjukkan bahwa PT DI mempunyai niat dan itikad yang baik (good faith), mau bekerja sama (cooperation), tidak konfrontasi (non confrontation), dan berkenaan dengan sikap PT DI tersebut kemudian Iran pun menunjukkan sikap yang sama dengan PT DI dan dapat memahami situasi dan kondisi yang dihadapi pihak PT DI dan dapat pula memakluminya. Sehingga akhirnya kedua belah pihak sepakat melakukan negosiasi demi mencari solusi yang saling menguntungkan (win-win solution). Kedua pihak pun akhirnya menyadari bahwa jika penyelesaian sengketa dilakukan melalui pengadilan akan memakan waktu dan biaya dan ujungnya win-lose, atau malah lose-lose.
Mula-mula PT DI menawarkan penggantian uang muka beserta dendanya tersebut dalam bentuk barang pengganti (substitusi) yang senilai USD 11 juta sesuai dengan tuntutan. Adapun produk yang ditawarkan kepada pihak Iran dan tentu saja produk itu adalah produk yang tidak terkena larangan embargo yakni produk selain militer, antara lain, CN 235 civil version beserta komponennya, jasa teknologi, jasa rancang-bangun engineering berupa kemampuan memodifikasi pesawat jenis apapun, dan pembuatan part atau komponen jenis apapun yang dibutuhkan pihak Iran asal bukan untuk keperluan militer, atau dalam istilah dari keterangan yang didapatkan dari Ketua Tim Negosiator PT DI Bapak Puji Sulaksono, adalah barang atau jasa yang deliverable (mampu dan siap untuk di delivery). Khusus istilah deliverable ini menurut beliau adalah strategi untuk mengatakan, menjamin, dan memperlihatkan keseriusan bahwa PT DI bertanggung-jawab penuh dan bersedia membayar tuntutan pihak Iran asal tidak berbentuk uang cash/tunai melainkan dengan produk barang dan/atau jasa yang mampu dan siap untuk diserahkan (barang) dan dilaksanakan (jasa).
Akhirnya Iran bersedia menerima tawaran PT DI tersebut yang kemudian tercapai kesepakatan, dan yang paling utama adalah kerjasama dapat berlanjut terus dengan kesepakatan baru yang nilainya sebesar USD 35 juta. Sehingga PT DI dapat terhindar dari kerugian, yang tadinya menghadapi tuntutan agar mengganti uang muka beserta dendanya sejumlah USD 11 juta, malahan mendapatkan kontrak baru senilai USD 35 juta. Begitu pula dengan Iran yang mendapatkan ilmu tentang bagaimana membuat pesawat terbang melalui transfer teknologi rancang bangun pesawat terbang berdasarkan kesepakatan baru yang isi kesepakatannya antara lain adalah memodifikasi pesawat Antonov milik Iran yang dilaksanakan oleh para insinyur PT DI, dimana para insinyur Iran diizinkan untuk mendampingi sekaligus belajar dari para insinyur PT DI yang melakukan modifikasi pesawat Antonov tersebut. (AM) ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H