Mohon tunggu...
Arif Minardi
Arif Minardi Mohon Tunggu... Insinyur - Aktivis Serikat Pekerja, Ketua Umum FSP LEM SPSI, Sekjen KSPSI, Anggota LKS Tripartit Nasional

Berdoa dan Berjuang Bersama Kaum Buruh

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Artikel Utama

Selamatkan Industri Keramik Lokal

30 Agustus 2024   12:34 Diperbarui: 4 September 2024   06:40 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi industri keramik  lokal | KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Praktek dumping akibat over capacity dan over supply produk keramik Tiongkok telah menyasar Indonesia. Akibatnya industri keramik nasional mengalami penurunan tingkat utilisasi produksi. 

Selain itu terjadi defisit transaksi ekspor impor produk keramik hingga 1,3 miliar dolar AS dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Padahal permintaan keramik dalam negeri baik dari sisi volume kebutuhan dan jenis keramik semua bisa terpenuhi oleh industri keramik nasional.

Pelaku industri keramik lokal atau dalam negeri tengah tertekan dengan membanjirnya barang impor yang lebih murah daripada barang lokal. Akibatnya, pasar dalam negeri diraup produk impor yang menyebabkan utilitas produksi industri keramik dalam negeri menurun. Kondisi tersebut bisa menimbulkan masalah ketenagakerjaan sektor keramik. Diperlukan konsistensi pembatasan impor lewat pengaturan bea masuk yang tinggi.

Keluhan Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) perlu diperhatikan serius terkait dengan membanjirnya keramik impor dumping dari Tiongkok. Sebagai catatan, keramik Tiongkok bisa murah karena di sana mereka disubsidi oleh pemerintahnya sehingga mereka bisa memproduksi secara masif dan lebih murah.

Keniscayaan penerapan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) dan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) untuk industri keramik. Mestinya pada saat pembangunan infrastruktur sedang gencar, seperti halnya pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), perusahaan keramik dalam negeri melakukan ekspansi industri.

Sayangnya ada beberapa kendala yang signifikan, selain masalah produk impor dari luar negeri, industri keramik dalam negeri juga terkendala oleh infrastruktur dan harga gas alam. Investasi industri keramik semestinya ditunjang dengan penyediaan bahan bakar gas yang murah dan memadai. Sungguh ironis dengan harga gas industri di negara tetangga, yakni Malaysia dan Singapura yang lebih murah. Faktor inilah yang menjadi kendala daya saing produk keramik.

Produk berbasis budaya kini semakin banyak dicari oleh konsumen lokal dan mancanegara. Terjadinya perkawinan antara batik dengan keramik memperkuat daya saing dan meningkatkan positioning. Produk tersebut sulit ditiru sebab prosesnya masih menggunakan ketrampilan tangan dan daya kreativitas seni.

Motif batik geometris sudah banyak diaplikasikan dalam barang keramik. Perlu sinergi inovasi dan kreativitas antara pihak studio keramik dan industri guna membuat platform untuk memproduksi keramik batik yang bersifat customize. Di mana konsumen bisa memesan desain khusus atau rancangannya sendiri untuk diaplikasikan dalam bentuk keramik.

Menghadapi persaingan global produsen keramik jangan terlena dan pemerintah perlu memberikan bermacam insentif terhadap industri keramik nasional. Karena masih ada beberapa sisi lemah pada struktur industri keramik nasional. 

Meskipun selama ini produksi keramik nasional meningkat dan memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam perekonomian, namun masih banyak kendala terkait dengan bahan baku keramik yang hingga kini masih diimpor dari Afrika Selatan, Tiongkok, dan Turki.

Kementerian Perindustrian perlu membuat peta jalan baru industri keramik nasional yang bertujuan mewujudkan industri keramik sebagai industri strategis. 

Industri keramik bisa dikelompokkan menjadi ubin (tile), perangkat rumah tangga (tableware), dan genteng. Selama ini telah memberikan kontribusi signifikan dalam mendukung pembangunan melalui penyediaan kebutuhan domestik, perolehan devisa dan penyerapan tenaga kerja.

Industri keramik di Indonesia telah berkembang dengan baik selama satu dasawarsa terakhir dan merupakan salah satu industri unggulan. Prospek industri keramik dalam jangka panjang cukup baik seiring dengan pertumbuhan pasar dalam negeri yang terus meningkat. Terutama untuk jenis ubin karena didukung oleh pertumbuhan pembangunan baik properti maupun perumahan. Industri keramik Indonesia juga mulai menguasai pasar tingkat Asia Tenggara untuk kualitas keramiknya.

Perlu insentif untuk mengatasi kendala produksi keramik nasional, utamanya masalah bahan baku. Dalam produksinya, industri keramik membutuhkan bahan baku seperti clay, feldspar, zirconium silicate, talc, pasir silika, dan dolomite. Bahan baku tersebut dibutuhkan dalam jumlah yang cukup banyak dengan kualitas yang baik. 

Kini industri keramik masih tergantung impor, terutama untuk feldspar dan zirconium silicate dengan harga yang cukup mahal. Padahal sebenarnya Indonesia memiliki deposit sumber daya alam untuk membuat material tersebut.

Data geologi nasional menunjukkan bahwa bahan baku untuk feldspar tersebar di sepanjang pegunungan Sumatera dan Jawa, sedangkan zirconium silicate terdapat di pulau Kalimantan. Bahan baku tersebut telah diekspor dari pulau Kalimantan ke Tiongkok dan India. 

Ketimpangan di atas karena belum ada investor yang mengolah bahan baku yang melimpah itu. Akibatnya hingga kini industri keramik terus membeli material tersebut dalam kondisi siap pakai.

Pemerintahan mendatang berkewajiban mengatasi kondisi produk kerajinan keramik lokal yang mengalami serbuan oleh produk yang berasal dari Tiongkok. Sentra kerajinan keramik seperti Plered di Purwakarta, Dinoyo di Malang, Kasongan di Yogyakarta, hingga Singkawang di Kalimantan Barat mulai terancam kelangsungan usahanya. Jika tidak ada terobosan dan insentif dari pemerintah, semakin banyak perajin yang terpaksa menutup usahanya.

Pemerintah pusat dan daerah jangan menutup mata terhadap persoalan yang menimpa kerajinan keramik lokal. Karena industri tersebut selama ini telah menyerap banyak tenaga kerja. 

Selain insentif, dibutuhkan juga peraturan daerah untuk melindungi kerajinan dari serbuan produk luar negeri. Perda tersebut juga mengatur pengelolaan pasar modern yang harus menyerap produk industri kecil. Selain itu pentingnya forum atau sarana untuk meningkatkan kreativitas produk kerajinan yang dihasilkan agar dapat bersaing dengan produk asing. ***

Catatan: Arif Minardi 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun