Mohon tunggu...
Arif Minardi
Arif Minardi Mohon Tunggu... Insinyur - Aktivis Serikat Pekerja, Ketua Umum FSP LEM SPSI, Sekjen KSPSI, Anggota LKS Tripartit Nasional

Berdoa dan Berjuang Bersama Kaum Buruh

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Urgensi Kementerian Pekerja Migran dan Diaspora

9 Mei 2024   07:45 Diperbarui: 9 Mei 2024   07:47 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Catatan Arif Minardi *)

Tambah Kementerian perlu untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman dan kondisi dunia yang semakin disruptif. Salah satu Kementerian baru yang penting untuk dibentuk adalah Kementerian Pekerja Migran dan Diaspora. Kenapa penting, karena jutaan pekerja migran dan diaspora yang tersebar di berbagai belahan dunia merupakan potensi bangsa yang amat strategis. Salah satunya adalah sumber devisa negara yang cukup besar.Namun begitu sederet persoalan pekerja migran dan diaspora hingga saat ini masih belum terpecahkan.

Kompleksitas masalah pekerja migran selama ini belum bisa ditangani oleh lintas Kementerian dan badan non kementerian, yakni Kementerian Luar Negeri, BP2MI, Kemnaker, dan Kementerian Hukum dan HAM. Akibatnya banyak persoalan pekerja migran seperti kasus hukum yang menjerat hingga hukuman mati belum tertangani dengan baik. Masalah perlindungan dan pembinaan terhadap pekerja migran masih belum optimal. Transformasi pekerja migran agar menjadi pekerja yang lebih terampil dan kompeten belum berjalan semestinya.

Masalah potensi diaspora Indonesia yang memiliki potensi besar untuk mendatangkan investor dan kemampuan untuk transfer teknologi belum tertangani. Iming-iming tentang dispora yang akan diberikan dwi kewarganegaraan atau kewarganegaraan ganda juga masih belum jelas. Perlu kebijakan konkrit lebih lanjut.

Betapa pentingnya peran Kementerian Pekerja Migran dan Diaspora. Kementerian ini sekaligus bisa meningkatkan status Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI).

Keniscayaan, Pekerja Migran Indonesia (PMI) dan Diaspora Indonesia perlu mendapat perhatian yang serius Presiden terpilih Prabowo Subianto. Kita bisa tengok betapa hebatnya potensi pekerja migran di berbagai negara. Sebagai contoh baru satu negara tujuan pekerja migran saja contohnya Malaysia, devisa negara yang dihasilkan sudah sedemikian besar. Menurut data Bank Indonesia (BI) dan Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Malaysia menjadi tujuan utama pekerja migran Indonesia. Pada tahun 2021 ada sekitar 1,62 juta orang atau 50,03 persen dari total pekerja migran Indonesia yang berada di Malaysia.

Selain menjadi negara tujuan terpopuler, namun negara Malaysia juga membukukan jumlah pengaduan pekerja migran Indonesia terbanyak pada 2021 dan tahun-tahun sebelumnya. Alasan utama pemerintah Indonesia memutuskan stop pengiriman PMI ke Malaysia adalah ditemukannya pelanggaran aturan yang disepakati.

Indonesia dan Malaysia telah menyepakati perjanjian (MoU) yang menyatakan bahwa penempatan PMI sektor domestik dilakukan melalui sistem satu kanal (one channel system).Sistem tersebut menjadi satu-satunya mekanisme resmi untuk merekrut dan menempatkan PMI sektor domestik di Malaysia.

Alih-alih memakai sistem yang disepakati, Malaysia malah menggunakan sistem lain di luar kesepakatan yang dibuat.Sistem tersebut bertajuk system maid online (SMO) yang dikelola oleh Kementerian Dalam Negeri Malaysia melalui Jabatan Imigresen Malaysia. Hal ini tentu tidak sesuai dengan kesepakatan dan komitmen kedua negara, karena penempatan seharusnya menggunakan one channel system. Sistem yang dipakai Malaysia tersebut membuat para PMI rentan mendapatkan eksploitasi lantaran mengabaikan UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.

Keniscayaan PMI yang merupakan pahlawan devisa itu mesti dibantu untuk melakukan transformasi diri menjadi pengusaha. Untuk meningkatkan derajat kehidupannya. Perlu pelatihan massal bagi PMI beserta keluarganya di kampung halaman terkait dengan pendirian usaha rintisan atau startup yang berbasis desa.

Perbankan jangan hanya menikmati untung besar dari bisnis remitansi atau layanan pengiriman uang antar negara. Pihak perbankan semestinya membayar hutang budi kepada buruh migran dengan cara menyelenggarakan pelatihan usaha secara massal dan terus menerus kepada buruh dan keluarganya.

Bank Indonesia (BI) mencatat sebelum terjadi pandemi nilai remitansi atau transfer uang dari para pekerja migran Indonesia ke dalam negeri mencapai 8,8 miliar dolar AS dalam setahun terakhir. Apabila dihitung berdasar kurs Rp 14.530 per dolar AS, nilai remitansi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) itu setara dengan Rp 128 triliun. Meskipun demikian nilai remitansi itu ternyata belum ideal untuk ukuran negara sebesar Indonesia. Bandingkan dengan hasil remitansi buruh migran asal Filipina yang lebih besar. Mencapai 33 miliar dolar AS setahun.

The Global Knowledge Partnership on Migration and Development (KNOMAD) mencatat Indonesia termasuk dalam 10 besar negara yang menerima kiriman uang remitansi terbesar di dunia dan berada di posisi ke-10.

Posisi pertama sebagai negara yang memperoleh dana remitansi terbesar dipegang oleh India dengan nilai mencapai 69 miliar dollar AS. Diikuti oleh Cina yang mereguk remitansi hingga 64 miliar dollar AS. Filipina menjadi negara terbesar ketiga yang menerima kiriman dengan nominal sekitar 33 miliar dollar AS.

India mampu meraup remitansi dalam jumlah sangat besar karena sekitar 32 juta warganya menjadi diaspora. Mayoritas dari mereka tinggal dan bekerja di AS, Arab Saudi, Kanada dan Australia. Kontribusi pekerja migran yang memiliki keterampilan tinggi menyebabkan pertumbuhan remitansi India menjadi yang teratas di dunia.

Melihat tantangan dan peluang diatas perlu program tepat guna yang menyasar kaum buruh migran dan keluarganya di kampung halaman. Jumlah remitansi ke depan perlu digenjot dengan program yang mendasar yang disertai dengan perlindungan dan pelayanan buruh migran yang lebih baik.

Belum optimalnya penerimaan remitansi di Indonesia akibat masih rendahnya pengetahuan literasi para buruh migran Indonesia. Khususnya literasi keuangan. Masih rendahnya nilai remitansi itu disebabkan tingkat akses masyarakat terhadap jasa dan produk keuangan seperti rekening bank atau inklusi keuangan di Indonesia yang masih rendah dibandingkan negara lainnya. Hingga kini pemanfaatan remitansi secara efektif bagi pengembangan usaha produktif di desa belum terwujud dengan baik. Aliran remitansi yang dikirim oleh buruh migran kurang terkelola dengan baik. Tidak jarang digunakan untuk hal-hal yang tidak produktif.

Perbankan nasional perlu memperbanyak skema atau insentif terkait dengan buruh migran Indonesia. Langkah Bank BUMN yang telah mendesain program yang bertujuan membuat para buruh migran mandiri setelah selesai kontrak sangat tepat.. Program tersebut memiliki empat prinsip utama, yaitu mengubah buruh menjadi majikan, mempersatukan keluarga melalui kewirausahaan.

*) Sekjen Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun