Perbankan jangan hanya menikmati untung besar dari bisnis remitansi atau layanan pengiriman uang antar negara. Pihak perbankan semestinya membayar hutang budi kepada buruh migran dengan cara menyelenggarakan pelatihan usaha secara massal dan terus menerus kepada buruh dan keluarganya.
Bank Indonesia (BI) mencatat sebelum terjadi pandemi nilai remitansi atau transfer uang dari para pekerja migran Indonesia ke dalam negeri mencapai 8,8 miliar dolar AS dalam setahun terakhir. Apabila dihitung berdasar kurs Rp 14.530 per dolar AS, nilai remitansi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) itu setara dengan Rp 128 triliun. Meskipun demikian nilai remitansi itu ternyata belum ideal untuk ukuran negara sebesar Indonesia. Bandingkan dengan hasil remitansi buruh migran asal Filipina yang lebih besar. Mencapai 33 miliar dolar AS setahun.
The Global Knowledge Partnership on Migration and Development (KNOMAD) mencatat Indonesia termasuk dalam 10 besar negara yang menerima kiriman uang remitansi terbesar di dunia dan berada di posisi ke-10.
Posisi pertama sebagai negara yang memperoleh dana remitansi terbesar dipegang oleh India dengan nilai mencapai 69 miliar dollar AS. Diikuti oleh Cina yang mereguk remitansi hingga 64 miliar dollar AS. Filipina menjadi negara terbesar ketiga yang menerima kiriman dengan nominal sekitar 33 miliar dollar AS.
India mampu meraup remitansi dalam jumlah sangat besar karena sekitar 32 juta warganya menjadi diaspora. Mayoritas dari mereka tinggal dan bekerja di AS, Arab Saudi, Kanada dan Australia. Kontribusi pekerja migran yang memiliki keterampilan tinggi menyebabkan pertumbuhan remitansi India menjadi yang teratas di dunia.
Melihat tantangan dan peluang diatas perlu program tepat guna yang menyasar kaum buruh migran dan keluarganya di kampung halaman. Jumlah remitansi ke depan perlu digenjot dengan program yang mendasar yang disertai dengan perlindungan dan pelayanan buruh migran yang lebih baik.
Belum optimalnya penerimaan remitansi di Indonesia akibat masih rendahnya pengetahuan literasi para buruh migran Indonesia. Khususnya literasi keuangan. Masih rendahnya nilai remitansi itu disebabkan tingkat akses masyarakat terhadap jasa dan produk keuangan seperti rekening bank atau inklusi keuangan di Indonesia yang masih rendah dibandingkan negara lainnya. Hingga kini pemanfaatan remitansi secara efektif bagi pengembangan usaha produktif di desa belum terwujud dengan baik. Aliran remitansi yang dikirim oleh buruh migran kurang terkelola dengan baik. Tidak jarang digunakan untuk hal-hal yang tidak produktif.
Perbankan nasional perlu memperbanyak skema atau insentif terkait dengan buruh migran Indonesia. Langkah Bank BUMN yang telah mendesain program yang bertujuan membuat para buruh migran mandiri setelah selesai kontrak sangat tepat.. Program tersebut memiliki empat prinsip utama, yaitu mengubah buruh menjadi majikan, mempersatukan keluarga melalui kewirausahaan.
*) Sekjen Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H