Mohon tunggu...
Arif Minardi
Arif Minardi Mohon Tunggu... Insinyur - Aktivis Serikat Pekerja, Ketua Umum FSP LEM SPSI, Sekjen KSPSI, Anggota LKS Tripartit Nasional

Berdoa dan Berjuang Bersama Kaum Buruh

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Kewarganegaraan Ganda Membuka Lebar Aneka Jabatan untuk TKA

4 Mei 2024   08:19 Diperbarui: 4 Mei 2024   08:21 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi dwikewarganegaraan ( sumber KOMPAS/DIDIE SW )

Catatan  ARIF MINARDI   *)

Kewarganegaraan Ganda Membuka Lebar Aneka Jabatan untuk TKA

Rencana menggelar karpet merah untuk diaspora yang bersedia datang ke Indonesia pada prinsipnya adalah untuk kepentingan ketenagakerjaan yang terkait dengan tenaga kerja asing (TKA). Begitu istimewanya TKA hingga diberi predikat sebagai diaspora bertalenta yang patut diberi hadiah dwikewarganegaraan atau kewarganegaraan ganda.

Memberi label TKA dengan sebutan diaspora bertalenta adalah cara untuk meredam resistensi publik terhadap TKA yang selama ini tengah getol bekerja di Indonesia khususnya di bidang eksploitasi sumber daya alam khususnya di sektor hilirisasi pertambangan, agrobisnis, dan kemaritiman.

Diaspora berkewarganegaraan ganda boleh-boleh saja diberikan, namun sebaiknya untuk level warga negara yang sangat istimewa, seperti ilmuwan kelas dunia, atlet kelas dunia,inovator yang karyanya mendunia.

Namun jika kewarganegaraan ganda diberikan untuk TKA yang sebenarnya kualitasnya biasa-biasa saja, namun dibungkus atau dikesankan seolah-olah hebatnya luar biasa, harus dicegah. TKA yang notabene bukan sosok SDM paripurna sebaiknya tidak diberikan. DPR harus menolak tegas usulan kewarganegaraan ganda sebagai bentuk untuk membuka lebar aneka jabatan atau posisi strategis di perusahaan maupun pemerintahan bagi TKA.

TKA menjadi buruh kasar di perusahaan pengolah Nikel ( Sumber : KOMPAS id )
TKA menjadi buruh kasar di perusahaan pengolah Nikel ( Sumber : KOMPAS id )

Menyoal Jabatan untuk TKA

Bagaimana masa depan dan karir generasi muda bangsa terkait dengan eksistensi tenaga kerja asing (TKA) yang bebas masuk ke Indonesia dan terbuka lebar untuknya menduduki bermacam jabatan. Sedangkan aturan yang melarang jenis jabatan untuk TKA kurang berarti posisinya dalam perusahaan atau lembaga.

Eksistensi Kepmenaker Nomor 228/2019 tentang jabatan yang dapat diduduki TKA sangat melukai tenaga kerja lokal. Persoalan mengenai TKA bagaikan bara dalam sekam, terlebih dalam Undang-Undang Cipta Kerja esensinya sangat mengistimewakan kepentingan TKA. Di dalam Bab IV mengenai ketenagakerjaan Pasal 89 UU Cipta Kerja menjelaskan mengenai perubahan terhadap Pasal 42 ayat 1, 3, 5 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

TKA cuma dilarang menduduki jabatan yang mengurusi personalia dan turunannya. Seperti Direktur Personalia (Personnel Director);Manajer Hubungan Industrial (Industrial Relation Manager);Manajer Personalia (Human Resource Manager);Supervisor Pengembangan Personalia (Personnel Development Supervisor).

Selain jabatan kelas ringan diatas, TKA diberi kebebasan untuk menduduki bermacam jabatan kelas berat alias jabatan yang strategis bagi perusahaan atau lembaga. Terdapat banyak sekali kategori sektor jabatan yang dapat diduduki oleh TKA, yang diatur di dalam Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 228 Tahun 2019.

Kepmenaker juga menyebutkan bahwa Jabatan Komisaris atau Direktur yang tidak mengurus mengenai personalia diizinkan untuk diduduki oleh TKA. Selain itu, untuk sektor perusahaan dalam bidang pertambangan dan penggalian, sesuai dengan Kepmenaker 228/2019 dituliskan bahwa jabatan Direktur Utama dapat diduduki oleh TKA.

Hal ini patut menjadi perhatian seksama mengingat umumnya,dalam proses hubungan industrial, ada kalanya dilakukan perundingan dalam penyelesaian perselisihan. Termasuk di dalamnya proses perundingan dalam pembuatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Hal ini terkait erat dengan penentuan upah, jam kerja dan ketentuan ketenagakerjaan lainnya.Betapa krusialnya proses perundingan perselisihan antara pekerja atau serikat pekerja/buruh yang notabene warga negara Indonesia (WNI) dengan TKA.

Untuk kategori Konstruksi misalnya, dalam Kepmenaker itu ditentukan terdapat 181 jabatan yang bisa diisi oleh Tenaga Kerja Asing, mulai dari Manajer, Ahli Geofisika, Ahli Geokimia, Ahli Teknik hingga Arsitek, Tenaga Survei dan Topografer. Dalam ketentuan sebelumnya pada Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kepmenakertrans) Nomor 247/MEN/X/2011, hanya terdapat 66 pos jabatan pekerja asing di bidang konstruksi.

Demikian juga dalam kategori Pendidikan, kini terdapat 143 jabatan yang dapat diduduki oleh Tenaga Kerja Asing, mulai dari Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, Pustakawan, Manajer Penerimaan Siswa, Dosen, Guru, hingga Instruktur Keterampilan. Pada ketentuan sebelumnya sebagaimana tertuang dalam Kepmenakertrans 462 Tahun 2012 hanya terdapat 115 pos pekerjaan.

Sementara untuk jabatan pada industri kimia dan barang dari bahan kimia, dalam Kepmenaker in terdapat 33 jabatan yang dapat diduduki oleh Tenaga Kerja Asing. Sebelumnya sesuai Kepmenakertrans Nomor 463 Tahun 2012 hanya terdapat 14 jabatan.

Disebutkan juga pada saat Kepmenaker Nomor 228 Tahun 2019 ini berlaku, maka: a. Kepmenakertrans Nomor: 247/2011; b. Kepmenakertrans Nomor 462/2012; c. Kepmenakertrans Nomor 463/2012; d. Kepmenakertrans Nomor 463/2012; e. Kepmenakertrans Nomor 707/2012; dan sejumlah keputusan menteri yang mengatur jabatan-jabatan tertentu yang bisa diduduki oleh Tenaga Kerja Asing dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Regulasi terkait TKA sangat merugikan kaum pekerja anak negeri saat ini dan generasi mendatang. Beberapa pasalnya berpotensi merugikan pekerja Indonesia, yakni :

Pertama; ketentuan tentang RPTKA (Rencana Penggunaan TKA) dan izin amat sangat longgar, seenaknya pemberi kerja/pengusaha. Mestinya RPTKA harus dinilai oleh lembaga profesi,kampus dan lembaga yang selama ini bertugas melakukan audit teknologi yang terkait dengan pengembangan lapangan kerja bagi SDM lokal.

Kedua, ketentuan tentang TKI Pendamping TKA juga sangat longgar dan tidak jelas/kabur kriterianya. Kewajiban alih teknologi dan alih keahlian tidak ada target dan ukurannya. Bagaimana mungkin TKA dari China yang selama ini notabene buruh kasar proyek infrastruktur bisa alih teknologi. Mestinya ada tes khusus terhadap TKA untuk mengukur keahliannya.

Ketiga; pasal ketentuan tentang pendidikan TKA dan TKI pendamping juga tidak jelas ukurannya. Ketentuan tentang sistem pengawasan dan pelaporan TKA sangat lemah. Pasal tentang sanksi sangat ringan.

Keempat; dalam UU 13/ 2003 diwajibkan ada Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) tetapi kemudian dibuat kelonggaran bagi beberapa jabatan yang tidak dibutuhkan RPTKA seperti jabatan komisaris dan direksi, serta pekerja yang dibutuhkan pemerintah. Pasal ini jelas bertentangan dengan UU. Mestinya pemerintah mematuhi Pasal 42 sampai 49 UU 13 / 2003.

Kelima, keberadaan Pasal 6 ayat (1) berpotensi menutup ruang pekerja profesional Indonesia untuk menduduki jabatan di perusahaan karena TKA boleh menduduki jabatan yang sama di beberapa perusahaan.

Keenam, ada pasal 9 yang menyatakan pengesahan RPTKA adalah izin menggunakan TKA adalah sebuah kekeliruan karena RPTKA itu beda dengan izin TKA yang di Perpres 72 Tahun 2014 disebut Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA). Perpres 20 ini menghapuskan IMTA padahal rencana kerja dan izin adalah hal yang berbeda.

Ketujuh, ketentuan Vitas dan Izin Tinggal Terbatas (Itas) membuka ruang TKA bekerja tanpa adanya pemberi kerja sehingga berpotensi TKA dipekerjakan oleh perseorangan. Padahal Pasal 42 ayat (2) UU 13 / 2003 melarang perseorangan mempekerjakan TKA.

Peraturan buldoser asing menimbulkan paradoks. Karena selama ini perluasan lapangan kerja yang sering dinyatakan oleh pemerintah merupakan jenis profesi yang rentan dan kurang memiliki prospek dan daya saing global alias usang.Perlu mengembangkan jenis profesi yang berdaya saing regional dan global. Pemerintah pusat dan daerah masih gagal mengembangkan portofolio profesi. Jenis-jenis profesi yang menjadi kebutuhan dunia usaha di masa depan belum dipersiapkan secara baik. Oleh sebab itu TKA akan terus datang berbondong-bondong ke Indonesia.

Mogok kerja di kawasan industri Morowali menuntut kenaikan upah dan masalah TKA ( sumber : KOMPAS id )
Mogok kerja di kawasan industri Morowali menuntut kenaikan upah dan masalah TKA ( sumber : KOMPAS id )

Kepalsuan Alih Teknologi

Publik menunggu penjabaran lebih lanjut terkait dengan masalah tenaga kerja asing dan cara mengatasi kepalsuan alih teknologi terkait dengan proyek-proyek strategis nasional, pembangunan infrastruktur serta dan pembelian peralatan dari luar negeri. Publik melihat semua itu dilakukan oleh pemerintahan Jokowi dengan kondisi minim alih teknologi dan kecilnya komponen lokal atau TKDN.

Fenomena penggunaan TKA yang memegang kendali penuh terhadap proyek dan tenaga kerja lokal yang hanya berperan sebagai kuli atau tenaga kerja kasar telah persoalan mendasar, terutama terkait dengan pembangunan sumber daya manusia (SDM), yang tidak pernah focus. Hal tersebut telah mencederai amanah konstitusi dan bapak pendiri bangsa yang menekankan Indonesia hendaknya jangan menjadi bangsa kuli.

Masih membekas dalam ingatan publik terkait dengan peristiwa kerusuhan akibat bentrok antara pekerja lokal dan tenaga kerja asing (TKA) di PT. GNI Morowali Utara, Sulteng.

Bisa jadi masalah TKA seperti di Morowali ini merupakan puncak gunung es. Oleh sebab itu Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) menyerukan perlunya solusi yang mendasar. Jangan sampai kawasan industri atau kawasan ekonomi khusus (KEK) yang terjadi di berbagai wilayah tanah air termasuk di Morowali Utara sudah seperti "negara dalam negara".

Sudah lama publik menuntut agar pemerintah mengatasi masalah TKA. Apalagi banyak TKA yang diklaim sebagai tenaga ahli, namun mereka itu sebenarnya tergolong tenaga kerja biasa atau tenaga kerja kasar yang mengandalkan otot.

Keberadaan TKA baik di kawasan industri maupun di proyek infrastruktur telah digembar-gemborkan mampu melakukan alih teknologi. Padahal kebanyakan TKA pada saat ini justru tidak memiliki keahlian yang tinggi. Mereka adalah pekerja biasa yang dibungkus dengan predikat ahli tanpa melalui penilaian khusus. Dengan demikian terjadi kepalsuan dalam hal alih teknologi.

Ukuran terjadinya alih teknologi itu jika para tenaga kerja lokal yang berperan sebagai pendamping TKA benar-benar bisa menyerap keahlian baru yang belum ada atau jarang di Tanah Air. Begitupun tingkat teknologi yang dibawa oleh TKA juga tergolong teknologi canggih. Bukan teknologi lama yang sebenarnya sudah ada di negeri ini.

Selama ini TKI pendamping dibuat asal-asalan akibatnya parameter terjadinya alih teknologi tidak terjadi. Dengan demikian fungsi TKA itu sebenarnya bisa digantikan oleh tenaga kerja lokal. Namun perjanjian kontrak investasi dan perjanjian utang untuk proyek infrastruktur dan utang pihak swasta telah dibuat sedemikian rupa yang mengutamakan peran TKA dan meminggirkan TKI.

Berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dan ekonomi bebas menyebabkan TKA ke Indonesia semakin meningkat. Banyak warga negara asing (WNA) yang melakukan kunjungan khusus menjadi bekerja paruh waktu dan bisa diperpanjang secara mudah.

Usaha pemerintah untuk memacu pembangunan infrastruktur kurang disertai dengan proses transformasi, audit teknologi dan perluasan lapangan kerja atau penciptaan job creation. Pemerintah terlihat memberikan cek kosong bagi pengusaha atau investor untuk memilih dan menentukan sendiri spesifikasi teknologi yang akan diterapkan di negeri ini. Pengadaan infrastruktur dengan skema pembiayaan apapun harus mengedepankan local content dan melibatkan seluas mungkin tenaga kerja lokal.

*) Sekjen Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI). Anggota LKS Tripartit Nasional.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun