1. Bahwa Pemerintah Indonesia tidak mematuhi dan tidak melaksanakan Putusan MK tersebut secara menyeluruh dan hanya melaksanakan sebagian kecil Putusan MK, itupun menurut kami tidak terlalu prinsip. Yaitu merevisi UU No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menjadi UU No. 13 Tahun 2022 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
2. Bahwa Revisi UU No 12 Tahun 2011 tersebut, Pemerintah Indonesia menganggap telah melakukan perbaikan seperti Putusan MK. Revisi tersebut hanya menyatakan bahwa sistem Omnibus Law dapat diterima dalam Sistem Peraturan Perundang-Undangan Indonesia.
3. Bahwa Pemerintah Indonesia tidak melaksanakan Putusan MK tentang pelanggaran prosedur dan tata-cara Pembentukan UU Cipta Kerja yakni tidak terlibatnya Serikat Buruh dalam pembentukan UU. Dan pelanggaran inilah inti dari permasalahan yaitu Serikat Buruh tidak pernah dilibatkan sejak awal dalam Pembentukan UU Cipta Kerja dan bahkan perintah MKpun diabaikan.
4. Bahwa Pemerintah Indonesia telah melakukan kesalahan fatal dengan menerbitkan Perppu No. 2 Tahun 2023 Tentang Cipta Kerja yang isinya relatif sama dengan UU No. 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja, yang diamini dan disetujui oleh DPR dengan men-syah-kan dan menetapkan Perppu tersebut menjadi UU No. 6 Tahun 2023 Tentang Cipta Kerja. Bukannya melaksanakan perintah MK dengan memanfaatkan waktu 2 tahun untuk mengajak berunding Serikat Buruh dan mencari solusi yang win-win solution, malahan mengeluarkan Perppu Cipta Kerja.
5. Bahwa para pakar hukum seperti Prof Jimly menyatakan dalam Kompas.com, "Pemerintah seolah-olah berada di atas hukum (Rule by Law)". Berikut kutipan pernyataan Prof Jimly : "Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie menilai sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja adalah contoh pemerintahan yang seolah berada di atas hukum (rule by law).
Padahal, menurut Prof Jimly, MK sudah dengan jelas menyatakan Undang-Undang Cipta Kerja inkonstitusional pada November 2021 dan harus dilakukan perbaikan dalam jangka 2 tahun. Selain itu, lanjut Jimly, yang seharusnya lebih berperan dalam melakukan revisi UU Cipta Kerja adalah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan bukan mengambil jalan keluar dengan menerbitkan Perppu dengan alasan kegentingan. "Peran MK dan DPR diabaikan. Ini bukan contoh rule of law yang baik tapi jadi contoh rule by law yang kasar dan sombong," kata Prof Jimly dalam keterangan pers (4/1/2023)".
6. Keterlibatan Serikat Buruh dalam pembentukan UU Cipta Kerja adalah sangat vital dan menjadi syarat pembentukan UU dalam UUD 1945, dan hal ini adalah kesalahan fatal yakni melanggar azas dan bertentangan dengan UUD 1945.
7. Bahwa hal tersebut diatas menggambarkan bagaimana Pemerintah Indonesia tidak menghormati hukum bahkan dapat dikategorikan sebagai "Contemp Of Court", penghinaan kepada MK dan karena tidak menjalankan secara keseluruhan perintah MK, dan sebagai negara hukum Pemerintah Indonesia telah melanggar UUD 1945 dan berlaku sewenang-wenang dan mentang-mentang berkuasa ("Abuse of Power"), rule by law yang kasar dan sombong.
Yang Mulia Bapak Presiden Prabowo Subianto,Â