Mohon tunggu...
Arif Minardi
Arif Minardi Mohon Tunggu... Insinyur - Aktivis Serikat Pekerja, Ketua Umum FSP LEM SPSI, Sekjen KSPSI, Anggota LKS Tripartit Nasional

Berdoa dan Berjuang Bersama Kaum Buruh

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

May Day Revolution 2024: Totalitas Perjuangan Hapus Praktik Hubungan Kerja yang Sengsarakan Buruh

30 April 2024   18:10 Diperbarui: 1 Mei 2024   07:11 692
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Acara longmars buruh oleh Federasi Serikat Pekerja LEM SPSI (Sumber gambar: Media FSP LEM SPSI) 

Peringatan Hari Buruh Sedunia atau biasa disebut May Day pada tahun 2024 mengetengahkan tema "May Day Revolution". Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) menegaskan tema di atas dengan maksud membangkitkan semangat seluruh buruh Indonesia agar melakukan perjuangan total untuk menghapus praktik hubungan kerja yang menyengsarakan kaum buruh. Khususnya meminta kepada pemerintah bahwa UU Cipta Kerja klaster Ketenagakerjaan agar segera dicabut.

Hari Buruh Internasional 2024 diperingati dalam situasi yang memprihatinkan karena banyaknya buruh yang mengalami PHK tanda prosedur dan hak yang semestinya.

Peringatan May Day juga diwarnai dengan semangat perlawanan total seluruh elemen buruh bersama rakyat menentang Perppu No. 2 Tahun 2022 tentang UU Cipta Kerja. Semangat perlawanan serikat pekerja yang bersatu dengan mahasiswa dan rakyat menentang Perppu telah dirancang terus berkelanjutan hingga UU Cipta Kerja diubah atau dicabut.

Serikat pekerja semakin intens melakukan konsolidasi untuk membuat agenda tiada hari tanpa perlawanan terkait dengan dampak buruk pemberlakuan Perppu dan peraturan turunannya.

Argumentasi ilmiah dan bukti-bukti lapangan terkait kelemahan dan ketidakadilan dari pasal-pasal omnibus law telah dikemukakan secara gamblang oleh seluruh elemen serikat pekerja/buruh. Argumentasi serupa juga telah disampaikan oleh aktivis lingkungan hidup, petani, nelayan, akademisi, dan mahasiswa.

Dampak negatif dan potensi bahaya bagi rakyat akibat adanya Omnibus Law Cipta Kerja dari sudut filosofi dan kajian ilmiah serta implikasinya sudah ditulis oleh para para ilmuwan/pakar yang kredibel dan independen di berbagai media massa. Bahkan diantara mereka adalah para guru besar yang reputasinya telah teruji dalam lintasan rezim kekuasaan di negeri ini.

Dari tulisan-tulisan tersebut, pesannya terang benderang, ada pelanggaran filosofi, pelanggaran konstitusi, ketidakjelasan konsep, inkonsistensi dan ketidaksinkronan dalam rumusan pasal-pasalnya dan potensi ketidakadilan.

Ketum KSPSI M Jumhur Hidayat mencanangkan MAY DAY REVOLUTION ( sumber : Media KSPSI )
Ketum KSPSI M Jumhur Hidayat mencanangkan MAY DAY REVOLUTION ( sumber : Media KSPSI )

Dikalangan aktivis serikat pekerja eksistensi Perppu telah menutup jalan keadilan sosial berbelok menuju negara gagal. Ironisnya rezim di negeri ini justru mengobral mimpi tetapi kurang memahami realitas jalan keadilan sosial. Perppu Cipta Kerja jelas berlawanan dengan arah jalan menuju keadilan sosial. Presiden Jokowi punya mimpi agar Indonesia bisa menjadi negara maju dengan pendapatan Rp 320 juta per kapita per tahun atau Rp 27 juta per kapita per bulan.

Mimpi itu tampaknya jauh panggang dari api, pasalnya jauh dari pencapaian ekonomi dan realitas sosial yang ada saat ini. Menghapus kemiskinan perlu disertai dengan konsepsi dan strategi yang autentik dan mesti memihak kepentingan kaum pekerja serta sesuai dengan realitas sosial saat ini. Menghapus kemiskinan mustahil jika politik upah murah dan eksploitasi tenaga buruh justru dilakukan lewat Perppu.

Perppu justru mengandaskan mimpi rezim Jokowi. dimana Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia mencapai 7 triliun dolar AS pada tahun 2045. Mimpi mewujudkan penghasilan per kapita 27 juta per bulan mestinya disertai dengan analisa tahapan dari tahun ke tahun dengan berbagai kondisi sosial dan tingkat pertumbuhan ekonomi.

Rezim penguasa harusnya sadar bahwa keadilan sosial merupakan faktor yang sangat krusial karena bisa menempatkan Republik Indonesia sebagai negara gagal. Memang, tidak ada jalan pintas menuju keadilan sosial.

Namun jalan tersebut mestinya bisa dipetakan lebih konkret lagi di bidang perekonomian misalnya melalui revolusi fiskal dengan merombak APBN. Selain itu juga perlu kebijakan reforma agraria, redistribusi pendapatan, bahkan redistribusi kekayaan. Bukan lantas menerbitkan Perppu yang kian memiskinkan rakyat.

Mestinya mimpi pemimpin bangsa untuk menghapus kemiskinan dikonkritkan dengan kebijakan perombakan APBN untuk menciptakan kesempatan yang lebih merata dalam struktur masyarakat dan untuk menciptakan persamaan outcome yang dapat menanggulangi ketidakmerataan.

Menurut Louis Kelso dalam konsep menuju keadilan ekonomi terdapat tiga prinsip esensial yang bersifat interdependen, yaitu partisipasi, distribusi, dan harmoni. Ketiganya membentuk konstruksi keadilan ekonomi dalam masyarakat. Jika satu di antaranya hilang, niscaya konstruksi keadilan sosial menjadi runtuh.

Acara longmars buruh oleh Federasi Serikat Pekerja LEM SPSI (Sumber gambar: Media FSP LEM SPSI) 
Acara longmars buruh oleh Federasi Serikat Pekerja LEM SPSI (Sumber gambar: Media FSP LEM SPSI) 

Diperlukan peran tegas negara sebagai pengendali, karena distorsi dalam sistem pasar yang bebas akan menciptakan ketidakadilan dalam dirinya sendiri. Menerbitkan Perppu Cipta Kerja justru menunjukkan peran negara sangat lembek dan manut dengan kehendak para kapitalis komprador.

Seperti dikemukakan oleh Joseph Stieglitz, selalu ada faktor asymmetric information dalam mekanisme kerja pasar bebas. Yang menyebabkan kebebasan itu sendiri menjadi tidak adil dalam dirinya sendiri. Teori Stieglitz itu mestinya disikapi oleh rezim di Indonesia dengan membuat strategi untuk mengendalikan mekanisme kerja pasar bebas.

Rezim Jokowi terus menerus membuat resah kaum pekerja, di lain pihak para oligarki dan investor dianakemaskan. Selama ini mereka telah diberikan segala-galanya. Bahkan sederet insentif sudah diberikan, pajak diperingan bahkan ada yang dihilangkan, perizinan dipangkas, faktor keamanan dijamin, aset BUMN dan pemerintah turut diberikan. Setelah semua diberikan kepada oligarki dan pengusaha, sungguh keterlaluan jika mereka juga meminta agar hak-hak normatif dan kesejahteraan pekerja terus didegradasi lewat Perppu.

Selama ini oligarki bisnis sangat bernafsu menghilangkan pasal-pasal penting dalam UU Nomor 13/2003 terutama yang terkait dengan pengupahan, pesangon PHK, jam kerja/beban kerja, pekerja alih daya, dan pasal-pasal krusial lainnya.

Pada penjelasan Perppu Cipta Kerja bagian Umum, disebutkan bahwa alasan dibutuhkannya penciptaan kerja salah satunya karena Penduduk yang bekerja sebanyak 135,61 juta orang, di mana sebanyak 81,33 juta orang (59,97%) bekerja pada kegiatan informal.

Kita dapat melihat bahwa alasan tersebut merupakan pembenaran atas adanya praktik-praktik hubungan kerja non-standar (informalisasi) yang sekarang menjadi tren yang amat memilukan.

Arif Minardi
Sekjen Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun