Mohon tunggu...
Arif Minardi
Arif Minardi Mohon Tunggu... Insinyur - Aktivis Serikat Pekerja, Ketua Umum FSP LEM SPSI, Sekjen KSPSI, Anggota LKS Tripartit Nasional

Berdoa dan Berjuang Bersama Kaum Buruh

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ramadhan, Saatnya Jihad Produktivitas

4 Maret 2024   11:15 Diperbarui: 6 Maret 2024   15:53 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ibadah puasa dan perhelatan mudik sebetulnya merupakan eksponen-eksponen kecil dari sebuah kolektivitas. Dari kolektivitas kampung, desa, kota, pulau, provinsi hingga menjadi sebuah kolektivitas kebangsaan. Semua bergerak menuju fitrah yang sama, yakni harkat kemanusiaan dan keadilan sosial. Dalam predikat sosial yang sangat beragam, dari kaum buruh, pedagang, aparatur negara, guru, hingga pejabat pemerintah, semuanya ingin maju dan hidup mulia.

Rasa kolektivitas kebangsaan bisa menghasilkan sinergi yang hebat jika terkait dengan daya saing dan produktivitas. Nilai-nilai Ramadhan, Idul Fitri dan mudik lebaran dalam aspek kebudayaan bisa memperteguh kebudayaan nasional. 

Apalagi strategi kebudayaan menjadi kunci dalam program pembangunan. Istilah kebudayaan berasal dari bahasa Latin culture atau colere yang berarti mengolah atau merekayasa. Kebudayaan tidak sekedar seni tradisi. Lebih dari itu, kebudayaan bisa menggenjot produktivitas dan memajukan korporasi dan ketatanegaraan. Serta membentuk sikap positif masyarakat yang selalu berusaha untuk maju atau sikap need of achievement.

Memperluas Lapangan Kerja

Keniscayaan, jihad produktivitas bisa memperluas lapangan kerja. Hal itu sebagai solusi untuk mengatasi pertumbuhan angkatan kerja di Indonesia. Menghadapi persaingan global tak ada kata lain yang lebih penting, selain memperbaiki secara totalitas produktivitas dan nilai tambah lokal oleh rakyat.

Untuk kedepan, alokasi anggaran untuk peningkatan sumber daya manusia (SDM) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) harus tepat sasaran dan menekankan peningkatan kualitas tenaga kerja Indonesia. 

Menurut Institute for Development and Economic Finance (Indef), peran SDM sangat penting bagi perekonomian sebuah negara dan salah satu input penting bagi pembangunan industri yang berdaya saing. Hingga kini institusi pendidikan/pelatihan belum mampu menjawab tantangan meningkatkan produktivitas dan kualitas tenaga kerja. 

Selain itu, gap antara kebutuhan dan penyediaan tenaga kerja masih lebar, sehingga terjadi mismatch antara institusi pendidikan dan dunia kerja. Kemudian, di era baru ekonomi yang warnai disrupsi teknologi mengubah karakteristik permintaan tenaga kerja.

Dari sisi produktivitas jika diukur dengan GDP per worker employed, Indonesia masih relatif tertinggal dari negara tetangga. Jika melihat mayoritas tenaga kerja Indonesia saat ini, hampir 60 persen tepatnya 58,78 persen pekerja di Indonesia masih tamatan pendidikan rendah yaitu, SMP ke bawah. Mereka memiliki keterbatasan skill, sehingga akan sulit untuk meningkatkan produktivitas dan bersaing.

Sementara itu, industrialisasi dan digitalisasi tentunya memerlukan tingkat keahlian dan produktivitas yang lebih baik. Jika industrialisasi tidak disokong dengan kualitas SDM yang memadai maka proses transformasi struktural bisa gagal. Hakikat produktivitas ketenagakerjaan adalah tingkat kemampuan pekerja menghasilkan produk dan jasa. 

Berbagai faktor mempengaruhi produktivitas tenaga kerja, termasuk juga faktor kesejahteraan sosial pekerja. Serikat pekerja atau serikat buruh merupakan kunci produktivitas, untuk itu diharapkan berperan mengikuti perkembangan global reverse innovation. Karena kegiatan inovasi dunia itu menyangkut penemuan proses produksi baru yang bisa menggenjot produktivitas sekaligus berpotensi memperluas lapangan kerja karena berbasis inovasi dan teknologi tepat guna.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun